Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6

Di gedung Lee, Elzio menyamar jadi staf kebersihan. Ia memakai pakaian seorang petugas kebersihan yang saat ini sudah tidak sadarkan diri. Elzio mengurung petugas itu di gudang.

Elzio mendorong trolly berisi peralatan kebersihan.

"Hey! Kau!" Seseorang memanggil Elzio, dengan tenang Zio menghadap ke orang tadi. Ia sudah mengenakan masker jadi tak masalah jika ia berhadapan langsung dengan wanita yang memanggilnya.

"Ya, Bu Valen." Elzio menyebut nama wanita yang menggunakan name tag Valensia Audrey.

"Bersihkan ruangan, Bu Victoria." Perintah Valen.

Kebetulan sekali, Elzio memang berurusan dengan Victoria. "Baik, Bu." Elzio memberi hormat lalu segera melangkah menuju ke lift khusus pegawai. Elzio sudah menghafal letak-letak ruangan di gedung itu. Marcell yang sudah memberikan informasi itu.

Ia mengetuk pintu ruangan Victoria. "Bu, saya petugas kebersihan." Elzio memberitahu kedatangannya.

"Masuk."

Elzio segera masuk setelah mendapatkan izin dari Victoria. Mata Elzio melihat ke arah Victoria sekilas, dan benar wanita itu adalah targetnya.

"Bersihkan bekas tumpahan air itu!" Perintah Victoria.

"Baik, Bu." Elzio bergerak ke arah yang Victoria tunjuk namun bukan untuk mengelap tumpahan air tapi untuk menembak kepala Victoria. Pistol Elzio memiliki peredam suara jadi tak ada suara tembakan yang terdengar dari ruangan itu.

"Selesai." Elzio sudah menyelesaikan misinya. Ia segera keluar dari ruangan Victoria, mendorong troly dan segera mengganti pakaiannya kembali.

Membunuh benar-benar mudah untuk Elzio, tangannya benar-benar sudah terlatih untuk membinasakan orang.

♥♥

Berita kematian Victoria menjadi berita paling utama yang diberitakan oleh siaran pertelevisian.

Marcell dan Elzio juga salah satu orang yang melihat berita itu. Bukan untuk melihat apakah polisi menemukan jejak tapi untuk merayakan keberhasilan mereka.

"Kapan kau akan berhenti membunuh orang, Zio?" Marcell menanyakan hal yang sudah beberapa kali ia tanyakan.

"Entahlah, aku terlalu menyukai dunia seperti ini. Menjadi malaikat pencabut nyawa, wah, bukankah itu keren?" Elzio membanggakan keburukannya. Membunuh adalah dosa, Elzio tahu itu. Tapi kalau dia memikirkan dosa maka dia tak akan pernah sampai pada titik ini. Jika ia memikirkan dosa maka pasti ia tak akan keluar dari kubangan lumpur di pinggir kota kecil tempatnya lahir.

"Club malam yang kau beli sudah mulai berjalan, aku rasa bisnis itu cukup untuk kehidupanmu." Marcell ingin sekali Elzio berhenti, ia mengkhawatirkan keselamatan Elzio. Apa yang mereka hasilkan saat ini sudah cukup untuk kehidupan mereka ke depannya. "Dengar, sudah cukup kita merugikan orang lain. Banyak orang yang sudah kehilangan karena kita."

"Kau sentimentil sekali, Marcell." Elzio mencibir Marcell. "Mengkhawatirkan aku, heh?"

"Zio, kita harus hidup normal. Pekerjaanmu  berbahaya, kita masih bisa mencuri data tanpa membunuh. Uang kita juga sudah banyak."

Elzio bangkit dari sofa. Ia menepuk pelan bahu Marcell. "Akan aku pikirkan." Zio melangkah meninggalkan Marcell.

"Semoga kau memikirkannya dengan baik, Zio." Marcell bersuara pelan. Banyak harapan yang ia gantungkan pada Zio. Berharap kalau tangan Zio akan berhenti dibasahi oleh darah. Berharap kalau tak ada lagi yang tewas karena Zio. Berharap bahwa Zio bisa hidup dengan normal.

Elzio duduk di kursi kebesarannya, memejamkan mata dan memikirkan baik-baik ucapan Marcell.

"Berhenti membunuh?" Dia bertanya pada dirinya sendiri. "Apa bisa?" Bukan uang yang Elzio pikirkan tapi naluri pembunuhnya yang haus darah. Membunuh adalah cara menyalurkan emosi yang tak pernah Elzio perlihatkan. Segala kesedihan, kemarahan bertumpu pada tangannya. Tangan yang sering mengakhiri nyawa orang lain.

"Baiklah, Zio. Mari kita coba, menjadi manusia yang lebih baik. Ya, itu terdengar seperti lelucon tapi untuk menyenangkan Marcell mari kita coba." Elzio memutuskan untuk mengikuti jalan Marcell. Mereka sudah membeli 3 club malam dengan harga yang cukup murah. Mereka juga sudah merenovasi club itu menjadi berkali lipat lebih baik dari sebelumnya.

Setelah cukup berpikir, Zio keluar dari ruang kerjanya. Melangkah menuju ke kamarnya untuk segera tidur. Hari sudah terlalu larut, bahkan berpikir membuatnya tak merasa kalau sudah banyak waktu yang dia lewatkan.

Di atas ranjangnya Azora sudah terlelap. Wanita itu tidak mencoba kabur sama sekali. Seperti malam kemarin, Elzio kembali tidur di sofa. Ia sedang tak berminat menyentuh Azora. Ada waktunya untuk melakukan hal itu dan waktu itu bukan sekarang.

♥♥

Elzio, Azora dan Marcell sedang menikmati sarapan mereka. Suasana disana hening, 3 orang itu sama-sama bukan tipe orang yang suka makan sambil bicara. Sesekali mata Marcell melihat ke Azora dan Elzio, ia merasa ada kecocokan diantara dua orang itu. Sama-sama dingin, irit bicara dan punya tatapan mata yang tajam. Marcell tidak menampik kalau dirinya juga tipe manusia kutub hanya saja dua orang di dekatnya itu lebih dingin daripada dirinya.

"Marcell, kita berburu hari ini. Sudah lama sekali aku tidak berburu." sarapan sudah selesai, Elzio memulai percakapannya dengan Marcell.

"Ah, benar. Aku juga merindukan perburuan." Marcell menyetujui ajakan Elzio. Biasanya Elzio dan Marcell berburu 3 bulan sekali namun sudah 9 bulan ini mereka tidak berburu karena pekerjaan yang sudah menunggu mereka.

"Zora, kau mau ikut dengan kami atau tetap di rumah??" Elzio beralih ke Azora.

Berdiam diri di rumah bukanlah kebiasaan Azora. "Aku ikut." dia memilih untuk ikut.

"Jangan merengek minta pulang, perburuan kami berbahaya." Marcell meremehkan Azora.

Azora tak menjawabi ucapan Marcell, dia hanya menatap tanpa minat saja.

"Sekarang kita siap-siap." Elzio bangkit dari tempat duduknya. Marcell dan Azora juga bangkit dari tempat duduk mereka.

"Gunakan pakaian yang membuatmu nyaman." Elzio tidak sedang memerintah, dia sedang memberi saran saja. "Kau sudah pernah berburu sebelumnya?" Zio memiringkan wajahnya menghadap ke Zora.

"Belum." Azora tinggal di kota besar dan lagi dia mengurus bisnis yang besar jadi mana sempat dia berburu.

"Bagus, ini akan jadi pengalaman pertamamu." Zio membuka pintu kamarnya, masuk ke sana disusul oleh Azora.

Mereka mengganti pakaian mereka. Zio di walk in closet sementar Zora di kamar mandi.

♥♥

"Zio. Singa." Marcell menunjuk ke 5 meter di sebelah kiri Zio. Seekor singa tengah menatap tajam ke arah Zio. Buruan Zio bukanlah singa, ia hanya berburu rusa, kancil atau landak.

Elzio tak menghiraukan si singa yang sedang kelaparan, dia meneruskan langkahnya. Zio tak mengusik singa itu maka harusnya singa itu juga tak mengusiknya.

"ELZIO, AWAS!" Marcell berteriak saat singa tadi melompat ke arah Zio.

Singa tadi terkapar di tanah, darahnya membasahi rerumputan, mengubah hijau rumput dengan merah darah.

Elzio tersenyum kecil melihat Azora yang bajunya terkena noda darah singa. "Aku tidak minta kau selamatkan, Zora."

"Kenapa? apa aku melukai harga dirimu? Jangan berpikir terlalu jauh, aku hanya mengikuti instingku saja. Singa itu bisa melukaiku jika aku tak membunuhnya segera." Zora menjawabi ucapan Elzio, seharusnya bukan kalimat itu yang Zio katakan namun Zora tidak butuh ucapan terimakasih.

