BERSAMA
Sera berada didalam mobil, ditemani oleh 2 orang asistennya yang tak lain adalah Rudi dan Anton menuju kediaman keluarga Giory. Sera sibuk melihat kearah jalanan, ia tak dikawal bodyguard takutnya wartawan curiga dan malah mengekutinya dari belakang. Mobil yang Sera naiki tergolong kecil, tidak sebesar biasanya.
Perempuan itu melihat-lihat HP, ada pesan dari nomor yang tak ia kenal. Sera membaca pesan itu, dikalimat terakhir tertera nama Arsya disana.
"Paman, berhenti didepan," ucap Sera, pesan tadi berisikan jika ia harus berhenti dijalan depan dan naik menuju rooftop gedung yang ada disana.
"Emang kenapa, nona?" tanya Rudi, ia mengurangi kecepatan mobilnya.
"Aku akan dijemput oleh, Arsya," ucap Sera.
Rudi mengangguk paham lantas dirinya memberhentikan mobilnya tepat didepan gedung. Sera memakai hoodie oversize dan kaca mata hitam, ia segera turun dan langsung memasuki gedung. Rudi dan Anton tak ikut, mereka hanya berjaga-jaga didepan gedung saja. Gedung ini dulunya milik keluarga Louwen, dan sekarang gedung ini sudah berpindah kepemilikan atas nama Giory.
Sera berjalan tergesa-gesa memasuki lift, dirinya menekan tombol lantai paling atas. Sesampainya diatas angin langsung menerpa tubuhnya, rambutnya beterbangan kesana kemari. Ditengah-tengah rooftop terdapat helicopter yang sangat mewah, dibawahnya banyak sekali bodyguard yang mengelilingi jetnya.
1 bodyguard menghampiri Sera yang tengah berdiri sambil merapikan rambutnya. "Nona, disuruh untuk langsung naik keatas," ucapnya.
"Apakah boca- maksud nya Arsya ada disana?" tanya Sera, bodyguard tadi mengangguk tegas. Tak mungkin Sera memanggil Arsya dengan sebutan bocah ingusan dihadapan anak buahnya.
Sera berjalan memasuki helicopter, pemandangan yang ia lihat pertama adalah Arsya yang duduk dengan gaya coolnya. Sera langsung duduk disebelah, Arsya ia sebenarnya tak mau duduk dengan dia namun lelaki itu memaksa.
"Selamat datang bocah gila," ucap Arsya, ia melepaskan kaca mata hitamnya dengan gerakan pelan.
Sera melepaskan kupluk hoodienya karena merasa kepanasan. Perempuan itu menatap Arsya dari atas sampai bawah, penampilan Arsya cukup menarik. Lelaki itu memakai baju oversized berwarna hitam dengan celana panjang berwarna senada dipadukan dengan jam tangan membuatnya semakin menarik. Namun bukan selera Sera, apalagi Arsya nyebelin tentu saja Sera tambah ilfil dengan lelaki itu.
"Ku tau diriku tampan," ucapan Arsya membuyarkkan lamunan Sera.
"Pede sekali kau," ucap Sera, perempuan itu memalingkan wajahnya kearah lain. Baru juga dibilang nyebelin, eh sifatnya muncul lagi.
Tak lama mereka sudah sampai diatas mansion Giory. Arsya turun disusul dengan Sera, banyak sekali bodyguard yang menunduk hormat kepada mereka. Arsya berjalan dengan langkah lebar, Sera kewalahan menyeimbangi langkah lelaki itu. Asal kalian tau saja, tinggi Sera hanya sebatas dada lelaki itu saja.
"Kau membawaku kemana?" ucap Sera dengan nafas terengah-engah, ia jengkel karena Arsya membawanya berjalan menyusuri lorong demi lorong yang ada dimansion ini. Kalau rumah kecil tak apa, lah ini mansion besar coba kalian bayangkan.
Sedangkan Arsya, ia terus berjalan cepat tanpa memperdulikan ocehan dari Sera. Sampai akhirnya mereka memasuki kamar Arsya, kesan pertama saat Sera memasuki kamar ini adalah seram. Bagaimana tak seram, kamar ini bernuansa abu-abu dan hitam. Penerengannya hanya bermodal lampu berwarna orange terang saja.
Karena kelelahan, Sera langsung duduk bersender disofa. Matanya melihat seluruh isi kamar Arsya yang luasnya tak berbeda dengan kamarnya sendiri. Kamar ini bisa untuk parkir 5 mobil sekaligus saking luasnya.
Arsya berdecak. "Tak sopan sekali kau langsung duduk tanpa meminta izin padaku," ucapnya yang kini ikut duduk disebelah Sera setelah mengambil minuman kaleng didalam kulkas.
Sera menatap Arsya. "Jangan bertingkah seolah-olah kita baru mengenal, Arsya! Dasar tak tau tempat!" ucapnya di akhiri makian.
Arsya melempar kaleng minuman dan keleng itu masuk kedalam tempat sampah, setelah ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Benar apa kata Sera, mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka juga sering bertemu dan berbicara walau hanya dengan batin saja.
"Untuk apa kau ingin aku datang kesini?" tanya Sera. Sebenarnya ia ingin cepat-cepat pergi dari sini.
Arsya memgedihkan bahunya tak acuh. "Kita akan mengobrol bocah jelek. Supaya kau tak akan jatuh miskin," ucap Arsya santai. Saking santainya Sera ingin mencakar wajah tampan itu.
"Aku tak jelek," ucap Sera tak terima, bisa-bisanya ia cantik begini dibilang jelek oleh bocah ingusan itu?!.
Arsya tertawa remeh. "Kau tepos, body kayak sapu. Kulit kering, apa uangmu habis sehingga kau tak bisa merawat tubuhmu?" sarkasnya.
Jlepp
Kata-kata Arsya menyakiti hati Sera, "Kok body shaming sih," ucap Sera dengan mata berkaca-kaca.
"Perempuan akan sakit hati jika mendengar kata-kata itu keluar dari mulut lelaki. Hiks hiks hiks." Sera mengelap air mata yang turun dari pelupuk matanya.
Arsya merasa bersalah terhadap Sera, ucapan nya tadi tak sepenuhnya benar. Lihat lah, karena perbutannya, Sera menjadi menangis. Lelaki itu tak tega melihat Sera yang menutup wajahnya dengan menggunkan kedua tangannya. Arsya mendekat kearah Sera dan memeluk tubuh yang ukuran lebih kecil dari tubuhnya.
"Maafkan aku. Aku tak bermaksud begitu." Arsya mengelus punggung Sera yang bergetar.
"Hiks hiks kau jahat. Kau menjelek-jelekanku hiks hiks, aku sakit hati. Mengapa mulutmu kayak cewek hiks hiks," tangis Sera pecah, perempuan itu masih sesegukan dengan kepala yang ia tengelamkan didada bidang Arsya.
Arsya menggunkan kepala Sera sebagai tumpuan kepalanya sendiri. "Maafkan aku," ucap Arsya ia memejakkan matanya menghirup aroma rambut Sera yang menenangkan.
Sera masih menangis, perempuan mana yang tak sakit hati mendapatkan perkataan seperti itu. Sera orangnya baperan dan sekarang Arsya malah berbicara seperti itu. Perempuan itu menghirup aroma tubuh Arsya yang juga menenangkan, ia sudah berhenti menangis hanya tinggal sesegukannya saja.
"Kenapa aku malah pelukan sama bocah ingusan ini?!" batin Sera.
"Kenapa cewek tengil ini masih ku peluk?!" batin Arsya.
"Aaaaaa." Mereka menjerit setelah mendengar batin dari lawan bicara mereka. Detik itu juga mereka melepaskan pelukannya dan mengusap bagian baju masing-masing seolah disana terdapat debu.
"Najis," umpat mereka.
"Setelah pulang dari sini, harus mandi kembang tujuhtiba-tiba! Badanku sudah tak suci gara-gara kau!" ucap Sera menggebu-gebu.
"Jijik banget! tangan harumku menyentuh rambutmu," ucap Arsya. Lelaki itu mengusap-usap tangannya seolah-olah ia habis memegang sesuatu yang kotor.
Mereka melihat satu sama lain dan saling melemparkan tatapan tajam khas masing-masing. Mereka berdebat menggunkan batin, dari mereka tak ada yang mau mengakui siapa yang memeluk duluan. Arsya bilang kalau Sera turut membalas pelukannya, Sera bilang kalau Arsya yang memeluk tubuhnya lebih dahulu.
"Menikahlah denganku, atau perusahaanmu akan bangkrut detik ini juga," ucap Arsya tiba-tiba.