Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB SEMBILAN Pengantin pria yang sebenarnya?

Sebenarnya ... yang jadi pengantin prianya siapa?!

Beberapa menit yang lalu, mamanya Danial menghubungi Kinan.

"Kinan, hari ini kamu akan dijemput untuk fitting gaun, ya," kata wanita itu lembut.

"Ah, iya, Tante," sahut Kinan.

Kinan menghela napas berat setelah menutup teleponnya. Bersama pria itu lagi ... Huft! Akan jadi hari yang berat.

Namun, tidak seperti yang dipikirkan olehnya.

Kinan keluar dari kantor sekitar jam 11 siang. Mobil Danial yang menjemputnya telah terparkir, tinggal menunggunya untuk masuk ke dalam sana.

Di samping mobil, ia melihat sosok pria berjas biru dongker sedang membelakanginya. Pasti tidak lain dan tidak bukan adalah Fahlevi!

Kinan langsung terhenyak. Pikirnya, mungkin lebih baik bersama dengan Danial, daripada dengan pria itu.

Fahlevi berbalik, menundukkan kepala sedikit, lalu menyapa, "Halo, Nona." Kemudian, ia membuka pintu mobil yang ada di bagian kursi penumpang. "Silakan."

Canggung sekali, Kinan masuk ke dalam mobil. Namun, kenapa kursi yang di sampingnya kosong? Kursi depan juga sama. Ke mana Danial?

"Pak, kata Kinan, begitu Fahlevi masuk ke dalam mobil. "Di mana Danial?"

"Pak Danial sudah dua hari ke Jepang. Ada urusan bisnis," jawab pria itu.

Tanpa kabar? Jujur, Kinan dianggap tunangannya atau tidak? Kesal! Tapi, dirinya sendiri juga tak menganggapnya begitu.

Danial hanya pria yang akan menikahinya dan memberinya tumpangan di rumahnya, lalu diberikan cap "istri", begitu pikirnya. Memangnya, ia peduli pada pria itu? Kenapa sekarang kesal hanya karena hal itu?

Baiklah, tahan emosi, duduk di dalam mobil ini dengan tenang. Kalau kemarahan menguasainya, kerutan akan mudah muncul di wajahnya dengan cepat. Tidak mau, 'kan di hari pernikahan nanti wajahnya jadi kurang cantik gara-gara keseringan marah karena hal kecil?

Kinan mengalihkan perhatian pada yang lain. Eh! Kenapa ia malah melirik Fahlevi? Tidak, ini bukan hal yang disengaja. Jangan dipikir, ia merasa tertarik karena pernah merasa tersanjung oleh sikap ramah Fahlevi.

Tidak disangka, Fahlevi meliriknya dari spion yang ada di dashboard. Kinan tahu itu, terlihat dari ujung matanya. Namun, ia heran, kenapa pria itu meliriknya. Tidak mungkin banget kalau Fahlevi menyukai calon istri bosnya.

"Ehem!" Kinan mendeham, anggap saja sebagai peringatan buat pria itu, agar berhenti meliriknya. "Apa tempatnya masih jauh?"

"Tidak. Sebentar lagi, Nona," jawab Fahlevi, berusaha tidak gugup.

"Hanya aku saja yang fitting gaun, 'kan?"

"Sebenarnya, pak Danial juga. Nyonya Darmaji sudah memesankan satu stel pakaian pengantin untuk pak Danial. Hanya tinggal diukur saja."

Kinan tak berkomentar lagi karena sudah pasti, ukuran baju itu sudah ditentukan oleh Danial sebelum pergi ke Jepang.

Dan lagi-lagi perkiraannya salah.

Kemarin, Luna bercerita soal novel yang dibacanya. Saat calon pengantin akan fitting gaun, ibu mertua dan ibunya akan menemani mereka ke sana.

Itu hanya ekspektasi! Sesampainya di sana, tidak seorang wanita setengah baya yang datang. Baik mama atau mamanya Danial, mereka terlalu sibuk untuk mempersiapkan hal lainnya. Ia hanya disambut oleh pemilik butik langganan calon ibu mertuanya, lalu menyodorkan gaun pilihan kepadanya.

"Em ... katanya, ukuran tubuh kamu sama seperti Danial?" tanya si pemilik butik pada Fahlevi.

"Iya," sahut Fahlevi. "Pak Danial hanya sedikit lebih tinggi dari saya."

Apa? Kinan terkejut bukan main. Yang memakai baju pengantin duluan sekretarisnya, bukan Danial? Apa-apaan ini?!

"Nona, mari saya tunjukkan di mana ruang gantinya," kata seorang pegawai yang membuat Kinan terhenyak.

"I ... iya."

Terpaksa Kinan menuruti si pegawai, meskipun terasa ada yang salah saja kalau Fahlevi yang memakai baju pengantin milik calon suaminya. Sambil berjalan mengikuti gadis itu, Kinan melirik ke arah Fahlevi beberapa saat.

Gaun yang cantik, mempertegas bentuk tubuh indah Kinan, menyingkapkan sedikit bahu putihnya. Namun, tetap risi karena bagian punggungnya agak terbuka, meskipun belum dikatakan terlalu seksi.

Jadi enggan keluar dari ruang ganti. Malu juga kalau sampai orang lain melihatnya, terutama Fahlevi.

Tapi sayangnya, Fahlevi keluar dari ruang ganti, bersamaan dengannya. Ruang ganti mereka saling berhadapan dan berseberangan, sehingga tatapan mereka bersirobok begitu tirainya dibuka.

Tadi yang Kinan dengar, ukuran pakaian Danial serupa dengan Fahlevi, 'kan? Harus ia akui, pria itu sangat tampan dan pas dengan tuxedo berwarna silver itu; tidak kebesaran, hanya bagian celana dan lengan tangannya kepanjangan. Yah, karena Danial lebih bongsor dari pria itu.

Kini, giliran Fahlevi yang terpana. Sejak awal melihatnya, Kinan adalah wanita yang luar biasa menurutnya; gadis dari keluarga terpandang, cantik, dan satu lagi cerdas.

Yang sangat disayangkan, Kinan bukan selera Danial. Aneh, memang. Jika ia Danial, tidak ada keraguan baginya untuk menikahi Kinan.

"Wah, cocok," komentar si pemilik butik sambil menghampiri Fahlevi. "Nah, Nona Kinan. Bagaimana? Apa pakaiannya pas atau kelonggaran?"

"Em ... apa tidak ada gaun lagi?" tanya Kinan sangsi.

"Lho, kenapa? Ini pilihan pak Danial lho."

Pilihan Danial? Kinan sampai mengernyit jijik. Pria itu punya selera yang sangat ... ah! Ternyata, Danial semesum itu, suka dengan tipe perempuan yang seksi—tipe yang bukan Kinan banget!

"Oh, begitu. Ya sudah, tidak apa-apa," kata Kinan kecewa.

Baru kali ini, si pemilik butik menemukan pengantin wanita yang tidak menyukai gaun pilihan calon suaminya. Melihat wajah Kinan yang muram, wanita itu berbasa-basi.

"Kalau Nona tidak suka, saya akan minta pada Nyonya Ida untuk mengganti model gaunnya—"

Justru malah merepotkan orang lain! Tidak, Kinan buru-buru menukas, "Nggak usah. Saya nggak apa-apa kok pakai gaun ini."

Kalau memang begitu maunya Kinan, si pemilik butik tidak lagi memaksa, kemudian berbalik menghadap Fahlevi untuk memeriksa tuxedo yang dipakainya.

Kinan melirik Fahlevi, memperhatikan semua yang dilakukan dan percakapan si pemilik butik dengannya. Kacau! Yang mau menikah dengannya itu Danial apa Fahlevi sih? Danial juga. Kenapa pergi di hari-hari sebelum pernikahan? Apa gunanya Fahlevi, jika bukan untuk mengurusi semua pekerjaannya di luar negri?

Dan pakaian ini ... rasanya ingin segera dilepaskan olehnya. Maka dari itu, ia berharap kalau pegawai butik ini cepat-cepat mengukur gaunnya. Kinan sudah gerah untuk buru-buru ke ruang ganti, lalu membuka gaun ini.

"Jika begini saja sudah tidak betah, bagaimana kalau gaunnya dipakai saat hari pernikahan?" gumam Kinan sangat pelan, di dalam ruang ganti sambil melihat gaun pernikahannya yang berwarna keemasan.

Huft! Helaan napas Kinan begitu panjang. "Sudahlah! Bagaimana nantinya saja."

-;-;-;-

Hotel di sebuah kota Paris gempar dengan penemuan sebuah mayat pria tergantung di atas platform. Di depan pintu masuk hotel, terparkir penuh oleh mobil polisi.

Garis kuning membentang di depan kamar yang menjadi tempat penemuan mayat. Beberapa polisi dan dua detektif menginvestigasi kamar itu.

"Bagaimana? Apa kau menemukan sesuatu?" tanya polisi pada seorang detektif.

"Tidak ditemukan bukti apa pun kalau ini pembunuhan," jawab si detektif dengan menggunakan bahasa Prancis. "Kami hanya menemukan barang-barangnya saja. Selain itu, tidak ada bukti kekerasan di tubuh korban."

Polisi menyimpulkan bahwa kasus ini murni bunuh diri. Namun, ia masih belum bisa memberikan opini di hadapan publik. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menguatkan kesimpulan itu.

"Detektif, siapa nama korban?" tanya kemudian.

Detektif itu memperlihatkan sebuah paspor yang sudah dibungkus oleh plastik. "Namanya, Tristan Adipati Suryana."[]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel