Berteriak keras
Di ruangan empat kali lima itu tengah duduk pria bernama Aditya, yang tengah sibuk dengan pekerjaannya membuat semua laporan tentang kembalinya dalam dinas dan pendidikannya.
Tiga tahun di Yordania membuat dia benar-benar bersemangat untuk menjalani rumah tangga bersama Evi. Wanita yang dia cintai.
Namun, takdir tidak berpihak padanya. Kini Aditya Atmaja telah menjadi suami dari Nancy. Gadis yang dia nikahi secara terpaksa karena permintaan kedua orang tuanya.
Nancy bukanlah gadis dari keluarga biasa bahkan miskin. Gadis itu tumbuh dari keluarga terpandang di daerah Lembang, yang memiliki perkebunan teh sekaligus pabrik pengelolanya.
Apa kurangnya Aditya jika menikahi Nancy? Tentu tidak ada ... Melainkan Sugondo selaku mertua telah membangunkan sebuah rumah besar untuk putri kesayangannya.
Hanya cinta yang tidak di miliki Aditya untuk seorang Nancy yang sangat telaten merawatnya, mempersiapkan semua kebutuhannya bak seorang pangeran raja yang telah tega memperlakukan gadis selembut Nancy dengan sangat kejam dan kasar.
"Aku mencintai Evi ... Aku tidak mencintai kamu, Nancy ..."
Hanya itu yang ada dalam benak Aditya Atmaja saat ini.
Perlahan dia mengusap kantong celana dan baju lorengnya, mencari keberadaan handphone miliknya, namun sama sekali tidak dia temukan.
"Aaagh, dimana handphone ku? Apakah tertinggal di paviliun gadis itu ...? Sial ... Bagaimana jika Evi menghubungi aku? Aku harus kembali ..."
Bergegas Adit meninggalkan ruangannya, menuju parkiran mobil, yang tidak begitu jauh dari ruang kantor tempat dia bekerja. Dia melajukan kendaraannya, memperdalam pedal gas agar segera tiba di kediaman Nancy.
Satu jam kemudian, Aditya memarkirkan mobilnya di halaman yang cukup luas, melihat wajah istrinya yang tengah berbincang dengan salah seorang pemuda cukup tampan.
Wajah Aditya berubah seketika, saat melihat Nancy tertawa kecil, tanpa mengetahui keberadaan suaminya yang sejak tadi menatap penuh emosi.
'Siapa laki-laki itu ...? Dasar wanita murahan! Semua tidak dapat di percaya saat ini. Bagaimana jika aku pergi dinas keluar kota ...? Atau bahkan setahun tidak kembali. Mungkin dia sudah menghabiskan malamnya dengan banyak pria ...!'
Rahang Aditya mengeras, bahkan sangat membenci Nancy yang tampak tersenyum sumringah menatap wajah pria yang dia dengar memiliki nama Angga.
Aditya mendehem tanpa memanggil, "Ehem!"
Nancy seketika menoleh kebelakang, melihat suaminya telah kembali begitu cepat.
Jujur saat ini Nancy tak banyak bicara, tatapan mata Adit yang tajam membuat dia semakin gugup dan salah tingkah.
Dengan sangat sopan, Nancy menoleh kearah Angga, tersenyum kaku, hanya bisa berkata, "Terimakasih yah Aa ... Hmm suami Neng sudah pulang, mungkin besok Aa sudah bisa bekerja di pabrik," jelasnya berlalu meninggalkan pemuda tersebut.
Langkah Nancy terhenti di hadapan Adit yang masih menatap Angga lekat. Rahangnya mengeras dan berbunyi, bahkan tak mampu menyembunyikan amarahnya.
Dengan cepat Adit meraih lengan Nancy kemudian meremasnya kuat.
"Aaauugh ..." ringis Nancy menatap kearah Adit.
"Masuk! Dasar perempuan murahan ...! Berani sekali kamu bicara dengan pria lain saat aku tidak ada di rumah ..." geramnya menarik gadis itu masuk ke dalam paviliun mereka.
Nancy tak mampu untuk berkata-kata hanya menuruti perintah suaminya. Saat ini dia tampak kebingungan serta menahan rasa sakit yang teramat sangat, membuat lengannya berbekas merah.
BRAK ...!
Pintu paviliun tertutup dengan layangan kaki Adit.
Membuat Nancy semakin ketakutan, dan menundukkan kepalanya. Jantungnya berdegup kencang, tak berani menatap wajah Adit yang telah memperlakukan nya dengan sangat kasar.
"Ooogh ... Jadi begini cara mu jika suami tidak di rumah haaah? Berani sekali kamu mengundang laki-laki lain datang ke kediaman kamu, tanpa ada siapapun di rumah ini! Hebat kamu!" bentaknya berapi-api, tanpa memikirkan perasaannya sendiri kala itu.
Nancy terhenyak mendengar ucapan suaminya. Dia tidak menyangka bahwa Adit begitu kasar padanya. Sehingga tega menyebut dirinya sebagai wanita murahan. Membuat tubuhnya terasa lemah tak berdaya, bahkan air matanya tak terbendung mengalir begitu saja.
"Mas ... Dia i-itu ..."
"Diam kamu! Kamu tidak lebih dari wanita kesepian yang mengharap perhatian dari semua pria!"
"Mas!" suara Nancy bergetar, hatinya semakin perih.
Kini kedua bola mata Nancy membulat, menatap nanar iris mata yang menantangnya.
"Apa! Mau membela diri? Berani melawan sama suami!?" hardik Adit mengalihkan pandangannya.
Kali ini dia tidak tahu apa yang ada dalam benaknya. Seketika Adit melihat gadis yang masih menatapnya tajam membuat mata itu menyiratkan perasaan. Kekaguman yang menyiratkan kekecewaan.
Air mata terus mengalir tanpa mau terpejam. Nancy masih menatap Adit, tanpa bicara. Dadanya semakin terasa sesak, bahkan ada setitik kekecewaan dalam hati gadis itu karena telah memaksakan seorang pria yang tidak pernah mencintainya, namun berani menikahi pria berwatak keras seperti Adit.
Adit mencari keberadaan handphonenya, bergegas dia akan meninggalkan Nancy yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Siapa Evi!"
Langkah Adit seketika terhenti. Dia membalikkan tubuhnya, menyunggingkan senyuman tipis, mendekati Nancy.
"Kenapa? Apakah dia menghubungi ku?"
Adit bertanya seolah-olah, Nancy harus mengetahui bagaimana perasaannya.
Nancy mundur perlahan, dia tidak ingin menerima perlakuan kasar Aditya lagi siang ini.
Tanpa berpikir panjang, Adit merangkul pinggang gadis yang sudah ada di hadapannya, menatap lekat wajah cantik Nancy yang sangat berbeda dari Evi.
Adit dapat merasakan tubuh itu masih sangat terawat juga menawan. Dada mereka yang mendekat membuat pria itu dengan mudah dapat menatap gadis itu dari jarak dekat.
Wajah mulus, bulu mata lentik, alis tebal yang meremang dalam penyatuan, bibir merah merona alami, sangat berbeda dengan Evi.
Adit menatap mata gadis yang telah dia nikahi selama seminggu. Entah mengapa, wajah cantik itu sangat meneduhkan, dan mampu menusuk jantungnya.
Bersusah payah Adit mengatur nafasnya, menelan ludah untuk sekedar membasahi tenggorokan yang seketika mengering tiba-tiba, saat mata itu saling menatap.
Adit tersenyum tipis, "Ternyata tubuh mu sangat mudah untuk di raih! Aku rasa kamu sudah tidak suci lagi, karena ..." dia tersenyum tipis.
Sontak ucapan Adit membuat Nancy semakin meluapkan rasa kecewanya pada pria yang telah tega menyakitinya.
Sehingga membuat gadis itu melepaskan dekapannya dari tangan Adit.
"Apa maksud Mas dengan Neng sudah tidak suci? Neng bisa membuktikan nya sama, Mas!" tantang nya.
Adit tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan wanita yang semakin membuatnya berpikir picik.
"Oya? Bagaimana kamu membuktikan nya? Bagaimana jika kamu benar-benar tidak ..."
Perkataan Adit seketika terhenti saat, tangan halus itu menyentuh pipinya ...
PLAAAAK ...!
Nancy tak kuasa menahan amarahnya, kali ini Adit sudah sangat keterlaluan menghinanya bahkan merendahkan sebagai seorang istri.
"Ceraikan Neng!"
Kalimat itu seketika keluar dari bibir Nancy, karena tidak ingin melanjutkan pernikahan yang terpaksa bahkan suaminya tak mampu bertutur kata baik.
Adit tersenyum tipis, menyeringai lebar, bahkan kepalanya semakin berpikir licik, mendengar permintaan istrinya ...
Dengan langkah cepat, Adit semakin tertarik dengan wanita yang berani menampar wajahnya.
"Jangan berharap aku akan menceraikan mu dalam keadaan masih perawan, Nona ...!"
Seketika tangan kekar Adit meraih tubuh Nancy, membuat gadis itu berteriak keras ...
"Mas lepaskan Neng! ... Lepaass!"