Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Imajinasi Fay

Cade penasaran kenapa gadis itu tidak memintanya bertanggungjawab.

Pintu diketuk dari luar. Tanpa membalikkan badannya Cade menyuruh si pengetuk masuk. Dia tahu Langdon akan datang. Jadi tanpa menoleh dia sudah tahu siapa yang tengah mendorong pintu dan melangkah masuk ke kantornya.

"Bagaimana?" tanya Cade pada sang asisten.

"Anak itu memang anak kandung Tuan. Semua hasil penyelidikan ada dalam dokumen ini." Langdon maju mendekati meja dan meletakkan sebuah amplop besar di atasnya.

Cade memejamkan mata sejenak. Dia kecewa dengan kenyataan bahwa gadis itu telah tiada. Namun dia cukup puas dengan adanya dua anak itu. Dia punya kesempatan untuk menebus kesalahannya.

"Kau boleh pergi," ujarnya kemudian.

Langdon pamit dan meninggalkan ruangan itu.

Sepeninggal sang asisten, Cade membalikkan badan dan beranjak ke mejanya. Diraihnya amplop yang tadi dibawa Langdon dan membuka isinya.

Ada foto gadis bernama Audrey itu. Lebih banyak lagi foto sepasang anak kembarnya. Anak mereka. Salinan dokumen kelahiran. Hasil tes DNA. Beberapa lembar dokumen yang memuat segala sesuatu tentang mereka. Kemudian sebuah foto lain. Seorang gadis lain. Seorang gadis yang kini bersama Mike dan Mika. Fay Willmer.

Cade mengabaikannya. Dia tidak tertarik.

Sepasang anak kembar itu lebih membuatnya antusias. Lama diamatinya sebuah foto. Mengelus permukaannya yang halus dan membayangkan sedang menyentuh kulit kedua bocah itu.

Apa yang akan dikatakan ibunya? Wanita itu pasti akan kegirangan. Sudah lama dia mendesakkan sebuah pernikahan pada Cade yang usianya telah menyentuh angka tiga puluh hanya demi mendapatkan beberapa cucu. Kini Cade tidak perlu lagi menerima tekanan dari ibunya. Mike dan Mika lebih dari cukup untuk membungkam mulut rewel nyonya besar Goldwin.

Pintu kantor tiba-tiba terbuka tanpa didahului sebuah ketukan. Seorang wanita muda melangkah masuk dengan anggun.

Cade mengangkat wajahnya dari permukaan meja. Dia tidak suka dengan cara Pricilla memasuki kantornya. Diam-diam dia mengembalikan lagi foto dan dokumen ke dalam amplop lalu memasukkannya ke dalam laci.

Bukan karena takut rahasianya ditemukan. Cepat atau lambat dia harus mengumumkannya juga ke publik. Tak ada yang bisa menolak anaknya. Tidak juga Pricilla. Hanya saja untuk saat ini dia ingin menyimpannya dulu. Mulut Pricilla bisa lebih pedas dari cabai jika hatinya tidak senang.

"Cade, aku bermaksud pergi ke Bella's House untuk mengambil gaun yang kupesan dan lewat kantormu. Kupikir tidak ada salahnya mampir sebentar. Aku juga membeli makan siang untukmu." Pricilla tampak percaya diri saat bicara. Dia meletakkan tas kertas berisi beberapa kotak makan di atas meja dekat sofa. Sekilas melirik jam digital di meja Cade. "Apa kau mau makan sekarang?"

"Aku masih ada pekerjaan. Tinggalkan saja di sana." Cade mengawasi gadis itu sambil menautkan kedua lengan. Dia sedang tidak ingin dikunjungi. "Kau pergi saja ambil gaunnya. Aku tidak ingin diganggu."

Jelas dan tegas. Cade tidak suka berbasa-basi.

Pricilla menghentikan gerakannya menata kotak makan. Dia tidak percaya dengan pendengarannya. Sebagai kekasih resmi Cade Goldwin, dia sedang diusir dari kantor lelaki itu.

"Cade, aku…." Pricilla ingin mengulur waktu.

Sudah seminggu mereka tak bertemu. Cade bahkan tidak pernah menelponnya. Adakah lelaki ini mulai bosan padanya? Padahal mereka baru menjalin hubungan sebulan ini. Pricilla merasa cemas. Dia tidak rela jika harus putus dengan cepat. Impiannya adalah impian para gadis Axton, menjadi nyonya Goldwin.

Cade mengabaikan gadis itu. Dia melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Hingga kemudian karena pengabaiannya, dengan tak berdaya Pricilla pergi dari kantornya. Barulah setelah itu Cade melemparkan lembaran dokumen di tangannya ke atas meja.

Baginya, Pricilla hanyalah alat. Dia menjadikan gadis itu sebagai kekasihnya agar nyonya besar Goldwin kesal. Pricilla bukan tipe menantu yang diinginkan ibunya, Cade tahu.

Namun Cade mendadak pusing waktu sang ibu mendesaknya menikahi Pricilla.

'Pricilla atau gadis yang lainnya. Ibu tidak peduli.' Begitu ultimatum dari wanita keras kepala yang sudah melahirkan Cade.

***

"Jangan bicara sembarangan!" ujar Fay setelah berhenti dari batuknya. Mukanya sampai merah. Merah karena batuk. Merah karena ide konyol si kembar yang menjodohkannya dengan Cade Goldwin.

Cade adalah langit. Sedangkan Fay adalah bumi. Pada sisi yang mana mereka bisa dipertemukan? Namun masalahnya bukan itu. Fay benci siapa pun lelaki yang sudah membuat Audrey menderita. Meski itu seorang Goldwin sekalipun.

Di depannya, Mike dan Mika menyusut wajah mereka dengan ujung lengan baju kiri kanan bergantian. Wajah mereka basah gara-gara tersembur air. Keduanya menekuk bibir.

"Mommy kami bilang kau boleh menggantikan dia. Jadi kami pikir hanya kau yang pantas menjadi ibu kami." Mike bersikeras dengan idenya setelah selesai mengelap wajah.

"Dan daddy kalian akan mengamuk kalau mendengarnya. Aku harap dia tidak berpikir kalau aku telah memanfaatkan kalian untuk menjadi nyonya Goldwin." Sebuah firasat buruk sekilas memasuki pikiran Fay.

Bagaimana kalau dua bocah keras kepala ini nekat menjodohkannya? Cade Goldwin akan memiliki pandangan buruk terhadapnya. Tapi apa peduli Fay dengan pandangan lelaki bajingan itu? Dia berjanji akan pergi sejauh mungkin dari pandangan dua anak itu kalau ayah mereka memutuskan datang menjemput.

"Kami akan meyakinkan daddy kalau mommy yang terbaik."

Kata-kata Mika langsung membuat Fay mau muntah. Anak ini sedang memujinya? Padahal selama ini jelas-jelas Fay tidak menyembunyikan perasaan tidak sukanya.

Fay ingin mengatakan hal semacam, masih banyak gadis lain yang pantas menjadi mommy mereka kelak. Tapi kemudian dia merasa percuma saja berdebat dengan mereka. Tak akan ada habisnya.

"Baiklah. Pembicaraan tentang daddy selesai. Semoga yang kalian katakan benar. Jadi aku bisa kuliah dan bekerja dengan tenang tanpa perlu berpikir bahwa di rumahku sedang menunggu dua bocah untuk diberi makan." Fay berkata sambil diam-diam memperhatikan ekspresi kedua anak itu dan merasa heran karena justru menemukan keduanya sedang tersenyum-senyum menyebalkan.

Kenapa kata-katanya tidak sanggup menyinggung perasaan dua anak ini? Apa hati mereka terbuat dari batu?

"Mommy, kalau daddy menjemput kami, kau juga harus ikut tinggal bersama. Kami tidak akan membiarkan kau sendirian di sini. Kami tahu rasanya kesepian ditinggalkan." Mika berjalan ke arah Fay dan naik ke sofa lalu memeluknya.

Fay rasanya ingin menangis. Tidak tahu harus terharu atau justru marah mendengar ocehan bocah cantik ini.

Sejak dulu Fay juga tinggal sendiri. Sejak ayah, ibu dan adiknya kecelakaan lima tahun yang lalu. Kemudian tak seorang pun dari sanak kerabat yang mau mengulurkan tangan mereka memberi tempat bernaung. Justru Audrey seorang yang tidak Fay kenal yang menawarkan kehangatan seorang saudari. Lalu ketika Fay telah cukup kuat berdiri sendiri, dia pergi ke Axton untuk bekerja dan melanjutkan pendidikannya.

"Aku ingin mandi. Rasanya sangat gerah." Fay beralasan untuk menghindari pelukan Mika lebih lama. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu kamar.

Hari ini adalah hari pertama Mike dan Mika tinggal bersama Fay. Baru saja tiba di Axton keduanya sudah mendesak pergi ke mall.

Jadi itu alasan mereka sangat ingin pergi, bertemu ayah mereka, pikir Fay masih sedikit tidak percaya. Bagaimana anak seusia itu bisa dengan pandainya menyimpan rahasia dan berselancar di internet untuk menyelidiki seorang Cade Goldwin?

Sebenarnya Fay tidak terlalu heran. Meski belum bersekolah, keduanya sudah pandai membaca. Pemahaman mereka juga sangat bagus, melebihi anak-anak seumurannya. Kadang sikap mereka bisa menjadi sangat misterius. Dan kepandaiannya yang di atas rata-rata membuat imajinasi Fay kemana-mana.

Dia baru merasa kalau kedua anak ini luar biasa. Walau belum ada bukti ke arah itu, tapi gerak-gerik mereka selama dua hari ini terlihat mencurigakan. Kemana kenakalan yang selama ini dilihatnya saat ibu mereka masih ada?

Lalu sebuah ide konyol melintas di kepala gadis itu. Dia sudah sampai di pintu kamar, tapi kemudian berbalik menghadapi keduanya.

"Apa kalian semacam agen rahasia?"

Sepasang anak kembar itu terdiam dan saling pandang, lalu terkikik bersamaan.

"Bukan?" Fay kecewa. Bukankah itu akan luar biasa kalau benar?

"Atau CEO jenius di balik sebuah perusahaan komputer?" Fay pernah membaca di sebuah novel tentang bocah yang sebenarnya sangat kaya karena kejeniusannya. Bukankah ayah mereka Cade Goldwin? Itu akan terdengar masuk akal.

Kali ini Mike dan Mika tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut masing-masing. Fay yang melihatnya dibuat cemberut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel