Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Calon

Taman belakang adalah tempat kesukaan Eiliya untuk berbagi kisah, sejak ia tinggal di rumah ini. Walaupun tak ada taman bunga seperti rumah mewahnya yang dulu--hanya ada pohon besar tak berbuah, yang daunnya berguguran, membuat tempat ini dipenuhi oleh daun. Mami Kumala sering mengeluhkannya karena terlalu lelah menyapu daun-daun yang tak hentinya jatuh ke tanah.

Nilai plusnya dari tempat ini adalah angin yang sejuk, rindang, dan sebuah ayunan tunggal dari sepotong kayu dan seutas tali laso, yang saat ini tengah Eiliya duduki.

Di depannya Malvin sedang berdiri menatapnya, menunggu sepatah kata yang keluar dari bibir Eiliya. Gadis itu memintanya untuk berbicara empat mata di sini. Namun, yang dilakukannya malah memanyunkan bibir, alih-alih memulai pembicaraan.

Akhirnya, Malvin lelah menunggu. Ia mendengus, lalu akan membuka mulutnya. Tetapi Eiliya membuatnya jengkel, karena baru sekarang dia memulai pembicaraan.

"Kau sedang sakit, atau kehilangan akal sehat saat memutuskan ini?"

Sembarangan sekali gadis ini! Tapi Malvin menahan kekesalannya. "Saat aku memikirkan ini, aku dalam keadaan sehat wal'afiat, tidak sedang kehilangan akal, tidak sedang frustasi, tidak sampai mengalami depresi, hanya agak dilema memikirkan untung-ruginya aku menikahimu."

Eiliya mencibir sembari melengos. Apa dia itu sedang menyamakannya dengan barang? Pria itu harusnya merasa bersyukur karena hanya Eiliya adalah orang waras yang mau menikahi seorang gay, tanpa ada syarat apa pun, maupun merugikannya secara finansial.

"Tapi aku sudah bilang...."

Eiliya mendelik, pria itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Spontan, ia beringsut. Wajahnya terasa memanas, dan tanpa disadari, pipinya yang memerah terlihat oleh Malvin. Sialnya, pria itu malah tersenyum mengejek.

"Apa-apaan sih, kau!" Eiliya menghela pundak Malvin, dan langsung memalingkan wajah.

"Kau pasti sangat menyukaiku, ya?" ejeknya.

Eiliya mengembungkan pipinya, jengkel. Tapi kemudian, ia membalasnya dengan nada yang agak nyelekit. "Iya lah! Cewek normal pasti suka sama cowok."

Dan tentu saja, Malvin tersinggung. Gadis itu menyindirnya dengan telak, hingga ia tak mampu membalasnya. Beradu mulut dengannya hanya membuatnya capek otak dan masalah ini jadi sulit terselesaikan. Wanita yang seperti apa pun, tetap harus diperlakukan sama. Dan cara untuk menaklukannya adalah membujuknya.

Malvin menghela napas. Ini tugas yang sulit. Eiliya wanita yang bermulut pedas dan keras kepala. Naluri sebagai pria jantan harus ia kerahkan. Saatnya kembali menjadi sisi pria yang dulu pernah ia jalani sebelum tersesat menjadi penyuka sesama jenis.

Mata Eiliya membulat, saat pria perlahan berlutut di hadapannya. Mau apa dia? Untung ia sedang memakai celana jeans panjang. Kalau pakai rok, mungkin pria itu akan berusaha mengintip di baliknya.

"Aku tahu, aku bukan orang yang kau cintai. Aku juga bukan pria... normal yang sebagai mana mestinya," ucapnya pelan, lembut, tapi tetap serius. "Tapi aku akan berusaha melakukan apa pun untukmu, karena hanya kau yang bisa aku percaya saat ini."

Alis Eiliya naik sebelah, heran. Ini orang habis digigit oleh serangga apa, sampai berubah lembut begini? Mampus! Eiliya sempat merasa terperdaya oleh kata-katanya. Hanya saja, ia tetap tidak mau terlihat kalah oleh pria arogan ini.

"Melakukan apa pun?" dengusnya menyindir. "Memangnya, kau sanggup tidak berhubungan dengan sesama pria? Soalnya, aku mungkin akan meminta hal itu darimu."

Malvin menghela napas lagi. Gadis ini sedang mencoba menguji kesabarannya. Ia memalingkan wajahnya, kesal. Tapi demi mendapatkan keinginannya, ia terpaksa menoleh dan tersenyum pada Eiliya.

"Terserah kau saja."

"Hmm ... aku juga akan mengajukan syarat yang lain. Pertama, jangan memaksaku untuk berhubungan badan. Kedua, dilarang kepo sama urusan pribadiku. Ketiga, aku mau tidur di kamar terpisah."

Baik, itu tidak sulit. Malvin mengangguk setuju.

"Meski begitu," Eiliya menambahkan. "Tidak ada yang namanya perselingkuhan selama pernikahan berlangsung."

Malvin mengulurkan tangan, ia tak merasa keberatan atas saran itu. Tetapi Eiliya tak kunjung menjabat tangannya. Pernikahan ini baru disetujui, kalau ada isi perjanjian yang jelas. Semisal, waktu lamanya pernikahan itu berlangsung.

Itu juga yang sedang dipikirkan oleh Malvin. Ia sendiri belum menentukannya.

"Tapi bukannya itu sama saja seperti pernikahan kontrak?"

"Lho!" seru Eiliya heran. "Bukannya kita sudah menyepakati syarat yang aku bikin tadi?"

"Memang, tapi, kan, tidak disebutkan bahwa ini pernikahan kontrak," interupsi Malvin.

Eiliya melipat tangannya di dada. Siapa yang peduli? Intinya adalah: mau atau tidak!

"Jika kau mau, aku akan setuju menikah denganmu. Tapi kalau enggak, aku nggak mau jabat tangan kamu," Eiliya bernegosiasi.

Ah, sumpah! Berurusan dengan wanita ini sangat menjengkelkan! Malvin berdiri, menatap Eiliya yang tampak tak acuh sambil sesekali meliriknya.

Tapi sebenarnya, untuk apa kesal karena hal itu. Gadis itu memang ada benarnya. Karena ini pernikahan yang dipaksa dan mereka saling tidak menyukai, untuk apa membuat pernikahan yang selayaknya seperti pasangan lainnya? Tinggal satu atap sudah cukup membuat mereka gerah, tak peduli seberapa dinginnya AC yang terpasang di rumah mewah Malvin.

"Oke, satu tahun. Deal?"

Eiliya menoleh sambil tersenyum penuh arti. Kesepakatan itu diraihnya tanpa pikir panjang. Tangannya menjabat tangan Malvin, menyerukan kata: "deal!" dengan mantap.

-;-;-;-

Perjanjian hitam di atas putih telah ditandatangani tanpa pengacara. Mama Jelita dan Mami Kumala langsung bersorak girang, kala kabar perjodohan ini telah anak mereka setujui.

Mama Jelita langsung meneruskan kabar baik itu ke koleganya, hingga akhirnya bocor ke media massa majalah bisnis. Wajah Malvin terpampang di majalah, menuliskan sebuah berita dengan judul "Seorang pengusaha muda, Malvin Axel Suryanegoro, akan menikah".

Pria ini hanya menepuk jidat kala berita itu tersebar. Ia harus menjawab pertanyaan itu, tetapi ia menyuruh asistennya untuk mengkonfirmasi.

Karena sudah kadung tersebar, ia juga terpaksa harus menuruti kata mamanya:

"Bawalah dia ke setiap acara... oh, iya! Lusa, kan, ada acara pernikahan Matthew dan Elina. Kalian datang aja ke sana."

Great! Ini menyebalkan. Dan bertambah sempurna karena Eiliya menolaknya.

"Ngapain? Enggak usah buang-buang waktu aku deh!" katanya, begitu Malvin mengajaknya pergi ke acara pernikahan itu.

"Berita tentang pernikahan kita sudah tersebar, bagaimanapun kau harus ikut sebagai pasanganku," balas Malvin. "Di sana banyak pebisnis. Dan aku yang merupakan salah satu investor di perusahaannya Matthew, tentu tidak mungkin pergi tanpa pasangan. Apa kata mereka? Citraku bisa rusak karena kau!"

Eiliya beringsut, menatap dengan ekspresi tak yakin. Masa gara-gara itu citranya jadi buruk? Tidak masuk akal!