"Aku sepertinya meremehkanmu." Marcell menyesali ucapannya tadi. Ia melihat langsung bagaimana Azora melangkah dan menusukan pisau ke leher si singa. Apa ada wanita yang seberani Azora?

Azora lagi-lagi tak menjawabi Marcell, dia hanya melangkah melewati Marcell. Azora tidak suka dengan orang yang meremehkannya. Ia ingin sekali membunuh Marcell tapi dia tidak ingin Elzio membatalkan kesepakatan.

"Wanita itu terbuat dari apa? Benar-benar mengerikan." Marcell menatap punggung Azora yang beberapa meter di depannya.

"Aku sudah memberitahumu kalau kau pasti akan terkejut dengan kemampuan beladirinya. Dia bukan wanita biasa, Marcell." Elzio menepuk pundak Marcell lalu meneruskan langkahnya.

           Perburuan mereka kali ini tidak membuahkan hasil dengan kata lain mereka kembali dengan tangan kosong. Sepertinya para penghuni hutan tahu kedatangan mereka jadi tak ada yang berani muncul.

♥♥

Keringat mengalir dari punggung Elzio, waktu menyentuh Azora adalah malam ini. Malam terakhir Azora berada di kediamannya, seperti yang sudah disepakati Azora akan bebas besok pagi.

Tentang keperawanan yang diucapkan oleh Azora sudah dibuktikan oleh Elzio. Secara tidak sadar ada beberapa hal pertama yang sudah Elzio berikan pada Azora. Pria pertama yang mengalahkan Azora, berburu untuk yang pertama kalinya dan pria pertama yang menyentuh kulit mulusnya.

Elzio terus bergerak memompa Azora, tak ada yang mereka tahan. Menikmati setiap rimte dan mengeluarkan gairah mereka. Pengalaman pertama Azora tidak buruk karena yang memberinya sentuhan adalah pria perkasa yang mengerti betul bagaimana memuasakan dirinya dan pasangan sexnya. Elzio memberikan sentuhan yang membuatnya merasa terbakar gairah.

Kuku-kuku indah milik Azora menggores punggung Elzio kala desakan Elzio memenuhi kewanitaannya. Desahan terdengar jelas dari bibirnya. Desahan yang membuat Elzio semakin mendesak untuk mendapatkan desahan yang lebih lagi.

Ada aturan dalam setiap permainan yang Elzio buat, jelas bukan Azora yang memimpin karena disini Elzio yang membuat peraturan. Tak ada kekerasan, hanya saja yang memegang kendali adalah Elzio. Saat Elzio mengatakan Azora untuk bergerak maka Azora harus bergerak, saat Elzio mengatan Azora harus diam maka Azora harus diam. Tak ada kebebasan yang Elzio berikan pada Azora dalam permainan ini namun Azora tak melawan, ia mendapatkan kepuasan yang lebih dari memuaskan karena permainan Elzio.

Permainan yang terakhir sudah selesai, Elzio melepaskan tangan Azora yang ia ikat, membuka penutup mata yang ia gunakan untuk menutup mata Azora. Mata tajam nan indah itu kini menatap Elzio, masih tatapan yang sama dengan arti yang tak bisa dibaca sama sekali.

"Bersihkan tubuhmu dan istirahat, besok aku akan mengantarmu keluar dari tempat ini." Elzio turun dari ranjang, mengenakan kembali pakaian santai yang ia kenakan tadi.

"Kau tidak perlu tidur di sofa lagi, ranjang ini milikmu bukan milikku." Azora bersuara saat Elzio membalik tubuhnya.

"Tak ada yang bisa mengatur hidupku, aku akan tidur dimanapun aku mau. Jangan pikir aku tidak tidur di ranjang karena memikirkanmu, aku tidak biasa tidur dengan orang lain." Bahkan setelah menyatuhakn tubuhnya Elzio masih tak bisa tidur dengan orang lain di ranjangnya. Bukan Azora saja, Bellvina juga sama. Meski sudah berulang kali bercinta dengan Bellvina, Elzio masih saja tidak bisa terlelap jika Bellvina tidur disebelahnya baik itu diranjangnya ataupun di ranjang milik Bellvina sendiri. Elzio lebih suka tidur sendiri.

"Terserah kau saja." Azora masa bodoh. Ia segera meraih jubah tidurnya lalu bangkit dari ranjang. Ia harus membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel