Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Hilang Arah

Dengan memasang wajah cemberut, Keyla memanyunkan bibirnya beberapa centimeter, hingga lelaki tampan itu terus mengejeknya.

"Keyla oh Keyla, kamu tidak berubah!"

Alex mengacak-acak rambut Keyla, hingga rambut gadis itu semakin berantakan.

"Mas, udah dong!"

Keyla palingkan wajahnya dari Alex, hingga lelaki tampan itu tersenyum melihat tingkah Keyla yang masih terlihat seperti gadis remaja.

"Maaf, maafin Mas ya!"

Alex memasang wajah mengiba sembari mengaitkan kedua tangannya, ia bersujud dan memohon maaf dengan tulus kepada Keyla.

Sungguh, sikap manisnya selalu membuat Keyla luluh hingga senyum mengembang terlukis di wajah Keyla.

"Gitu dong, kalau senyum gitu 'kan cantik," puji mas Alex.

Anehnya, tidak ada rasa canggung antara Keyla dan Alex ketika bertemu, padahal keduanya sudah tidak lagi saling bertemu dan tidak lagi saling berkomunikasi untuk waktu yang sangat lama.

"Key, apa yang terjadi kepadamu?"

Pertanyaan Alex seketika membuyarkan senyum Keyla, ia menunduk dengan wajah yang langsung berubah. Terbayang kembali oleh Keyla kejadian beberapa jam yang lalu, saat ia diusir dan direndahkan oleh suaminya.

Lagi dan lagi air mata mengalir membasahi pipi Keyla, namun ia segera menghapusnya, ia tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan.

Setelah menghapus air matanya, Keyla tersenyum kepada lelaki tampan yang ada di depannya itu.

"Mas, apa kamu telah menikah?"

Keyla menatap mata Alex dan untuk sesaat dua pasang bola mata kami saling berbicara. Ya, seperti bernostalgia pada cinta ketika masih di bangku kuliah.

"A-aku sudah menikah!" jawaban singkat namun terdengar bergetar akhirnya keluar dari lisan Alex, lelaki tampan mantan kekasih Keyla itu.

Mata Alex yang tadi menatap Keyla langsung ia palingkan, seolah ia tidak ingin lagi menjawab pertanyaan apa-apa dari wanita yang ada di depannya.

"Syukurlah kalau kamu sudah menikah, aku turut bahagia."

Entah apa yang terjadi pada diri Keyla, ada perasaan kecewa yang mengganggu di dada.

"Kamu sendiri bagaimana? Kamu sudah menikah juga 'kan, Keyla?"

Seperti sebuah anak panah yang terpelanting dan kembali kepadanya. Pertanyaan Alex membuat Keyla harus membohonginya. Sejujurnya, Keyla tidak ingin lelaki itu berbelas kasihan kepadanya jika ia tahu kalau Keyla baru saja ditalak oleh suaminya.

"Key, kamu sudah menikah 'kan?" tanya Alex sekali lagi.

Huft ....

Dengan menarik nafas panjang dan memberikan senyuman terbaik yang dipaksakan, Keyla mengangguk.

"Iya, Mas, aku telah menikah dan aku hidup sangat bahagia karena aku memiliki seorang suami yang teramat sangat mencintaiku."

Seperti seorang munafik, Keyla membohongi Alex dan dirinya sendiri. Ia mengatakan hal yang justru kebalikannya.

Miris!

Keyla bahkan dicampakkan oleh suami yang sangat ia cintai dan ia bangga-banggakan itu.

"Syukurlah, aku turut bahagia mendengarnya. Tapi kenapa kamu berkeliaran saat hujan keadaan hamil seperti ini? Dimana suamimu?"

Seolah tidak percaya dengan apa yang Keyla katakan, Alex menatap tubuh Keyla dari ujung rambut sampai ujung kaki.

'Hamil? Apa maksudnya? Aku bahkan divonis mandul oleh Dokter!' ucap Keyla di dalam hati.

Seperti sengatan listrik, pertanyaan Alex membuat Keyla kikuk, tapi untung saja otaknya bisa berpikir jernih.

"Suamiku sedang ke luar negeri untuk urusan bisnis."

Hanya itu kata-kata yang keluar dari lisan Keyla, perihal kehamilan yang dibicarakan Alex tidak terlalu ia pedulikan karena ia merasa lelaki itu hanya menebak saja.

