Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Gambar

Bab 3 Gambar

Keterangan Haikal tidak membuahkan petunjuk apa pun. Haikal mengatakan adiknya baik-baik saja, bertengkar seperti biasanya, dan hal tersebut sudah biasa bagi keduanya.

Hari sudah berganti menjadi gelap, polisi tidak memiliki waktu untuk menunda penyelidikan. Polisi yang bernama Dito dan Deni tersebut ikut bersama Emir dan keluarganya menuju rumah mereka. Dito meminta ijin masuk ke kamar Zizi.

“Silahkan, Pak.” Semuanya ikut pergi ke atas. Mereka melihat kamar Zizi yang terlihat baik-baik saja, tidak ada yang aneh.

Polisi mulai melakukan penyelidikan, mereka mencari hal yang mungkin bisa menjadi petujuk hilangnya Zizi. Kamar bocah enam tahun itu didominasi warna merah muda. Mulai dari dinding hingga meja riasnya. Piano kecil yang sering ia mainkan terus dilihat oleh Nadya. Entah sampai dimana kemahiran Zizi memainkannya.

Polisi tetap mencari, sampai dia menemukan sebuah buku dengan gambar-gambar yang sedikit di luar dugaan.

“Bu,” panggilnya, Nadya mendekati Dito.

Mata Nadya membola melihat buku gambar Zizi. Raut wajahnya antara bingung dan sedih.

“Ada apa?” tanya Emir. Nadya mempertontonkan buku gambar putrinya. Setiap gambar di sana menggambarkan banyak suasana di keluarga dan sekolah Zizi. Dalam gambar itu, Zizi selalu mencoret wajah Nadya, beberapa kali Papinya pun ikut dicoret olehnya.

Baik Emir maupun Nadya sama-sama terkejut. Mereka bahkan tidak tahu perasaan macam apa yang dimiliki putrinya sampai mencoret-coret secara teratur pada gambar diri mereka.

“Apakah sesuatu terjadi sebelumnya antara kalian dengan Zizi? Mungkin gadis itu memiliki masalah serius dengan Ibu atau Bapak?”

Nadya menggeleng. “Sikap kami seperti biasanya, Pak.”

Polisi meneliti ruangan ini. Begitu banyak barang bertebaran. Rata-rata dari mereka adalah boneka. Benda itu bertebaran di mana-mana. Di atas piano, di meja belajarnya, di meja riasnya, di atas lemari, di atas kasur merah muda gadis itu. Bahkan di bawah juga ada.

Pernak pernik perhiasan pun menghiasi ruangan ini. Bocah kecil itu memiliki banyak sekali barang.

“Apakah menurut ibu ada yang aneh di ruangan ini selain buku itu?” tanya Deni berusaha mencari tahu perkara aneh sebelum penculikan terjadi.

“Aneh?” tanya Emir tidak mengerti. Bagian mana yang terlihat aneh?

“Iya, apakah ada barang tertentu yang mungkin asing dari pandangan kalian? Mungkin Zizi membawanya dari luar. Ada begitu banyak barang di sini, kalian berdua yakin semua itu dari kalian?”

Nadya hanya bisa diam, ia bahkan lupa mana saja di dalam kamar ini yang menjadi milik Zizi hasil pemberiannya. Emir menggeleng kaku. “Saya tidak ingat mana saja yang kami berikan pada Zizi, Pak. Apakah mungkin ada orang luar yang membelikan Zizi sesuatu? Mungkinkah dia yang menculik putriku?”

“Kami tidak bisa menuduh tanpa ada bukti, Pak. Kami belum bisa menyimpulkan apa pun dari kamar ini terkait penculikannya.”

Nadya larut dalam fikirannya. Dia tahu dia dan Zizi jarang sekali bercerita satu sama lain. Apalagi sejak Lula berada di rumah ini. Kehangatan cinta kasihnya lebih kepada Haikal si kakak.

Di samping Nadya, Emir juga larut dalam fikirannya. Dia sangat cemas, kalau Cuma minta tebusan bisa diusahakan, tetapi kalau penculiknya mengambil yang lain, misal ginjal atau mata Zizi? Ah, Emir jadi merinding dan panic.

Nadya dan Emir sama-sama mengangguk dengan ragu.

“Siapa yang mengurus Zizi?” Kedua polisi itu tahu bahwa orang tua seperti ini tidak memiliki banyak waktu, buku putrinya sendiri saja mereka tidak bisa melihat detilnya sudah seburuk ini.

“Lula?” panggil Emir.

“Ha?” Raut bingung ditunjukan oleh perempuan muda itu, dia mendekati mereka bertiga dan menghadap polisi.

“Apakah ada yang aneh dengan sikap Zizi akhir-akhir ini?”

“Saya baru bekerja di sini empat bulan yang lalu, saya ....” Lula menelan salivanya perlahan. “Saya tidak tahu apa pun mengenai perubahannya. Dia terlihat baik-baik saja.”

Lula menghindari tatapan polisi, dia terlihat sedih dan kacau. Wajah lelah setelah mencari Zizi berjam-jam pun masih terlihat kentara.

“Lalu bagaimana dengan gambar itu?” tunjuk polisi menuju buku gambar yang dipegang Nadya.

Nadya membukanya kembali, dia tidak kuat melihat isinya. Tanpa melihat Lula, Nadya memberikan buku gambar itu. “Lula, kau tak pernah menceritakan ini kepada saya? Apa saja yang kau laporkan selama ini?”

“Bu, saya-“

“Apakah Ibu mengerti kebiasaan Zizi akhir-akhir ini yang menurut Ibu aneh?” tanya polisi menginterupsi.

Lula hanya bisa menunduk dan menggeleng. Dia menarik napasnya panjang dan menghembuskannya perlahan, dia melihat setiap gambar yang diberikan Nadya padanya. Dahinya mengkerut. Dia tahu keaktifan Zizi begitu berlebihan.

“Lula?”

“Iya Bu?” Lula menghadap pada Nadya kembali. “Kau yakin tidak ada yang aneh dengan Zizi?”

“Tidak, Bu. Sa-saya yakin. Dia sering menekan tuts piano itu setiap kali saya merias rambutnya. Dia lebih sering bermain dengan buku gambarnya. Bapak bisa lihat gambar di buku-buku itu. Saya hanya melihat Zizi menggambar di sana, saya tidak pernah melihatnya mencoret gambarnya sendiri.”

“Kau!” Nadya tak menyangka dia mempekerjakan orang bergelar yang bodoh. “Bagaimana itu bisa keluar dari koridor pengawasanmu?”

Sang polisi menatap curiga pada Lula. Keduanya berusaha menayakan beberapa hal tentang kebiasaan Zizi. Sedari pagi sampai tidur kembali. Lula selalu tidur di kamar sebelah, dia meninggalkan Zizi setelah dirinya terlelap tidur dan kembali ke mari sebelum Zizi bangun.

“Jadi kau yakin Zizi tidak lepas dari pengawasanmu?” Polisi itu bertanya sekali lagi. entah berapa kali mereka berniat mengulang pertanyaan ini.

“Saya yakin, Pak.” Makin ke sini, jawaban itu semakin tegas dan meyakinkan. Polisi mengangguk mengerti.

Dari luar pintu sepasang suami isteri sudah berumur datang, mereka berhenti di ambang dan memandang sendu ruangan merah muda ini. Keduanya langsung bergegas ke rumah Emir selepas mendengar berita penculikan cucunya.

“Apa cucuku benar-benar hilang? Bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang kalian lakukan di rumah ini?” tanya Mertua Emir. Malik segera berjalan mendekati mereka. “Apakah ada perkembangan?” tanyanya sekali lagi. Wajahnya gusar dan begitu sedih.

Emir menggeleng sebagai jawaban.

“Boleh saya bertanya, Pak?” Polisi berusaha menemukan data dari kedua orng tua ini.

“Ada apa?”

“Apakah ada yang aneh dengan kamar ini? Mungkin bapak dan ibu mengerti mana saja yang terlihat aneh dari benda-benda di sini?”

“Kau polisi?” tanya Malik gusar. Raut sedihnya berubah menjadi kepasrahan pada polisi itu.

“Iya.”

“Bagaimana kau menanyakan hal itu pada saya? Apakah kau tidak berniat menyelidiki ruangan ini sendiri? Mengapa pula harus kamarnya? Cucuku tidak pernah berbuat aneh di sini!”

Sang istri mengelus bahu Malik. Keduanya berusaha tenang meski raut sedih tidak bisa hilang dari wajah mereka.

Polisi itu mendatangi Emir. Dia memandang lelaki itu dengan pandangan anehnya. Beberapa waktu berlalu, Pak Polisi langsung berujar, “Saya akan mencoba yang terbaik untuk menemukan putri kalian. Mohon kerja sama kalian dalam penyelidikan kali ini. Kemungkinan Zizi pergi belum diketahui secara pasti. Mungkin Bapak atau Ibu memiliki musuh yang kemungkinan besar mengerti betul keadaan Zizi.”

“Mungkinkan ada hubungannya sama partai politik?” tanya Nadya tak yakin.

“Mungkin benar, Bu. Beberapa orang penting sudah menyiarkan beberapa orang yang kemungkinan besar akan dipilih presiden menjadi menteri di masa jabatannya ini. Bapak Emir bukankah yang paling disorot?”

“Iya, Pak. Partai kami sangat bersemangat dalam menunjukan prestasi saya. Kami berharap Presiden memilih saya pada posisi itu di masa jabatannya.”

“Kandidat terkuat setelah bapak kemungkinan besar menjadi orang yang tertuduh dalam kasus ini. Kami tidak bisa menginterogasi tanpa bukti, bapak bisa menunggu pencarian kami terlebih dahulu beberapa waktu ke depan.”

“Saya harap perkembangan penyelidikan bisa cepat.” Pikiran Emir berkelana ke mana-mana. Dia pun memikirkan Tony—kandidat yang menjadi saingannya saat ini. Bukan bersaing untuk menjadi menteri tetapi sebagai pengurus utama partai. Apakah mungkin dia tersangkanya?

Akhirnya Dito dan Deni permisi undur diri terlebih dahulu. Malam sudah larut ketika polisi keluar dari kediaman Emir Sulaiman itu.

Nadya dan Emir tidak bisa berbuat apa pun. Polisi tidak menemukan satu bukti dari kamar ini. Mungkin juga salah satu dari anggota rumah inilah yang menjadi tersangka.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel