4
"Elzio, kenapa kau membawanya kemari?" Marcell menatap Elzio tidak mengerti. Rekan kerja sekaligus sahabatnya itu tidak pernah membawa target mereka ke tempat tinggal mereka.
"Bagaimana ini, Cell? Dia lebih berguna kalau dia hidup." Elzio memasang wajah menyayangkannya.
"Kau menyukai wanita ini?" Marcell menebak cepat.
Elzio mengerutkan keningnya. "Dia lawan yang benar-benar handal, Marcell. Kau harus mencoba bertarung dengannya sesekali." Jawaban itu tak menjawab pertanyaan Marcel sama sekali.
"Jika dia tidak mati kita tidak akan dapat bayaran, Elzio. Mereka juga akan menilai kinerja kita." Marcell mengikut langkah Elzio, pria itu melangkah menuju ke kamarnya.
"Satu kali membuat kesalahan juga tidak masalah, Marcell. Kita bisa mengatakan kalau kita sudah melenyapkannya karena dia tidak akan muncul lagi. Buat skenario jika dia sudah aku lenyapkan. Aku tahu kau bisa mengurusnya."
Marcell tak pernah melihat Elzio seperti ini tapi ia tidak akan menentang Elzio karena Marcell sudah meyakini kalau wanita yang sekarang sudah terbaring di ranjang itu sudah membuat temannya tertarik.
"Baiklah,"
"Ah, mobilnya berada di danau pinggir kota. Kau bisa buat skenario dengan mobil itu." seru Elzio.
Marcell tak menjawabi ucapan Elzio, dia meninggalkan Elzio untuk segera mengurus apa yang Elzio katakan.
♥♥
Razel dan Ruby tak terpengaruh oleh mobil Azora yang ditemukan di jurang dalam keadaan hangus terbakar. Bukan mereka tak mencemasi Zora namun mereka berdua memegang teguh ucapan Zora. Selagi mayatnya belum ditemukan maka yakinlah dia belum mati. Zora menanamkan itu pada dua orang kepercayaannya.
Zora sudah memikirkan tentang kemungkinan hal buruk akan terjadi padanya oleh karena itu dia mengatakan pada Razel dan Ruby agar dua orang itu menjaga tempat Zora. Menjaga tempat itu sampai Zora kembali. Menjalankan perusahaan seakan tak terjadi apapun, terus menjalankan rencana-rencana yang telah disusun. Mungkin ada satu rencana yang akan gagal, menjadi ketua asosiasi tapi rencana lainnya masih tetap bisa berjalan. Dan jika memang benar terjadi hal buruk pada Zora, dia sudah menyiapkan wasiat yang dipegang oleh Razel. Harta kekayaannya akan jatuh pada Razel, Ruby dan orang-orang yang telah bekerja keras untuknya.
"Zora baik-baik saja, kan? Dia pasti masih hidup." Ruby merasakan hatinya yang mulai gundah.
"Apa kau pikir Zora akan mati semudah itu? Ingat, dia itu monster. Dia tidak akan mendahului kita. Bekerjalah sesuai yang sudah dia katakan pada kita. Jangan biarkan siapapun mengambil alih seluruh kekayaan Zora. Jangan biarkan itu berkurang 1 Sen pun." Razel selalu yakin pada Azora. Ia yakin kalau kematian itu tidak akan mendatangi Zora sebelum balas dendam Zora terlaksana.
"Benar, dia pasti masih hidup. Dia pasti akan kembali pada kita." Ruby mencoba untuk yakin.
"Retas semua jaringan CCTV jalan. Lihat melalui gps mobilnya, dimana titik mobilnya berhenti dan kita pasti akan menemukannya." Razel yakin kalau mereka pasti akan menemukan Azora.
"Baik." Ruby segera bangkit dari sofa, melangkah menuju ke komputernya untuk melacak jejak Azora.
"Tidak mungkin." Ruby bersuara setelah meretas jaringan.
"Ada apa?" Razel mendekat.
"Semua rekaman jalan yang Azora lewati dihapus tanpa bisa dikembalikan. Di taman juga begitu, tidak ada sedikitpun yang tersisa." jelas Ruby.
"Musuh kita kali ini cukup berat."
"Abraham? Damien?" Ruby menebak orang yang mungkin terlibat dalam kasus ini.
"Damien tidak mungkin melakukan itu. Dia sangat sayang pada karir politiknya, Azora memegang kartunya jadi mana mungkin dia berani. Kematian Zora berarti kematian karirnya." Razel menyingkirkan satu opsi. "Abraham, aku pikir dia juga tidak mungkin karena Zora sudah membuatnya menurut." Dia mematahkan yang satunya juga.
"Lalu siapa?"
"Kita akan mengetahuinya jika kita mencari lebih jauh." Razel harus mencari tahu lebih jelas. Ia harus mendapatkan banyak petunjuk untuk menetapkan siapa dalang dibalik semua yang telah terjadi.
Di kediaman Elzio, Azora baru saja terjaga. "Well, akhirnya putri tidur kita terjaga juga." suara itu membuat Zora duduk dan melihat ke arah sumber suara.
"Apa sebenarnya yang kau mau?" Azora bertanya lagi.
"Jangan menanyakan apa yang aku mau karena aku sendiri tidak tahu apa yang aku mau?" Elzio menutup majalah yang dia baca. Menatap Zora yang wajahnya selalu seperti itu seakan tak ada ekspresi lebih baik dari wajah kakunya itu.
"Aku tidak sedang bermain-main. Jika kau mau uang maka aku akan berikan berapapun yang kau mau."
Elzio tertawa kecil. "Awalnya memang karena uang tapi aku rasa kali ini aku tidak membutuhkan uang."
"Aku harus pergi dari sini. Aku memiliki pekerjaan yang harus aku urus." Zora turun dari ranjang.
Elzio bangkit dari sofa yang ia duduki dan melangkah menuju ke ranjang, "Kau tidak bisa pergi semaumu, Azora." Elzio mendorong Azora hingga terguling di ranjang lagi.
Azora mulai muak. Kenapa pria di depannya ini malah membuat masalah jadi rumit. Jika ingin membunuh maka tinggal bunuh, jika ingin uang maka dia akan berikan uang yang lebih banyak lagi. "Dengarkan aku baik-baik, untuk siapapun kau bekerja aku tidak peduli tapi aku bisa membayarmu 10 kali lipat dari yang dia berikan."
"Waw, itu artinya 10 juta Dollar." Elzio bersuara takjub.
Azora tersenyum tipis, ternyata harga kematiannya cukup mahal. "20 juta Dollar. Aku berikan itu padamu." tak tanggung-tanggung, Zora memberikan 20 kali lipat dari bayaran Elzio.
"Kau memang orang kaya, Zora. 20 juta Dollar bisa membuatku tak bekerja sepanjang hidupku. Tapi bagaimana ini? aku tidak pernah berniat berkhianat. Mau kau memberiku seluruh hartamupun aku tak akan melepaskanmu."
Sudahlah, Azora lelah. Dia malas berbicara lagi. Azora lebih memilih untuk kabur dari tempat itu. Ia harus kembali sebelum pemilihan kepala asosiasi.
"Aku beri kau kesempatan untuk kabur dari sini. Pergi sejauh yang kau bisa jangkau dalam waktu setengah jam. Tapi saat aku menemukanmu maka jangan pernah berpikir untuk pergi lagi karena aku sudah memberikanmu satu kesempatan." Elzio memberikan kesempatan bagi Azora untuk kabur.
"Kau pegang ucapanmu." Azora mana mungkin menyiakan kesempatan seperti ini. Asosiasi penting untuknya, ia harus menduduki puncak tertinggi itu.
"Aku pegang ucapanku. Kau perlu melihat apa yang kau pilih. Lihat dari balkon kamar." Elzio menunjuk ke balkon kamar.
Azora turun dari ranjang, melangkah tenang ke arah balkon dan melihat apa yang Elzio maksudkan. Apa Elzio pikir Azora akan menyerah pergi meskipun rumahnya berada di tengah hutan? Elzio harus mengenyahkan tawanya karena Azora bukan tipe wanita lemah seperti itu. Sekalipun itu lautan pasti akan dia sebrangi jika itu menyangkut dengan ambisinya.
Zora kembali ke dalam kamar, melangkah kearah pintu lalu berjalan mencari pintu keluar rumah Elzio.
"Kita lihat, sejauh mana dia akan pergi." Elzio meragukan Azora, mana mungkin Azora berani menembus hutan ditambah saat ini hari sudah jam 6 sore, hutan sudah gelap dan catat, banyak hewan buas yang bisa memangsa Zora kapanpun.
Azora sudah keluar dari rumah mewah yang diwariskan oleh si penyelamat Elzio di masa muda, dengan rasa takut yang tidak pernah menghinggapinya Azora melangkah memasuki hutan mencari jalan keluar di tempat itu.
"Kau biarkan dia kabur?" Marcell bertanya pada Elzio yang sudah mencapai anak tangga terakhir.
"Dia sedang melakukan percobaan. Biarkan saja dia berkeliling hutan." Elzio melangkah menuju ke sofa. Duduk disana lalu menyilangkan kakinya.
Marcell mengerutkan keningnya, ia mendekati Zio, berdiri di sebelah sofa. "Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan ini, Zio?"
"Bermain."
"Dia bisa mati di dalam hutan. Banyak hewan buas disana."
"Berarti misi kita selesai."
Marcell dibuat menganga oleh Elzio. Jika ingin membuat mati kenapa harus membawa wanita itu kemari?
"Terserah kau sajalah, kepalaku pusing." Marcell frustasi, ia meninggalkan Zio sendirian.
Elzio menyalakan televisi, mengganti-ganti chanel sesuka jarinya memencet remote.
"Sudah 30 menit." Elzio ternyata sudah memainkan remote televisi selama 30 menit. Kini sudah saatnya ia membawa kembali Azora. Elzio berpikir bahwa saat ini Azora pasti sudah berputar-putar mencari jalan keluar.
"Marcell, ayo kita temukan buruan kita." Zio mengajak Marcell untuk menemukan Azora.
Marcell mematikan komputernya, ia tak punya pilihan lain selain mengikuti Zio. "Sudah melepaskan kini menangkap. Aku tahu kau gila tapi aku tidak tahu kalau kau bagian psychopat." gerutu Marcell yang setengah hati mengikuti Zio.
Elzio tertawa kecil, ia lalu merangkul bahu Marcell yang sudah berada disebelahnya. "Sepertinya kau tidak benar-benar mengenalku, Cell. Sudah berapa lama kita bersama? 2 tahun? 5 tahun? atau 10 tahun?"
"Diamlah, kita harus menemukan wanita itu. Dia benar-benar akan mati kalau kita tidak menemukannya." Marcell malas memperpanjang debat mereka, Elzio bukan tipe orang yang mau mengalah. Mulutnya bisa menjawab seribu ucapan Marcell.
"Ya, kau benar." Elzio setuju. Mereka segera mencari Azora, hutan di sekitar rumah Elzio cukup luas namun Elzio hafal semua jalan yang ada disana. Dan Elzio yakin kalau saat ini Zora pasti sedang berada di jalan yang salah. Untuk mengecoh orang yang mungkin akan mengacau di kediamannya Elzio membuat sebuah tipuan. Ada sebuah jalan yang merupakan seperti jalan keluar namun itu bukan jalan sebenarnya karena jalan itu ujungnya adalah sebuah jurang. Sebenarnya keamanan yang dibuat oleh penghuni terdahulu sudah sangat baik namun Elzio memperbarui keamanan disana. Dia tidak menyewa orang untuk menjaga hanya menyiapkankan banyak jebakan disana.
Pemikiran Elzio salah, Azora tidak di temukan di sepanjang tepian jurang.
"Dan kita kehilangan wanita itu." Marcell mengeluarkan kekesalannya dengan sindiran yang baik.
"Belum, kita hanya belum menemukannya saja."
"Aku mulai lelah, Elzio. Cepat temukan wanitamu dan kembali ke rumah."
"Wanitamu? Apa itu maksudnya?" Elzio kembali masuk ke dalam mobilnya.
Marcell sudah duduk di kursi penumpang. "Pikirkan saja sendiri."
Elzio malas berpikir, ia melupakan apa yang Marcell katakan tadi. Ia melajukan mobilnya dan segera mencari Zora kembali.
"Kita berpisah disini, hubungi aku jika menemukan Azora." Elzio mematikan mesin mobilnya lalu turun dari mobilnya begitu juga dengan Marcell. Dengan penerangan dan peralatan yang sudah dia bawa, Elzio dan Marcell menjelajahi hutan dengan berjalan kaki.
Elzio mencari ke jalan keluar dari hutan, mungkin saja Azora melangkah ke sana.
"Waw, dia mendekati jalan keluar." Elzio melihat sosok Azora dari cahaya lampu senternya. "Well, aku menemukanmu, Azora." Elzio sudah mendekat ke Zora. Wanita itu tidak bergerak sama sekali. Elzio memegang bahu Zora saat wanita itu tak merespon ucapannya.
"Azora." Dia menggoyangkan tangan Zora, barang kali masih tersisa kesadaran dari wanita itu. Ia memeriksa denyut nadi Zora, masih ada denyut nadi itu artinya Azora hanya pingsan. "Bodoh." Elzio menggendong Azora. Ia menghubungi Marcell untuk membawa mobil ke jalan keluar hutan.