"Lantas apa yang kamu lakukan di tengah hujan tanpa alas kaki? Apakah kamu diusir dari rumahmu?"

Seperti mengintrogasi, lelaki tampan itu terus menantang mata Keyla dengan beruntun pertanyaan yang dilontarkannya untuk Keyla.

"Mas, aku lelah, aku ingin tidur! Kamu boleh pergi karena sebentar lagi asisten suamiku pasti akan menjemput ku."

Keyla membaringkan lagi tubuhnya di ranjang rumah sakit. Ia balikkan badannya ke sisi lain yang berlawanan agar Alex tidak lagi membunuhnya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Andrean, lelaki jahat yang ingin ia lupakan.

"Baiklah, kamu istirahatlah!"

Keyla sangat tahu dan paham sekali kalau Alex adalah lelaki yang sangat sabar, ia tidak akan mendesak Keyla untuk sesuatu yang tidak ingin ia bahas, bahkan Alex akan menunggu sampai Keyla sendiri yang bercerita kepadanya.

Sebenarnya hati kecil Keyla sangat ingin sekali bercerita dan mengadu kepada Alex, namun saat ini Alex bukan lagi kekasih Keyla dan ia tidak mungkin membebani Alex dengan masalah rumah tangganya, apalagi lelaki itu juga telah menikah dan memiliki keluarga sendiri, jadi Keyla tidak ingin keberadaannya malah menjadi duri dan membuat Alex terganggu.

Kring ..., Kring ..., Kring ....

Terdengar oleh Keyla suara deringan ponsel Alex.

"Key, aku harus segera kembali ke kantor, nanti aku akan datang lagi kesini," ujar Alex yang terdengar tergesa-gesa.

Ya, Keyla sangat senang karena ini menjadi kesempatan untuknya bisa pergi dari rumah sakit ini agar tidak bertemu lagi dengan Alex.

Otak Keyla mulai berfikir, mencari jalan terbaik, setidaknya untuknya tinggal sendiri.

Dengan keyakinan penuh, akhirnya Keyla memutuskan untuk pergi dari rumah sakit ini. Ya, dengan gerakan sigap tanpa fikir panjang, Keyla bereaksi mencabut infus yang terpasang di tangannya, hingga ia merasakan kesakitan.

Namun, sakit yang ia rasakan di seluruh tubuhnya tidak sebanding dengan sakitnya hati dan perasaannya saat ini.

Dengan tertatih-tatih, ia melangkahkan kakinya menuju meja administrasi untuk melunasi biaya rumah sakit sebelum akhirnya ia meninggalkan rumah sakit ini.

"Mbak saya mau membayar tagihan rumah sakit saya."

Keyla mengulurkan sebuah kartu debit yang merupakan satu-satunya hartanya yang tersisa.

"Maaf, Mbak, untuk tagihan atas nama Ibu Keyla Salsabila sudah ditanggung, jadi tidak perlu di bayar lagi!"

Tidak heran, Keyla sangat tahu kalau semua ini adalah kerjaan Alex, lelaki itu memang selalu mengayominya layaknya seorang kakak kepada adik perempuannya. Namun, bagaimanapun Keyla berhutang budi kepada Alex dan ia berjanji akan membalasnya suatu hari nanti.

Keyla terus berjalan meninggalkan rumah sakit dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki. Keyla bahkan tidak peduli meski kakinya yang terluka saat ini tidak menggunakan alas kaki, karena yang terpenting baginya ia harus pergi sejauh mungkin dimana tidak ada lagi orang yang mengenalnya.

'Apa aku keluar kota saja?' batin Keyla.

Ya, akhirnya Keyla memutuskan untuk pergi ke stasiun bus.

Keyla tidak tahu ia akan pergi kemana, yang jelas dalam pikirannya sekarang ia harus pergi sejauh mungkin dimana tidak ada seorangpun yang mengenalinya.

Kring ..., Kring ..., Kring ....

Tiba-tiba ponsel Keyla berdering.

Dengan lemah dan tanpa semangat, ia mengangkat panggilan telepon itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Keyla Salsabila, kamu dimana? Aku akan akan mengantarkan surat ce-,"

Belum selesai Andrean mengatakan apa yang ingin ia sampaikan, Keyla memutuskan untuk mematikan ponselnya. Ia tidak ingin merusak hati dan pikirannya untuk seorang manusia biadab seperti Andrean.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel