Menikah?
"Menikahlah denganku, atau perusahaanmu akan bangkrut detik ini juga."
Degg
Degg
Sera terpaku ditempat, berharap ia salah dengar. Otaknya seakan tak berfungsi, hening menyelimuti mereka selama beberapa menit. Semua diam dengan posisi masing-masing, Sera dengan wajah polosnya menatap Arsya. Sedangkan Arsya, lelaki itu menatap Sera dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Jawab peryataanku Sera," ucap Arsya geram. Mengapa Sera hanya berdiam diri seperti orang cengo? tak tau kah jika ia menunggu jawaban dari Sera?!.
"Ha?" tanya Sera dengan mulut terbuka. Dirinya sedikit tak paham tentang situasi ini, otaknya pun masih lemot. Padahal ia sudah mencoba agar otaknya kembali bekerja seperti semula.
Arsya mengulangi ucapannya dengan menggunakan batin. Benar, Sera tak salah dengar lelaki itu mengajaknya menikah. Entah ucapannya benar atau hanya tipuan belaka.
"What? Kita musuh dan kau mengajakku menikah?, yang benar saja?!" maki Sera setelah ia sadar apa yang diucapkan Arsya tadi. Menikah? Apa Arsya lagi membuat lelucon sekarang?.
"Itu pernyataan, bukan pertanyaan," ucap Arsya tersenyum miring. Seorang Arsya ucapannya dibantah? Sepertinya bukan Arsya namanya jika tak keras kepala.
"Sepertinya kau gila Arsya!" maki Sera.
"Aku tak gila, dan aku sadar apa yang ku bicarakan! Mau tak mau kau harus menikah denganku! Jika tidak kau sendiri yang akan menanggung akibatnya!" balas Arsya sengit.
Sera berdiri kepalanya menggeleng pertanda tak setuju dengan ucapan Arsya. Perempuan itu berjalan mundur kala, Arsya mendekat kearahnya. Punggung Sera menghantam tembok besar.
Arsya terus maju kedepan, kedua tangannya berada disamping kanan dan kiri pundak Sera. Lelaki itu tersenyum menyeringai, Sera tak bisa bergerak.
"Jangan macam-macam, Arsya! Aku bisa teriak sekarang juga!" Peringat Sera dengan nafas tercekat. Sera terus memepetkan tubuhnya didinding, sekarang jarak mereka hanya beberapa cm saja. Sial! Arsya membuat dirinya takut, apa-apaan ini dan bagaimana jika ada orang yang masuk dan melihat!.
"Tatap mataku, Sera! Kau tak bisa teriak kamar ini kedap suara," ucap Arsya karena, Sera memejamkan matanya.
"Pergi dari hadapanku, Arsya. Jika tidak aku akan berbuat nekat," Sera masih memejamkan matanya.
"Memangnya kau bisa apa?" tanya Arsya menantang.
"Entahlah," jawab Sera, ia sendiri tak tau ingin berbuat apa. Dirinya sendiri tengah berpikir keras supaya Arsya mau menjauh darinya.
Tiba-tiba elapak tangan Arsya yang semua menempel ditembok kini beralih memegang kedua pundak, Sera. Sera berjinjit kala Arsya mengangkat tubuhnya. Perempuan itu terpaksa membuka matanya, hembusan nafas Arsya terasa menerpa wajahnya.
"Turunkan aku," ucap Sera, kedua tangannya memegang baju depan Arsya hingga kusut. Wajahnya berhadapan langsung dengan, Arsya.
Kaki Sera mencoba memijak tanah namun tak bisa, Arsya menempelkan tubuhnya ketembok. Semakin kuat cengkraman Sera dibaju lelaki itu.
"1 bulan lagi kita menikah," ucap Arsya. Ia sengaja mendekatkan tubuhnya, lihat lah ia seperti singa yang tengah kelaparan sekarang.
"Argh," erang Arsya, lelaki itu melepaskan tangannya dari pundak Sera.
Sera bernafas lega, kakinya sudah menyentuh tanah. Kalian tau Sera berbuat apa? Perempuan itu mencakar dada Arsya dengan kukunya. Sekarang, Sera tengah tersenyum puas melihat Arsya kesakitan.
"Gila. Kau apakan dadaku?" tanya Arsya mengitimidasi, ia mengusap dadanya. Kuku Sera seperti kuku macam, atau mungkin Sera keturunan bangsa macan?.
"Kau pikir aku akan diam saja disaat ada orang yang mau melecehkanku? Apalagi itu kau! Benar-benar baj*ngan!" ungkapnya sengit. Untung saja ide mencakar Arsya terbesit diotaknya.
Arsya tak membelas ucapan, Sera lelaki itu mengangkat bajunya setengah dan melihat keadaan dadanya. Benar saja ada bekas cakaran disana, kuku Sera benar-benar tajam. Sedangkan, Sera perempuan itu langsung menutup matanya saat mengetahui Arsya akan membuka baju.
"Kenapa kau tutup matamu?" tanya Arsya pura-pura tak tau.
"Kita bukan siapa-sipa, dan kau dengan mudah nya membuka baju dihadapanku? Kau laki-laki, mengapa murahan sekali?!" tanya Sera diselingi dengan sindiran. Telapak tangannya masih ia gunakan untuk menutup kedua matanya. Bisa-bisa jantungnya disko saat melihat lekuk tubuh Arsya.
"Menikah denganku dan kau bebas melihat tubuhku, Sera," bisik Arsya tepat disamping telingan Sera membuat dia merinding.
Puk..
Sera menimpa wajah Arsya menggunkan tangannya. Perempuan itu kesal dengan dia, menikah terus yang dibicarakan. Arsya meringis pelan, tangan Sera tepat mengenai pipinya. Panas, itulah yang Arsya rasakan sekarang. Lelaki itu memilih untuk duduk, dengan menyeret Sera supaya dia ikut duduk dengannya.
"Kita berbicara lewat batin," batin Arsya, Sera mengangguk. Posisi duduk mereka berhadapan, mereka saling melihat mata masing-masing.
"Jangan bertele-tele," batin Sera malas.
"Kau mau mencari tau tentang awal mula keluarga kita bermusuhan?" tanya Arsya, tentunya masih menggunakan batin. Takutnya nanti ada yang mendengar pembicaraan mereka lewat CCTV mengingat pengawasan di kamar ini ketat.
Sera mengangguk. "Apa kau juga sama?" batin Sera bingung.
Arsya mengangguk. "Iya, aku mengajakmu menikah bukan tanpa sebab. Dengan menikah kita bisa mencari tahu semuanya secara perlahan-lahan. Jika kita sendiri-sendiri maka akan sulit untuk menemukan jawaban atas pertanyaan kita selama ini. Semuanya terlalu mustahil untuk dicari tau sendiri," batin Arsya panjang lebar.
"Keluarga kita tak akan ada yang setuju, bahkan tadi sebelum aku kesini mereka sempat melarang. Apalagi jika aku pulang membawa kabar seperti ini, mereka pasti kecewa dengan aku karena menikah dengan musuh sendiri!" batin Sera, ia tentu tau bagaimana sifat keluarganya dan Arsya. Tak ada cara lain selain menikah, Sera juga tak menginginkan permusuhan ini terus menerus berlarut.
"Kita coba bersama-sama. Dengan kau menerima tawaran ku semua aset-aset keluargamu akan aku berikan dan kau dan keluargamu takkan hidup miskin. bukan berarti nama Louwen tetap diurutan paling atas, nama Giory yang akan berada diposisi atas. Lagipula aku tak membutuhkan uang keluargamu lagi," batin Arsya.
"Sombong sekali kau!" sindir Sera saat mendengar kalimat terakhir yang terlontar dari mulut Arsya.
"Itu kenyataan bodoh!" ujar Arsya malas.
"Bagaimana kau setuju?" tanya Arsya lagi.
Sera mengangguk setuju, baginya urutan berapapun yang penting para pekerja masih bisa bekerja dibisinis keluarganya. Dengan begitu tak ada acara PHK karyawan. Sera mulai mengantuk, bicara lewat batin akan membuat ya cepat lelah begitu juga dengan Arsya. Sera merebahkan kepalanya diatas paha, Arsya perlahan-lahan mata itu mulai terpejam.
Arsya membiarkan Sera tidur dipahanya, lama kelamaan Arsya mulai mengantuk. Lelaki itu tertidur dengan posisi duduk, tangannya berada dikepala Sera. Kini 2 orang berbeda jenis kelamin itu sudah masuk di alam mimpi, mereka nampak nyaman apalagi Sera yang menarik tangan Arsya supaya berada di pipinya. Romantis sekali bukan? Tak ada yang mengganggu membuat tidur mereka semakin nyenyak.