"Ya, terserahlah!" Pada akhirnya Eiliya mengalah. "Tapi belikan aku gaun. Soalnya aku tidak punya gaun yang bagus."

Semasa ia kaya dulu, koleksi gaun dari berbagai model memenuhi satu lemari besar di kamarnya. Sepatu hak tinggi juga berjejer di dalam rak khusus berkaca, dan aksesoris disimpan dalam laci yang berkaca pula. Sekarang, barang-barang itu telah dijualnya, hanya ada pakaian usang yang dibeli di pasar.

Malvin menyetujui keinginan itu, walaupun awalnya sulit bernegosiasi dengan gadis yang satu ini.

Seorang pegawai perempuan supermarket melihat Eiliya dan Malvin di tempat gudang penyimpanan barang. Kecurigaannya muncul, dan langsung membuat dugaan tanpa meminta konfirmasi dari pasangan itu.

Ia berlari menghampiri sekumpulan beberapa pegawai wanita, yang saat itu sedang istirahat makan siang.

"Eh, mau kepo tentang sesuatu yang heboh, nggak?" kata cewek yang bernama Tika itu.

"Apa? Cerita dong?" sahut Yuke, yang ditimpali oleh pegawai lainnya.

"Curiga nggak sih, sama cowok bule yang suka bayar di meja kasirnya si Lia?"

Di sanalah, praduga mulai berkembang. Namun, masih ada yang ragu karena Eiliya pernah membantah isu-isu yang mereka pernah buat.

"Terus, lo percaya gitu sama alasannya itu, Mer?" sahut Tika.

Meri menggeleng sangsi. "Ya, setengah percaya. Habisnya, mereka nggak pernah ngomong apa-apa selama Lia menghitung jumlah belanjaan cowok itu."

Tika mengibaskan tangannya, remeh. "Lo tau, nggak? Gue lihat Lia sama cowok bule itu di gudang tadi." Serempak, semua para wanita itu terkejut tak percaya. Dan Tika kembali memanaskan gosip ini. "Gue nggak tau mereka ngapain dan ngomongin apaan, tapi gue yakin kalau mereka pasti punya hubungan."

"Tunggu, maksud lo, Lia sama cowok itu bermesraan di gudang?" tanya seorang wanita bertubuh tambun. Tika menjentikkan jarinya, yang berarti "binggo!".

Suasana bisik-bisik terjadi di antara kumpulan wanita itu. Mungkin sebuah isu akan menjadi gosip yang menyebar dalam waktu hitungan menit. Saat Eiliya kembali ke dalam supermarket, beberapa pegawai menatap ke arahnya.

Meri langsung tergopoh-gopoh menghampirinya. Rasa penasarannya terlihat jelas dari air mukanya, yang membuat Eiliya terheran-heran.

"Apa?"

Meri diam saja dalam beberapa detik karena merasa ragu. Tapi karena melihat teman-teman lainnya yang menatapnya untuk memprovokasinya, maka pertanyaan itu ia lontarkan.

"Lia, apa kau punya hubungan dengan cowok bule yang suka mengantre di meja kasirmu?"

Hah? Eiliya terkejut. Kenapa menanyakan soal itu lagi? Apa dia mencurigainya, karena Malvin sering datang mengunjunginya ke supermarket?

"Meri!" seruan Pak Salim mengurungkan niat Eiliya untuk menjawab. Manajernya itu berjalan menghampiri Eiliya dan Meri. Tatapannya sangar pada Meri, praktis membuat gadis itu menunduk takut.

"Ngapain kamu di sini? Kerja sana!"

Meri mengangguk kikuk. Para pegawai yang tegang menunggu jawaban Eiliya harus merasa kecewa.

Kini, Pak Salim menghadap ke arahnya sembari tersenyum semanis mungkin, yang di mata Eiliya malah terlihat lebih sangar.

"Eiliya, tadi saya dengar kalau kamu akan menjadi calon istri pak Malvin, ya?" kata Pak Salim, tak biasanya nada bicaranya serendah ini.

Bukan hanya Eiliya, para pegawai yang mencuri dengar menoleh terkejut ke arahnya. Yang membuat mereka terkejut, nama calon pengantin pria Eiliya. Malvin Axel Suryanegoro itu, kan, pemilik mall ini![]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel