Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

"Mama tahu ... dari mana?" gugup Adelia.

"Tidak perlu tahu dari mana. Ayo, keluar dari sini. Aku tidak sudi punya menantu miskin, pembohong, tukang tipu!" Bu Martha menarik tangan Adelia dan membawanya ke luar rumah.

"Maafkan Adel, Ma. Adel terpaksa ...."

"Jangan panggil aku Mama! Enak saja panggil aku Mama. Aku bukan Mamamu. Cih, aku tidak sudi punya menantu hanya anak dari seorang tukang jahit kampungan! Kamu menipu anakku."

"kamu mau ambil keuntungan menjadi istri dari anakku? Sampai sok, berpenampilan wanita karier. Padahal kamu hanya karyawan biasa di toko online. Anakku benar-benar tertipu dengan kecantikanmu!"

'Tapi ini Arsen yang ...."

"Sudah cukup! Aku tidak mau mendengar penjelasan kamu! Pergi dari sini! Aku tidak mau kamu menjadi benalu di rumah ini. Kamu mau menguras harta anakku? Wanita jalang!" desis Bu Martha.

"Ma! Dengarkan penjelasan Adel dulu. Adel bisa menjelaskan semuanya."

"Tidak perlu! Sana pergi! Sudah jelas-jelas kamu anak tukang jahit kampungan! Pergi sana!" Bu Martha mendorong Adelia lalu langsung menutup pintu dan menguncinya.

"Maafkan Adelia, Ma ...." Adelia mengetuk pintu.

Entah kenapa setelah mendengar cacian Bu Martha dada Adelia terasa sesak. Tidak terasa air matanya mengalir begitu saja. Dirinya seakan benar-benar kehilangan Arsenio.

***

Adelia sedang berjalan ke rumahnya sambil melamun. "Arsenio seandainya kamu ada. Pasti kamu akan menjelaskan semuanya. Kenapa mamamu malah menghinaku dan menganggapku penipu?" Adelia sudah berada di depan rumahnya lalu membuka pintu.

"Kamu sudah pulang lagi? Bukannya kamu mau bekerja di rumah ...."

"Adel tidak jadi, Bu." Adelia menjawab lesu lalu berlalu begitu saja melewati sang bunda yang sedang duduk di kursi.

Bu Wulan hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Ya, sudahlah itu lebih bagus."

***

"Kenapa kamu gelisah begitu?" tanya Bu Martha.

"Kenapa jam segini istriku belum pulang?" Arsenio melihat jam tangannya, dia khawatir dengan Adelia.

"Sudah biarkan saja! Buat apa menunggu dia. Dia tidak akan kembali lagi ke sini. Dasar kamu bodoh sekali. Kalau mau menikahi wanita lihat-lihat dulu."

"Kenapa kamu bisa tertipu sama wanita itu? Untung saja pernikahan kalian tidak dirayakan. Coba kalau dirayakan rugi buang-buang duit buat orang miskin kampung kaya dia."

"Maksud ... maksudnya, Ma? Kenapa, Mama bilang begitu?" Arsenio berbicara gugup merasa bingung dengan Bu Martha kenapa bisa mengetahui hal itu.

"Arsenio, Arsenio masih belum jelas apa kata Mama. Perempuan yang telah menjadi istrimu itu adalah penipu! Bisa-bisanya dia mengaku anak orang kaya. Pekerjaan desainer pakaian."

"Tahunya anak dari tukang jahit dan dia bekerja sebagai karyawan di toko online. Kenapa kamu bisa tertipu begitu?"

Arsenio sesaat terdiam. "Mama tahu dari mana?"

"Kamu tidak perlu tahu! Pokoknya kamu sama dia jangan pernah bertemu lagi. Mama tidak sudi punya menantu orang miskin kaya dia!"

"Tapi, Mama tidak akan menjodohkan Arsen sama wanita pilihan, Mama lagi, 'kan? Please, Ma biarkan Arsen mencari sendiri. Beri kebebasan buatku untuk memilih pasangan. Arsen tidak mau ada campur tangan, Mama." Arsenio mengiba kepada Bu Martha.

"Oke, Mama tidak akan ikut campur urusan kamu mengenai perempuan, tetapi ingat pesan Mama. Cari perempuan yang selevel dengan kita. Jangan seperti Adelia. Cantik-cantik ternyata tukang tipu." Bu Martha geleng-geleng kepala.

Arsenio tersenyum. "Makasih, Ma." Arsenio memeluk Bu Martha.

"Kenapa dia tidak sedih kehilangan istrinya? Aneh? Ya, sudahlah itu lebih bagus," batin Bu Martha.

***

Arsenio sudah berada di kamarnya. "Kenapa aku tiba-tiba teringat dia? Biasanya jam segini kamu lagi tiduran di sofa itu sambil mainin handphone," monolog Arsenio lalu mengembuskan napasnya.

"Kamu pasti sangat senang tidak tinggal di sini lagi. Dari awal kamu memang tidak mau menikah kontrak. Baguslah ketahuan lebih awal. Aku tidak perlu capek-capek berbohong terus sama Mama," ujar Arsenio lalu mengingat kejadian ketika dia dan Adelia bercinta.

"Sial! Kenapa aku teringat sedang bercinta denganmu." Arsenio tersenyum mesum. "Tubuhmu seksi sekali." Arsenio menggelengkan kepalanya.

Arsenio malah membayangkan kembali ketika sedang bercinta dengan Adelia. Dia kemudian mengambil ponsel di nakas dan mengirim pesan kepada Adelia.

Arsenio: Adelia maafkan mamaku, ya. Berarti pernikahan kontrak cukup sampai di sini saja. Kamu pasti senang karena sudah tidak berada di sini lagi. Sekali lagi terima kasih karena mamaku sudah tidak akan mencampuri urusanku dengan wanita lagi.

Pesan pun terkirim kepada Adelia, secara kebetulan Adelia sedang online. Pesan tersebut sudah dibaca dan Arsenio melihat tulisan sedang mengetik. Namun, tulisan tersebut hilang dan sudah tidak ada tulisan online.

"Kenapa tidak jadi membalasnya? Ya, sudahlah tidak penting."

***

Satu bulan berlalu Adelia maupun Arsenio sama sekali tidak pernah bertemu kembali, setelah kejadian Bu Martha mengusirnya. Sang Mama pun sudah pulang kembali ke Singapura.

Arsenio merasa senang karena mamanya tidak akan pernah mengurusi percintaannya. Akan tetapi, ingatannya malah selalu tertuju kepada Adelia.

***

"Kamu habis makan apa? Kenapa mual-mual begini?" Bingung Bu Wulan sambil memijit belakang leher Adelia.

"Adel tidak tahu, Bu, padahal Adel tidak makan yang aneh-aneh, tetapi kenapa mual sekali?" kata Adelia lalu mengeluarkan cairan dan merasakan mual kembali.

"Ya, sudah. Kita berobat ke rumah sakit."

"Tidak usah, Bu. Istirahat saja di rumah. Mungkin Adel telat makan jadi mual."

"Benaran? Kalau kamu mau ke rumah sakit Ibu antar."

"Tidak usah, Bu." Adelia menatap wajah sang bunda dengan tatapan khawatir.

***

Keesokan hari sebelum Adelia berangkat ke toko kerjanya. Dia mampir ke apotik terlebih dahulu. Dia merasakan ada yang tidak beres dengan menstruasinya. Seteleh membeli beberapa testpack, dia kemudian melajukan motornya ke tempat kerja.

"Mudah-mudahan aku tidak hamil. Bagaimana kalau aku hamil? Ibu pasti marah dan Arsenio ... apa dia mau menerimanya? Apa dia mau menjadi ayah?"

"Tapi tante Martha. Tante Martha tidak suka sama aku. Ya, Tuhan tolong aku. Aku harap aku tidak hamil," batin Adelia. Tak terasa air matanya menetes begitu saja.

***

Setelah sampai di tempat kerja. Adelia berjalan ke kamar mandi. Di dalam tas sudah ada tespack dan juga wadah kecil.

Jantungnya berdetak sangat kencang. Dia berusaha tenang, sesekali menarik napas dan mengembuskannya di sela-sela dia menunggu tanda itu muncul.

Adelia memperhatikan tespack dengan seksama sambil mengerutkan keningnya. "Ya, Tuhan aku tidak mau hamil." Badan Adelia bergetar di saat menanti tanda tespack.

Setelah tanda itu terlihat. Adelia langung menggelengkan kepalanya dan menutup mulutnya.

Tubuhnya seakan tidak berdaya dan langsung lunglai begitu saja. Punggungnya langsung bersandar pada sandaran pintu. Dadanya begitu sesak setelah melihat tanda tersebut. Garis dua terlihat jelas oleh Adelia.

"Ya, Tuhan ini tidak benar, 'kan? Tidak mungkin aku hamil!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel