Bab 4. Tamu di Pagi Hari
"Mommy, kau terlalu banyak membaca novel." Mike akhirnya bicara saat tawanya telah reda. Sudut matanya bahkan berair. "Kami tidak sehebat itu."
Yah, tidak sehebat imajinasinya memang, tapi tetap saja kalian anak-anak luar biasa.
Fay cuma menggumamkannya di dalam hati. Bisa besar kepala kalau mereka mendengarnya.
Gadis itu kemudian melanjutkan niatnya untuk mandi. Saat itu tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak nyaman. Jadi, apakah kedua bocah itu akan segera pergi? Kenapa dia merasa sedih? Bukankah harusnya dia senang karena tidak harus menghidupi anak-anak itu lebih lama lagi?
Pagi menjelang sarapan, dua hari kemudian, Fay lebih banyak diam. Dia tidak bereaksi pada setiap ocehan Mike dan Mika yang mencoba memancing keributan dengannya.
"Berhenti bicara omong kosong!" Fay meletakkan dua piring berisi sereal untuk sarapan si kembar pagi itu dengan kasar. Dia sendiri hanya minum segelas susu. Uang mereka menipis. Dia harus menghematnya setidaknya untuk dua hari ini.
"Mommy tidak makan?" Mike mengamati cara Fay menghabiskan segelas susu dengan rakus. Dia sedang memegang gelas susunya sendiri.
"Aku sedang diet." Fay berdusta. Sejujurnya, sisa sereal hanya cukup untuk dua anak itu.
"Mommy sudah sangat kurus. Diet apanya?" Mika menyela dengan pandai. Dia menyorongkan gelas susunya. "Mommy sepertinya sangat suka susunya. Minum saja milikku. Akhir-akhir ini aku kurang suka merk susu yang Mommy beli."
Fay mendelik kesal. Tidak suka susu yang dia beli ya? Kalau tidak ingat bahwa keduanya perlu asupan gizi yang cukup, dia tidak akan membeli susu. Dia membeli yang murah. Rasanya tidak jauh berbeda. Namun Mika mengeluh tidak suka.
"Jangan mengeluh. Minum saja. Kalau tidak minum susu, bagaimana kalian bisa tumbuh cepat? Aku sudah sangat tidak sabar melihat kalian segera pergi dari hidupku."
"Mommy sebenarnya mencintai kami, Mommy kami selalu bilang begitu dulu. Mommy cuma tidak mau mengakuinya." Mika memasang tampangnya yang paling manis. Rambut ikal gelapnya menjuntai halus di sekeliling wajahnya yang menggemaskan.
"Jangan terlalu percaya diri. Mommy kalian cuma ingin menghibur." Fay bangkit dari kursi dan meletakkan gelas di tempat cuci piring. Dia mengabaikan keinginan untuk mencubit kedua belah pipi Mika
"Kurasa tidak. Mommy kami selalu benar. Seperti juga tentang daddy. Mommy kami bilang, kami pasti akan bertemu dia. Akhirnya kami bertemu dady juga.” Mika bicara di sela-sela suapannya.
Dady lagi. Daddy lagi. Bangga sekali mereka! Fay merasa kesal mendengarnya.
“Kuharap saat daddy kalian datang, aku sedang tidak ada di rumah. Telpon saja aku untuk memberitahu agar aku tidak berpikir kalian diculik.”
“Mommy tidak ingin bertemu daddy?” Mata Mika membulat. Tidak percaya Fay menolak bertemu ayah mereka yang hebat. Dia melupakan kenyataan bahwa Fay benci ayahnya.
“Tidak.”
“Kenapa? Daddy sangat tampan. Dia juga sangat kaya.” Mika masih penasaran.
“Pokoknya tidak mau saja!” Fay berujar ketus. Seperti tidak tahu saja alasan dia tidak menyukai ayah mereka.
“Apa Mommy sudah punya pacar?” Mike yang tadi cuma mendengarkan ikut bicara.
Eh? Bisa-bisanya bocah ini menanyakan itu padanya.
“Masih kecil. Tidak usah ikut campur urusan orang dewasa.” Fay tidak mengatakan kalau dia belum pernah berpacaran. Selama ini dia terlalu sibuk dengan dirinya sendiri.
“Aku tidak akan setuju kalau daddy menikah dengan orang lain.” Mika berujar tiba-tiba. “Aku hanya akan mengijinkan dia menikah dengan Mommy.”
“Aku juga tidak akan setuju.” Mike menimpali. Dia selalu terlihat lebih bisa menahan diri dibandingkan adiknya
Fay merasa pusing mendengarnya. Kalau sudah begini, dia ingin segera menyingkirkan keduanya jauh-jauh dan tidak perlu bertemu lagi. Cade Goldwin pasti akan berpikir yang tidak-tidak tentangnya.
