BAB 15 Malam pertama yang menyiksa
Apaan ini? Pria ini mau melakukan sesuatu padanya? Namun, Kinan belum siap menyerahkan kesuciannya pada pria itu.
Lantas, ia berbalik menghadap Danial. Mata pria itu setengah terbuka, menyeringai aneh yang membuat bulu romanya meremang. Fix, dia mabuk.
"Kenapa kau pasrah? Apa kau menungguku untuk berhubungan intim denganku?" ceracau Danial.
Kinan menghela napas yang ditahannya karena menahan aroma alkohol yang menusuk. "Aku istrimu. Lakukan saja, meskipun aku belum siap."
Danial tertawa mengejek, lalu perlahan mendekatkan wajahnya. Apa dia ingin mencium gadis itu?
Kinan menatap bibir Danial dengan jantung berdetak kencang, menelan air liurnya, lalu memejamkan mata perlahan. Namun, detik itu begitu lama, entah apa yang terjadi. Mungkin pria itu tidur?
Kinan membuka matanya sebelah. Ia tertegun, melihat Danial tersenyum mencemooh.
"Kau pikir, aku akan melakukannya?"
Kinan terbelalak kala tubuhnya dihempas oleh Danial hingga terpental ke lantai. Pria itu duduk, lalu tersenyum. Jari telunjuknya diacungkan ke arah Kinan sembari berkata:
"Jangan mimpi bisa melakukan hal itu denganku. Kau hanya istri pajangan!"
Rahang Kinan mengeras, tatapannya tajam. Ia berdiri, mengibas-kibaskan bajunya. "Saya juga tidak sudi tidur dengan Anda."
"Ssssstt!" Danial menempelkan jari telunjuk ke bibirnya, lalu tersenyum mengejek. "Memalukan! Masih juga mempertahankan harga diri."
Apa dia bilang? Mata Kinan melotot tajam, tapi tidak membalasnya. Pria itu kembali berbaring, menggerak-gerakan kakinya hingga sepatunya lepas.
"Bukakan bajuku!" perintahnya kemudian.
"Buka saja sendiri!" balas Kinan sambil berlalu menuju lemari.
Danial menegakkan kepalanya sedikit, memperlihatkan ekspresi tidak senang. "Kau melawanku?"
Kinan mendengus, berbalik menatap dengan pandangan mengejek. "Aku ini istri pajangan, bukan pembantumu!"
Ekspresi Danial berubah lebih dingin. Dia beranjak menuju Kinan yang masih mengobrak-abrik isi lemari, mencari sebuah selimut.
Setelah selesai, Kinan berbalik. Sontak, ia terkejut karena Danial mengulurkan tangannya, lalu mencekik lehernya. Bukan hanya itu, Danial membanting tubuhnya ke lantai.
Kinan meronta, mencoba menjerit, "To ... lo... ng! Lepas ... kan ... A ... ku....!
"Kalau kau mencoba melawan, kau akan bernasib sama!" ancam Danial dengan suara parau yang dingin dan menusuk.
Bernasib sama? Apa maksudnya? Apa pria itu pernah membunuh? Tidak, ia tidak mau. Kinan meronta, mencoba melepaskan jeratan tangan Danial dari lehernya.
"Danial ... aku ..."
Danial tersenyum, melepaskan tangannya dari leher Kinan. Gadis itu menghela napas kencang, lalu terbatuk sambil memegang lehernya. Kinan menatapnya, mencari arti dari seringai mengerikan yang terulas di bibir Danial.
Kemudian, Danial meraih rahang Kinan dan mengenggamnya agak kuat. "Ini baru peringatan. Aku tidak segan-segan menyiksamu lagi, kalau kau tak menurutiku. Paham?" sergahnya seraya menghela dagu Kinan dengan kasar.
Setelah itu, Danial membuka jasnya, lalu melemparkannya ke Kinan. Tanpa mempedulikan Kinan yang terbaring tak berdaya, pria itu tidur di atas ranjang yang empuk.
ꨄ︎ꨄ︎ꨄ︎
Cekikan Danial membekas di lehernya. Kinan menyembunyikan dengan memakai baju yang kerahnya dapat menutupi lehernya.
Ancaman Danial membuatnya berpikir dua kali untuk membuka mulut. Kinan mulai berhati-hati dalam sikap dan ucapan. Bahkan, ia memilih diam, daripada membantah apa pun yang dilakukan oleh Danial.
"Entah, kapan aku bisa bertahan dalam situasi ini?" gumamnya, saat meletakkan pakaian kotor milik Danial di dalam bak. "Tidur di sofa? Apa dia pikir badanku tidak sakit?"
Kinan kembali ke kamar, menggerutu, bahkan sempat membuat rencana untuk meracuni pria itu sampai mati. Tapi, lagi-lagi ia bertanya akan keberaniannya dalam melakukan hal itu.
Sesampainya di kamar, ia melihat Danial telah tertidur pulas. Kinan mendekat perlahan, memandangi wajah tampannya tapi berhati sangar seperti serigala itu.
"Tuhan tidak adil. Kenapa menciptakan pria berhati kejam, dan menjodohkanku dengan dia?"
Kinan terhenyak, pria itu tiba-tiba bergerak dalam keadaan mata terpejam. Huh, bikin kaget saja!
Lantas, ia berjalan ke sofa, duduk sejenak. Gadis ini tipe pemikir, yang akan selalu memikirkan apa pun yang ganjil baginya. Pria yang ada di sana itu! Seminggu sehabis menikah, dia tidak pernah menyentuh Kinan sama sekali.
Apa dia membencinya?
Tidak. Mungkin karena pernikahan ini atas dasar cinta. Wajar saja kalau Danial tidak ingin menyentuhku. Gumamnya dalam hati, sambil berbaring.
Napasnya terhela berat, meringkuk seperti janin di atas sofa, meratap dengan mata sendu. "Pa, Ma. Apa kalian tahu kalau aku tidak bahagia?"
Bagaimana lagi, inilah akibat perjodohan. Kinan hanya dapat menyesali, hingga akhirnya tertidur pulas. Waktu berlalu lagi, dan pagi menjelang seperti hari-hari sebelumnya.
Alarm tersetel pukul 5 pagi. Ia beranjak mandi ketika bunyi alarm ponselnya yang bervolume kecil berdering. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, ia mulai menyediakan pakaian dan semua keperluan Danial.
"Danial, Danial!" panggilnya sambil menepuk pelan lengan pria itu. "Bangun! Sudah jam 6 pagi. Kau bilang, ada rapat penting pagi ini."
Pria itu membuka matanya, berbalik menghadap Kinan. Senyuman pria itu membuat Kinan waswas, takut kalau dirinya telah melakukan kesalahan.
"Bagus! Kau melakukan tugasmu dengan baik," puji Danial, lantas beranjak dari pembaringan.
Kinan tertegun. Pria itu membuatnya gemetaran dengan menyentuh dagunya.
"Inilah seorang istri yang sempurna."
Di dalam hati, Kinan mengerutu kesal. "Bukan, lebih tepatnya 'babu yang sempurna'!"
"Kenapa tidak tersenyum," tanya Danial, melihat wajah cemberut Kinan. "Apa itu tanda perlawanan?"
Kinan langsung melengkungkan senyum tidak tulus. "Sudah puas?" rutuknya di dalam hati.
Sepertinya sudah cukup. Tidak ada komentar lagi dari pria itu. Kinan pun langsung keluar kamar, begitu Danial keluar dari kamar. Waktunya memasang wajah senyum di depan mertuanya pada ritual sarapan pagi.
Tidak ada percakapan istimewa pada acara sarapan pagi seperti biasanya. Ayah Danial menanyakan soal perusahaan yang dipegang oleh putranya itu, dan Danial menjawabnya singkat:
"Tidak ada masalah. Perkembangan perusahaan semakin pesat."
Kinan hanya jadi pendengar. Lagipula, tak tertarik juga mendengarkan hal itu. Tapi, bukan berarti ia hanya berdiam diri saja. Kadang, di depan mertuanya, ia berusaha menjadi istri yang melayani sang suami dengan baik.
"Oh, iya, Danial, Kinan," kata ibu mertua, yang tiba-tiba masuk dalam pembicaraan. "Kalian sudah seminggu menikah. Apa tidak ada rencana untuk bulan madu?"
Ucapan yang mengejutkan, tetapi Kinan dan Danial tidak sampai tersedak mendengarnya. Bulan madu? Hal ini bukan wewenangnya. Kinan melirik Danial, menunggu keputusan pria itu.
"Aku sibuk. Jadi, tak sempat," jawab Danial tenang, sambil menyantap kembali makanannya.
"Aduh! Soal pekerjaan kan kamu bisa serahkan pada Fahlevi, atau pada om kamu," protes ayah Danial, gusar melihat anaknya lebih memilih pekerjaan, dibanding membuat seorang bayi lewat liburan mesra pasangan baru.
Sebelum Danial menjawab, seorang pria di belakang mereka menyahuti, "Danial tidak mempercayaiku, Kak."
Semua orang mengalihkan pandangan pada pria itu. Kinan ingat siapa dia, dan bahkan ucapannya pada saat malam setelah pesta pernikahannya. Ia menangkap suatu hal antara Bram dan Danial. Pandangan saling tidak suka, seperti antara rival yang sedang berselisih.
Kinan tidak tahu apa keluarga ini menyadarinya. Setelah pandangan tajam mengarah pada Bram, Danial mengubah ekspresi dan nada bicaranya.
"Siapa bilang?" katanya sembari tersenyum. "Aku tidak bisa meninggalkan perusahaan karena aku sangat mencintai pekerjaanku."
Omong kosong! Makanya, Bram tersenyum sinis setelah mendengarnya.
"Tapi," lanjut Danial, setelah menatap Bram, ia mengalihkan pandangan lembut dengan senyuman memukau yang bisa membuat Kinan salah paham. "Aku lebih mencintai istriku. Jadi, aku setuju berbulan madu dengannya, lusa."
Asli! Danial pantas sekali mendapatkan piala Oscar untuk aktingnya ini. Dia hampir saja berhasil membuat Kinan tersentuh dengan bualannya itu.
Namun, tak lama bagi Kinan untuk sadar. Ia juga akan menimpali aktingnya dengan senyuman mesra yang memuakkan. "Iya, Sayang. Aku bahagia sekali."
Kedua orangtua Danial tersenyum puas sambil saling menatap. Kinan menghela napas jengkel, lalu melirik pria itu sambil berpikir.
Pria itu ... Entah apa lagi yang sedang direncanakannya sekarang?
"Jadi, Om," kata Danial setelah itu. "Tolong, jaga perusahaanku, selama aku tidak ditempat."
"Tentu saja," sahut Bram, tersenyum.[]