Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB DELAPAN Terkuaknya sebuah hubungan

Dalam hubungan percintaan sesama jenis, pasangan biasanya menentukan siapa yang akan menjadi pria atau wanita. Danial memutuskan jadi pria, sedangkan Tristan yang menjadi wanitanya.

Tristan merupakan tipe pencemburu. Maka dari itu, ia sengaja mengatakan bahwa dirinya adalah kekasih Danial di hadapan Kinan.

Tentu saja, Kinan kaget. Bahkan, ia sudah langsung berpikiran buruk soal itu. Diliriknya Danial, yang tampak sangat terkejut lalu menunduk sambil mengepalkan tangan tanpa bisa mengatakan apa pun lagi.

Kacau! Geram Danial di dalam hati. Padahal, ia sudah memperingatkan pria itu untuk tidak melakukan hal apa pun. Tapi kali ini, Tristan malah bertindak bodoh! Ia tidak mungkin membantah hal itu di sini, bisa bertambah buruk situasinya nanti. Oleh karena itu, ia lebih baik diam.

Tristan tertawa kecil sambil melepaskan jabatan tangan Kinan. Apalagi sekarang? Tristan membuat Kinan dan Danial mengernyit heran.

"Kamu percaya, ya?" gelak Tristan. "Aku hanya bercanda. Aku sahabat Danial sejak kami kuliah di luar negri. Karena kami akrab, banyak yang bilang kalau kami pasangan gay. Ya, 'kan, Danial?"

Tristan melirik Danial, yang terpaksa mengiyakan ucapan pria itu.

"Katanya kau kuliah di luar negri juga?" kata Tristan lagi pada Kinan.

"I ... iya," jawab Kinan terbata sambil melirik Danial.

"Kau pasti tahu, 'kan pergaulan di sana? Aku suka bercanda pada teman-teman, setiap mereka menanyakan soal hubungan kami. Makanya, aku suka menjawab kalau Danial pacarku." Tristan tertawa keras ketika menjelaskannya.

Kinan tersenyum ragu sambil melirik Danial sesekali. Pria itu tampak frustrasi dan gelisah. Memang, sahabat yang aneh cuma bikin sakit kepala saja. Pikir gadis itu.

"Anda sangat lucu," timpal Kinan kemudian.

Lucu? Itu artinya Kinan mempercayai ucapan Tristan. Danial lega karena posisinya masih aman sekarang.

"Memang!" sahut Tristan. "Tapi jangan terlalu kaku gitu dong, sis. Kau sahabatnya Danial, jadi nggak usah formal gitu ngomongnya. Iya, 'kan, Dan?"

Danial semakin berkeringat dan salah tingkah. Yang bisa dilakukannya saat ini adalah mengikuti permainan Tristan. Untuk menyesaikan masalah ini, ia hanya menganggukkan kepala sebagai respons setiap ucapan Tristan. Agar tidak terlihat ekspresi gugupnya, Danial menyeruput kopinya.

Tristan melirik pria itu sejenak, lalu tersenyum puas. Untuk hari ini, cukup sampai di sini membuat pria itu cemas. Dialihkan pandangannya pada Kinan, lalu berkata:

"Sepertinya, kalian sedang makan bersama. Aku jadi tidak enak mengganggu acara kalian."

"Ah, tidak kok. Kalau kamu mau, kita bisa makan bersama." Kinan berbasa-basi.

"Tidak apa-apa. Aku sudah makan kok tadi," sahut Tristan. "Kalau begitu, aku pergi dulu, ya. Bye, Kinan. Bye, Danial."

Entah dilihat oleh Kinan atau tidak, Tristan sengaja menyentuh bahu Danial sebelum pergi. Sontak, Danial langsung merasa panas dingin.

Fahlevi datang tak beberapa lama Tristan menjauh. Tiba-tiba, Danial beranjak dari kursinya. Wajah tampannya menunjukkan ekspresi kurang senang.

"Berikan aku kunci mobilnya!" Danial mengulurkan tangannya pada Fahlevi.

Fahlevi tercengang sejenak, bergegas merogoh saku celana, lalu menyerahkan kunci mobilnya pada Danial.

"Kalau sudah selesai makan, antarkan Kinan pulang. Pastikan dia sampai di rumah dengan selamat," kata Danial. "Aku mau pergi dulu. Ada urusan yang harus aku selesaikan!"

Kinan dan Fahlevi sama-sama tercengang menatap punggung atletis pria itu, yang perlahan menjauh dari pandangan. Kemudian, mereka saling berpandangan tanpa sadar menoleh.

Berduaan lagi?

-;-;-;-

Ternyata Tristan belum jauh dari tempat itu, masih berada di tempat parkir. Hatinya merutuk, mengingat kejadian di dalam tadi.

Beberapa langkah lagi, Tristan sampai di mobilnya. Tiba-tiba, ia merasakan lengannya dirangkul oleh seseorang. Ia menoleh, sontak matanya membulat saat melihat siapa yang melakukan itu.

"Danial?" gumamnya tercengang.

"Ayo, kita bicara?"

Bicara apa? Kenapa ekspresi wajahnya datar begitu? Bulu roma Tristan sampai meremang karenanya. Apa Danial marah soal yang tadi?

-;-;-;-

Capeknyaaaaa!

Kinan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar sampai tak sadar termenung. Pandangannya mengabur, lalu sebuah ingatan terlintas.

Tristan. Pria itu tampak familiar, seperti pernah bertemu di suatu tempat. Tapi ... di mana?

Pintu kamarnya diketuk sekali oleh seseorang dari luar. Lalu, muncullah Luna dari balik pintu sembari menyeringai.

"Cieee ... yang habis foto prawedding," ledek gadis itu seraya menghampiri kakaknya. "Pasti menyenangkan."

"Apaan!" seru Kinan tersinggung. "Makanya, jangan terlalu banyak nonton drama! Nih! Mending pijat kakiku. Pegel-pegel nih!"

Luna menghela kaki Kinan yang disodorkan padanya. "Emangnya aku tukang pijat."

"Kamu mau kepoin cerita acara foto prawedding kakak, 'kan?" bujuk Kinan, tersenyum licik.

Hati kecil gadis itu terbujuk. Matanya melirik ragu pada kakaknya. Memang, ia sangat ingin mendengarnya. Tapi kalau harus memijat kaki kakaknya dulu....

"Bagaimana?" tanya Kinan. "Kalau nggak mau ya, udah. Aku mau tidur aaaaah—"

Kinan menjaili adiknya dengan berbaring di ranjang sambil menguap. Namun, pikiran Luna tiba-tiba berubah, berseru untuk mencegah Kinan berbaring.

"Eeeh! Oke, oke! Aku pijatkan deh!"

Kinan terkekeh senang, lalu meletakkan kakinya di depan adiknya. Dengan sangat terpaksa, jemari Luna memijat betis Kinan.

"Jadi, gimana ceritanya?" tagih Luna.

Kinan menceritakan semua proses pemotretan sampai selesai. Bahkan, pertemuannya dengan Tristan sampai disebutkan olehnya. Luna yang terkejut dan takjub, alih-alih mengomentari proses pemotretan, ia justru mengomentari soal persahabatan Tristan dan calon kakak iparnya.

"Wah, keren! Bromance! Pasti, hubungan mereka lebih romantis, daripada hubungan mereka sama pacarnya."

"Sok tahu banget kamu!" seru Kinan.

"Iyalah!" sahut Luna, yang merasa bangga memiliki pengetahuan lebih banyak soal hubungan. "Nih, ya, Kak. Dari sudut pandang aku, kak Danial itu kayaknya tipe cowok yang kurang romantis dan kaku sama cewek. Tapi, kalau ke temen cowok, dia justru lebih akrab."

Tidak bisa menampik, kalau adiknya itu memang the best kalau soal ini. Kinan memangku dagunya, menatap adiknya itu ketika berceloteh tentang calon kakak iparnya. Namun lama-lama, ia merenungkan soal Tristan lagi.

Gay! Ucapan Tristan tadi memutarkan kilas balik adegan pelukan yang terjadi di apartemen sekitar dua minggu yang lalu.

Sepasang mata cokelatnya terbelalak. Bayangan wajah Tristan yang terekam hari ini, dicocokkan dengan wajah pria yang dilihatnya waktu itu.

Ia tersentak. Di dalam hati bergumam terus menerus, "Tidak mungkin. Tidak mungkin dia, 'kan?"

Luna heran melihat ekspresi kakaknya itu. Lalu, ia bertanya, "Kenapa, Kak?"

Kinan terkesiap, membantah dengan ucapan terbata-bata. "Nggak. Udahan pijatnya. Makasih, ya. Aku mau tidur. Capek."

Ada yang tidak beres dengan kakaknya, tapi Luna tidak membahasnya. Mungkin memang Kinan butuh istirahat. Ia melihat Kinan sudah terlelap, jadi ia keluar kamar tanpa bersuara.

Akan tetapi, Luna salah. Ketika derit pintu tertutup terdengar, mata Kinan terbuka. Tubuhnya yang lelah tidak dapat membuatnya tertidur dengan mudah.

"Tristan ... apa benar dia gay? Lalu, pria yang dipeluknya itu ..." Kinan menggelengkan kepala. "Nggak, enggak, enggak! Apaan sih? Masa Danial juga ... gay?"[]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel