BERTEMU
Hari ini adalah hari dimana Sera akan bertemu dengan Arsya. Perempuan itu tengah menyisir rambutnya dihadapan cermin besar, entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Setelah dirasa penampilannya sudah pas, Sera keluar dari kamar dengan membawa tas slempangnya.
Sera memakai pakaian dress formal, ia berjalan menuju ruang makan. Disana sudah terlinat seluruh anggota keluarganya yang sepertinya tengah menunggu kedatangan dirinya. Perempuan itu duduk tepat disebelah Citra.
"Pagi semua," sapa Sera, ada sedikit nada canggung disetiap ucapannya.
"Pagi," jawab, Citra, Rama, dan Fikri serempak.
Citra mengambilkan, Sera makanan dan ternyata hidangannya masih sama seperti dulu. Sera pikir mulai hari ini ia akan makan nasi dan kecap, ternyata dugaannya salah besar. Dimeja makan masih tersedia beberapa jenis daging dan olahan makanan mewah lainya.
"Kamu mau kemana, Sera?" tanya Citra yang bingung mengapa anaknya berpakaian sangat rapi, tak mungkin Sera pergi kekantor. Jelas-jelas kantornya masih ditutup oleh pihak, Arsya.
Sera menghela nafas. "Sera akan bertemu dengan Arsya." ucapnya.
Citra yang semula menumpuk piring langsung terjatuh, untung saja jatuhnya masih diatas meja dan dialasi dengan kain berbulu. Sedangkan Fikri hanya diam, mereka yang duduk disana sudah selesai makan. Rama pun turut melihat kearah putri semata wayangnya itu.
"Kamu mau ngapain? Mama ngak mau kamu sampai bersujud dengan keluarganya, Sera. Mama ngak rela putri mama diperlakukan tak baik," ucap Citra pilu.
Fikri menegang ditempat, mengapa otaknya tak sampai berfikir kesitu. Bagaimana kalau apa yang di ucapkan menantunya benar? Tidak, Fikri tak akan membiarkan itu terjadi. Lelaki yang berusia lebih dari setengah abad itu berdiri dan mengelus pundak Sera yang tengah duduk.
"Kamu tak perlu kesana, Opa ngak akan terima kalau cucu opa satu-satunya diperlakukan seperti itu. Opa memang marah sapa Era, tapi Opa ngak pernah benci sama cucu Opa," ucap Fikri.
Sera menoleh kearah Fikri dan menggengam tangan beliau yang masih berada diatas pundaknya. "Opa tenang saja, Era akan jaga diri. Hanya Sera harapan Opa," ucap Sera, sebenarnya ia tak yakin dengan apa yang telah ia ucapkan.
"Tapi sayang, kita tau betul bagaimana watak keluarga, Giory. Apalagi keluarga kita bermusuhan dengan dia, kamu juga dari dulu tak akur dengan Arsya," ucap Rama.
"Papa akan mulai dari nol lagi, biar kamu bisa milikin semuanya. Papa juga ngak rela harga diri kamu diinjak-injak nantinya. Kamu princess papa, Papa akan lakukan apapun demi kebahagiaan princessnya Papa," imbuh Rama.
Sera bediri dan menghampiri Rama, ia memeluk laki-laki yang berstatus sebagai papanya itu dengan erat. Sera tau bagaimana kekhawatiran keluarganya namun ia tak bisa diam dirumah saja. Perlahan pelukan itu mulai melepas, digenggamnya tangan Rama oleh Sera.
"Papa percaya kan sama princess papa? Sekarang akan Sera buktikan kalau Princess papa ini bisa. Sera hanya perlu doa dari papa," ucap Sera meyakinkan.
Rama mengangguk, Sera keras kepala walapun ia menolak Sera akan tetap berangkat dengan atau tanpa izinnya. Dikecup surai lembut Sera oleh Rama, ia tentu bangga mendapati putri seperti Sera.
Sera tak langsung berangkat, ia akan berbicara terlebih dahulu dengan keluarganya. Lagi pula ini masih terlalu pagi untuk berkunjung kerumah orang, rencananya Sera akan berangkat pukul 10 nanti.
***
Sementara dikediaman Giory kini mereka tengah melakukan sarapan pagi. Hari ini dimeja makan hanya diisi oleh Reta dan Alif, sedangkan Wisnu sang tertua disini sedang melakukan perjalanan bisinis. Suasana cukup hangat, mereka tak mewajibkan jika sedang makan tak boleh bersuara.
"Enak sekali masakan Bunda," ucap Arsya setelah menyantap olahan cumi yang dibuat oleh Reta.
Reta yang duduk disamping Arsya langsung mengacak rambut sang anak dengan gemas. "Demi, Arsya bunda akan masak makanan paling enak," ucapnya.
Arsya melanjutkan makannnya, hari ini ia tak berangkat kekantor karena Sera akan bertemu dengannya dirumah ini. Untuk urusan kantor ia serahkan kepada 2 orang asistennya. Sengaja Arsya bertemu dengan Sera dimansion ini, supaya keamanannya terjaga. Dan juga sangat jauh dari jangkauan wartawan yang hingga saat ini masih berdiri didepan gerbang mansionya.
Jika Arsya ingin pergi, ia akan menggenakan helicopter pribadi yang berhenti langsung diatas rumahnya. Dengan begitu para wartawan tak akan menghampirinya. Begitu juga dengan Reta, Alif dan Wisnu, mereka juga memiliki masing-masing satu helicopter pribadi untuk bepergian.
"Apa ayah akan pergi kekantor?" tanya Arsya.
Alif mengangguk sekilas. "Hanya memantau kinerja para karyawan saja," ucapnya.
"Katanya, Sera aka kesini?" tanya Alif, Arsya mengangguk setuju.
"Dia tak mungkin bisa masuk kesini, ayolah Arsya. Didepan banyak sekali wartawan, bisa-bisa Sera dikepung oleh mereka. Ayah yakin jika Sera stres dengan ini semua, apalagi banyak wartawan disekitarnya," ucap Alif.
Mengapa Arsya tak kepikiran sama sekali? Bisa-bisa Sera nanti akan terjebak diluar.
"Dipertengahan jalan biar dijemput bodyguard menggunkan helicopter saja," ucap Arsya, lelaki itu menyuapkan udang goreng kedalam mulutnya.
Alif berdiri. "Ayah berangkat," ucapnya lalu memakai jas yang semua tersampir dikursi.
Alif berjalan menghampiri istrinya dan dikecuplah bibir Reta sekilas. Lalu beralih mengacak rambut Arsya membuat sang empu jengkel. Sebelum Arsya berteriak, Alif lebih dulu masuk kedalam lift. Kini dimeja makan hanya tersisa Arsya dan Reta saja.
Reta terus memberikan Arsya udang goreng kesukaan lelaki itu. Walapun makan banyak, badan Arsya akan tetap terjaga, jangan salah setiap sore lelaki itu rajin berolahraga. Perut kotak-kotaknya masih terlihat jelas berjumlah 6 buah. Pasti yang melihatnya tak akan bisa berkedip saking.. Ehm menggoda.
Arsya juga hobi makan buah dan sayur, semuanya demi kesehatannya. Mengingat ia harus bekerja tak kenal waktu, jadi setiap makanan yang masuk kedalam perutnya harus bergizi.
"Kamu akan bicara sama Sera dimana?" tanya Reta.
"Entah." Arsya memgedihkan bahunya tak acuh, ia masih belum kepikiran akan berbicara dengan Sera dimana. Yang terpenting Sera sudah berada disini. Tak sabar sekali bertemu dengan Sera. Eh? Mengapa ia menjadi seperti ini?!.
"Kamu ngak bakal apa-apain Sera kan?" tanya Reta tiba-tiba.
"Enggak akan. Arsya tau batasan, Bunda tenang aja. Oh iya, kalau Sera datang suruh maid kasih minum. Pasti dia capek," ujar Arsya yang mngundang tatapan heran dari Reta.
"Kenapa anak Bunda jadi perhatian seperti ini?" tanya Reta dengan nada menggoda.
"Apaansih, kasih minum ke orang itu manusiawi," bantah Arsya.
Reta tersenyum jahil, ia sedikit mengelap sudut bibir Arsya yang terkena saus menggunakan tisu. Jika dilihat-lihat Reta seperti tengah menyuapi anak kecil berumur 5 tahun yang makan saja belepotan. Bagi seorang ibu berapapun usia anaknya, pasti akan dianggap masih bayi dan tak bisa melakukan apa-apa seorang diri.