Saat itulah terdengar ketukan di pintu depan.
Semuanya saling pandang. Mereka jarang menerima tamu. Nyonya William yang selalu menjaga si kembar jika Fay pergi kuliah dan bekerja akan memanggil saat mengetuk.
Fay bangkit dari duduknya dan berjalan ke pintu. Dua kepala kecil di belakangnya menjenguk dari balik pintu dapur dengan penasaran.
Ketukan lagi.
Dengan menggerutu, Fay memutar pegangan pintu dan menariknya hingga terbuka.
Dua lelaki dengan jas mahal berdiri di depannya. Yang lebih tinggi dan lebih tampan berdiri agak di belakang. Dia tidak melihat pada Fay melainkan pada sekitarnya.
“Nona Willmer?” Yang paling depan berbicara. Dia, Langdon, asisten Cade Goldwin yang bicara.
“Benar. Ada keperluan apa?” Fay menautkan alisnya. Dia tidak mengenali keduanya. Namun dia punya firasat bahwa mereka ada hubungannya dengan anak-anak Audrey.
“Ini tuan Goldwin.” Langdon memberitahu identitas lelaki yang kini melangkah masuk lebih dulu.
Fay melirik tidak senang pada lelaki yang telah menerobos begitu saja tanpa dipersilakan.
Cade Goldwin, ya? Fay tidak menutupi perasaan kesalnya. Wajahnya terlihat masam.
“Saya Langdon, asisten tuan Goldwin. Anda pasti sudah tahu maksud kedatangan kami ke sini.” Langdon bicara sangat sopan. Dia sedikit heran dengan reaksi gadis ini yang jelas menunjukkan rasa tidak suka pada tuannya. Padahal selama ini gadis-gadis kota Axton begitu memuja tuan Goldwin.
“Jadi kalian datang ke sini untuk menjemput anak-anak itu. Baguslah. Kupikir kalian akan datang lebih cepat.” Fay masuk ke dalam tanpa menyuruh Langdon untuk ikut masuk.
Namun lelaki itu mengikuti Fay juga ke dalam.
Cade Goldwin mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan yang sempit itu. Dia tidak berniat untuk duduk di atas sofa. Fay yang melihat sikap dingin dan meremehkan Cade mencibir di belakangnya saat lewat.
“Mike. Mika. Lihat, siapa yang datang!” Fay berseru ke arah dapur. Dia tahu kalau anak-anak itu sudah melihat kedatangan ayah mereka.
Pura-pura tidak tahu, ya? Padahal kalian sangat senang!
Fay menekan perasaan sedih yang tiba-tiba merambati hatinya.
Ada gerakan-gerakan dari dalam dapur. Setelahnya Mike dan Mika terlihat melangkah ke luar dengan perlahan.
“Bilang hallo pada daddy kalian.” Fay berkata seraya masuk ke dalam kamar. “Aku akan mengemasi barang-barang kalian.”
Mike melihat pada Fay yang sudah menghilang ke balik pintu kamar. Ekspresinya terlihat rumit.
“Hallo, Daddy. Akhirnya kau datang juga.” Mika menyapa lebih dulu sambil memberikan senyum terbaiknya.
Mike malah diam. Anak itu terlihat tengah sibuk berpikir.
Cade merasa terpesona sebentar. Sebelumnya dia tidak menyadari betapa cantik dan imutnya anak perempuan ini.
Lelaki hebat Axton itu merendahkan tubuhnya, membungkuk pada Mika yang berada lebih dekat dari jangkauannya. Tangannya bergerak menyentuh rambut gelap ikal itu.
Ini terasa ajaib. Tiba-tiba saja dia menjadi seorang ayah dari sepasang anak kembar. Tanpa sebuah tes pun, dia tidak akan membantah darah yang mengalir di tubuh keduanya adalah darahnya. Dia malah khawatir kalau mereka ternyata tidak memiliki hubungan sama sekali.
“Hallo, sayang. Bagaimana keadaanmu? Senang bisa bertemu kembali. Kali ini daddy janji kita tidak akan berpisah lagi.” Sikap Cade yang semula dingin kini mencair. Dia jarang menunjukkan kehangatan pada siapa pun.
“Apa kau ke sini untuk menjemput kami?” Mike tiba-tiba menyela.
Cade mengangkat pandangannya dari Mika. Dia melihat reflika dirinya saat masih kecil pada Mike.
“Tentu saja. Daddy akan menebus waktu-waktu yang kalian lewati tanpa daddy. Mulai saat ini apa pun yang kalian inginkan akan daddy berikan.”
“Kalau begitu mommy juga harus ikut kami. Kami tak akan meninggalkan mommy tinggal sendirian di sini.” Mike mengutarakan keinginannya.