Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Kecurigaan Nadya

Bab 14 Kecurigaan Nadya

Keheningan terjadi beberapa menit sebelum akhirnya Radit mengambil kopi hitamnya dan menyeruput itu perlahan. Diliriknya wanita yang sudah tidak muda, tetapi masih terlihat cantik itu. Dia tidak tertarik, banyak perempuan cantik yang mengejarnya. Hanya saja cukup penasaran, pasti ada hal lain yang membuat Nadya selalu mencurigai Emir berselingkuh dengan rekan kerjanya, Ema.

Nadya sendiri merasa gugup. Dia jarang berbagi, entah untuk apa informasi ini. Melihat keprofesionalan Radit, Nadya tahu bahwa Radit tidak mungkin bertindak picik dengan menyebarluaskan aib keluarganya. Dia hanya berharap apa yang ia sampaikan saat ini bisa membantu orang itu untuk menemukan putrinya.

Radit berdehem sebentar. Kemudian mengalihkan perhatian seutuhnya pada Nadya. “Lantas bagaimana dulu Ibu bertemu dengan Bapak? Mengapa Ibu cukup yakin mereka berselingkuh. Bukankah itu hanya masalah cinta pertama saja? Bukankah itu hanya perasaan Ibu saja?”

“Saya cukup punya mata dan telinga. Saya yakin Emir tak memandang saya sebagai wanitanya. Cara dia menatap, cara dia bersikap. Saya cukup tahu diri bahwa suami saya merasa tidak puas dengan apa yang saya punya.”

Radit sedikit terkekeh. Dia rasa ada yang janggal di sini, Nadya itu perempuan cantik, kaya raya, tubuh proporsional, pintar memilah dan memilih style juga berdandan. Kurang apa coba? Sikapnya juga cukup baik. Nadya itu berwibawa dan tidak memalukan. Apa yang membuat perempuan itu merasa sedemikian rendah diri dari orang lain.

Radit mengangguk-angguk saja, dia juga tidak mau terlihat meremehkan perempuan di depannya. Dilihat dari sudut matanya, Nadya cukup jujur selama menjawab pertanyannya. Dia juga cukup emosional, Radit harus memilah ulang nanti. Mana yang berupa fakta terkait data yang harus ia selidiki lebih lanjut untuk kasus Zizi dan mana yang merupakan opini pribadi dari luapan emosi dan fakta fakta konyol yang tidak berarti apa-apa untuk kasus ini.

Radit tersenyum melihat wajah sebal Nadya yang disembunyikan seapik mungkin. Dia cukup pintar menghormati orang lain ternyata. “Mengapa pula Ibu merasa Bapak Emir seperti itu? Apakah ada kaitannya dengan masa lalu Ibu?”

“Tidak, ini kisah kami berdua. Tidak ada kaitannya dengan masa lalu?”

“Baiklah. Tidak masalah. Bu Nadya kalau boleh tahu dulu alumni mana Bu?”

“Salah satu universitas swasta di daerah ini. Itu bukan universitas yang cukup terkenal di negeri ini.”

“Oh Ya?”

Nadya tampak canggung, tetapi dia mengangguk. “Bapak Emir di Universitas Indonesia?”

“Iya, dia satu fakultas dengan Ema.”

Radit mengangguk lagi, satu masalah ini yang menjadi kesenjangan hubungan mereka. Sikap tidak percaya diri milik Nadya membuat dia semakin rendah bahkan dari latar belakang pendidikan saja. Emir dan Ema dari Universitas ternama di negeri ini, sedangkan dirinya berasal dari universitas swasta yang memiliki kemungkinan besar bukan universitas unggulan.

Untungnya perempuan ini masih terlihat oke jika dipandang dari kacamata orang lain. Hubungan dan keharmonisan mereka juga cukup terkenal, inilah yang membuat Emir naik. Radit hanya bisa menggeleng singkat. Bagaimana publik tahu cerita di belakangnya, pastilah ini cukup merugikan bagi karir Emir.

“Kita santai aja ya, Bu. Mohon maaf, Ibu masih bisa ngobrol sama saya sekarang?”

Nadya memandang jam di tangannya dan mengangguk. “Iya, santai aja. Mungkin dari sini bisa dapat petunjuk?”

Pikirannya Nadya cukup terbuka. Sedari awal dia juga tidak tahu mana bagian penting untuk kasus Zizi. Namun, ia cukup percaya dengan kredibilitas dan kemampuan orang di depannya. Itulah yang membuatnya memiliki afirmasi kuat untuk menjawab jujur semuanya tanpa beban selain dari tatapan Radit yang memang menggiring kejujuran mulutnya.

“Kalau begitu bagaimana dengan teman teman Ibu dahulu? Masih sering bertemu dan cukup dekat?”

“Kebanyakan dari mereka menjadi rekan kerja.”

“Oh iya? Ibu memiliki sahabat dekat? Yang mungkin juga dekat dengan Zizi?”

Nadya menggeleng. “Teman saya cukup banyak, apalagi dari kampus.’

“Kalau boleh saya tahu, kampus mana itu?”

Nadya menyebut nama kampusnya. Radit memandang Nadya lama, dia tidak banyak tahu tentang universitas tersebut, tetapi beberapa alumni di SMAnya dahulu juga pernah di sana. Pergaulan di Universitas itu cukup terbuka, westernisasi di sana juga lebih tinggi dari kampus-kampus lainnya. Radit dapat satu lagi informasi yang membuat Nadya kurang percaya diri. Lingkungan masa lalunya cukup buruk. Meski tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan itu berkelakuan baik, tetapi mendengar kata tak puas dari mulutnya Radit bisa berpikir jauh bahwa perempuan itu tak gadis lagi ketika dia menikah dengan dengan Emir,

Hal demikian sudah sering terjadi, mungkin bahkan orang-orang yang masih tersegel dianggap tidak normal. Radit menghela napasnya lirih, berusaha tak membuat perempuan di depannya ini tersinggung langsung dengan sikapnya.

Tidak banyak yang tahu tentang prestasi dan akreditasi universitas itu, tetapi banyak yang tahu tentang lingkungan dan cara pergaulan mereka di sana. Apakah Emir yang katanya tak puas itu yakin memilih Nadya karena cinta? Seharusnya perkenalan mereka tidak membuatnya salah pilih dan tahu konsekuensi dan peluang ke depannya bagaimana.

“Emir dan diri Ibu hanya mengenal tiga bulan benar?”

“Benar.”

“Apakah kalian intens bertemu?”

Nayda hanya menunduk malu. “Emir lebih dekat dengan Papa waktu itu. Papa sangat mendukung kinerja Emir di partai politik. Dia juga yang membantu mati-matian Emir agar terus maju dan berprestasi seperti sekarang. Jadi prestasi Emir sekarang tak lepas dari sumbangsih Papa.”

Mungkin Emir tak tahu perihal lingkungan Nadya yang sebenarnya? Itu yang sedikit disimpulkan oleh Radit.

Nadya menggaruk tengkuknya meski tak gatal. Apakah lelaki di depannya bisa menyimpulkan dari dialog dingkat ini. Dia mungkin sudah tahu, Nadya tidak perawan lagi saat bersama Emir. Dia membuat kecewa suaminya saat malam pertama. Meski Haikal menjadi penawar bagi keduanya, tetap saja sorot mata Emir sangat berbeda dari waktu ke waktu, Sudahlah sejak awal Nadya yang mengejar Emir, sekarang dengan tak tahu dirinya, Nadya justru memberikan hal yang berbau bekas pada lelaki itu. Padahal jika ditilik dari fisik dan latar belakangnya, Emir bisa mendapatkan hak yang lebih baik, jauh lebih baik dari dirinya.

Kekecewaaan itulah yang membuat dirinya meratapi nasib dan selalu merasa rendah diri. Dia selalu takut dengan Emir yang nantinya bisa saja meninggalkan dia sendiri. Membalas dendam dan melakukan hal yang sama dengan wanita lain agar impas. Agar tak berat sebelah, agar sama sama kecewa. Itu yang membuat diri Nadya takut.

Dia tak pernah memiliki torehan prestasi yang bagus. Bahkan butik terkenalnya saat ini adalah dari dukungan Papanya, modal Papanya dan eksekusi pertama dari butik itu hingga maju sampai saat ini juga berkat Papanya—Malik. Begitulah bisnis Nadya.

“Baiklah lupakan hal yang mungkin sulit untukmu, benar?”

Nadya hanya bisa terkekeh. Sorot matanya masih terlihat sendu memikirkan banyak hal.

“Sudah saya katakan lupakan saja, bagaimana dengan karir Ibu? Bukankah Ibu Nadya selalu cemerlang dengan desain baju Ibu tiap tahunnya? Karir Ibu tentunya dibangun dengan sangat kuat sedari awal agar bisa sebaik ini? “

Nadya terkekeh pelan. Dia menatap Radit penuh kekaguman. Lelaki ini pintar sekali mengoreksi. Ucapan sedikit saja sudah mempu membuat dia menyimpulkan banyak hal. Meski terlalu bingung apa kaitannya dengan Zizi, mungkin Radit menggunakan pendekatan emosional untuk menarik kesimpulan siapa pelaku dari penculikannya.

“Awal merintis tentu saja dengan bantuan Papa, jalinan relasi Papa sangat bagus dan banyak, modal yang Papa berikan juga ngga bisa dibilang sedikit. Saya cukup terbantu hingga melejit waktu itu dan sampai sekarang semuanya stabil cenderung naik.”

“Itu cukup bagus, Bapak Malik cukup baik untuk mendukung karir keluarganya. Mulai dari Anda sendiri sebagai putrinya dan juga calon menantu waktu itu yang memang benar benar menjadi menantu saat ini.”

“Papa tentu tahu bagaimana keuntungan yang ia dapat setelah banyak berkorban seperti itu.”

“Lantas itu juga membuat Ibu merasa tidak percaya diri? Karena mungkin prestasi yang selalu Ibu terima adalah bantuan dari Bapak Malik?”

Nadya tersenyum singkat dengan pertanyaan itu. Dia memandang jauh keluar, entah ke mana fikiran itu berlabuh sekarang.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel