Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 12 Action, mulai!

Beberapa hari yang lalu di Jepang.

Prang!

Tristan melempar gelas Wine ke lantai hotel, menjerit frustrasi. "Aku tidak mau! Kau menyuruhku ke Paris selama setahun, sedangkan kau bersenang-senang dengan wanita itu! Tidak! Aku muak bersabar lagi!"

Danial mendekat, mencoba meraih pundak Tristan. "Tristan, kau harus mengerti—"

"Mengerti?" tukas Tristan. "Seharusnya, kau yang mengerti! Aku, tidak sanggup berpisah denganmu setahun!"

"Aku juga begitu, Sayang," sela Danial, memelas, menghampiri Tristan dan menyentuh kedua pipinya. "Tapi hanya ini yang bisa kita lakukan sekarang. Kau tidak mau kehidupanku terancam, 'kan?"

"Itu terus yang kau katakan!" sergah Tristan, lalu menghempaskan sebuah vas bunga hingga pecah. "Apa susahnya mengatakan soal hubungan kita? Kalau kau takut pada papamu, tinggal kau bunuh dia. Lalu, soal para pemegang saham, kau bisa ancam mereka. Kenapa harus dipusingkan?"

Ide yang gila! Danial menoleh tercengang mendengar ucapan yang baru didengarnya dari mulut Tristan. Biasanya, Tristan tak sekasar ini. Karena sifat penyabar dan kalem adalah hal yang paling ia suka dari pria itu.

Danial berjalan menuju kursi, terdiam, tapi bukan berarti kehabisan kata. Ia ingin hal ini dibicarakan dengan tenang. Makanya, ia menunggu Tristan tenang, menetralkan pikiran dan perasaannya.

Namun, langkahnya salah. Tristan semakin geram. "Danial, aku tidak akan ke Paris. Aku tidak akan membiarkanmu bahagia. Aku akan melakukan apa pun supaya kau tetap berada di sisiku."

Danial mendongak, sigap berdiri di hadapan Tristan. "Aku tidak ke mana-mana. Aku tetap berada di sisimu."

"Apa?" dengus Tristan, tersenyum sinis. "Kita dipisahkan oleh jarak, dan kau sedang bersama dengan wanita itu! Apa kau pikir aku bisa tenang?"

Danial semakin pening. Ia mendengus, kaki jenjangnya melangkah pergi dengan derap langkah kencang. Sejak saat itu, mereka saling bungkam.

Sehari setelahnya, ketika Danial mengunjungi Osaka, Tristan mengiriminya pesan. Katanya, dia akan meninggalkan Jepang, tapi tidak memberitahukan akan pergi ke mana. Danial merasa tidak tenang, karena Tristan akan tetap mengusik Kinan.

Danial melempar ponselnya karena kesal, membentur dinding hingga layarnya ponselnya pecah. Tristan benar-benar membuatnya geram! Semua yang direncanakan bakal kacau karena dia.

Tak boleh membiarkan hal ini terjadi, ia menghubungi Fahlevi untuk mengawasi Kinan. Meskipun begitu, Danial masih belum tenang. Pikirannya melayang di antara dua sisi, yaitu pekerjaan dan tindak tanduk Tristan pada Kinan.

Karena tak ada yang terjadi, makanya Danial memerintahkan Fahlevi untuk memeriksa ponsel Kinan. Dan firasatnya benar! Tristan mencoba menggagalkan pernikahannya, dengan membocorkan rahasianya lewat DM di medsos.

"Sudah saya hapus, Pak." Jawaban dari Fahlevi, membawa angin segar bagi Danial. Ia tak perlu mengkhawatirkan soal itu lagi. Tristan tidak akan mengusik pernikahannya lagi.

"Bagus," gumam Danial di telepon.

Setelah menutup teleponnya, Danial bergabung dengan para tamu undangan lainnya. Ia meminta pada seorang pianis untuk menyanyikan sebuah lagu yang romantis.

Lalu, ia menghampiri Kinan yang sedang mengobrol dengan adiknya di panggung pernikahan. Kedua gadis itu tercengang dengan kehadirannya, apalagi saat Danial mengulurkan tangan ke arah Kinan.

"Mau dansa bersamaku?"

Alih-alih tersanjung, Kinan justru semakin bingung.

Ouh, romantisnya. Gumam gadis itu. Luna tersenyum menggoda, mencolek lengan kakaknya itu sambil mengisyaratkan agar menerima tawaran itu.

Kinan menghela napas, terpaksa meletakkan tangannya di atas telapak tangan Danial. Lantas, pria itu membawanya menuruni panggung, mengajaknya berdansa di tengah para tamu undangan yang ikut berdansa.

Luna tersenyum kecut melihat kakaknya menemukan pasangan yang begitu romantis. Ia berdoa, semoga saja kehidupan kakaknya dan suami bahagia.

Cuma tinggal dirinya yang tidak punya pasangan. Luna menuruni panggung dengan wajahnya yang dihiasi aura muram. Ia tertegun sejenak, melihat seorang pria tampan berdiri sendirian di dekat sebuah meja sambil menyesap minumannya.

Fahlevi melirik, begitu menyadari Luna berdiri di dekatnya sambil tersenyum canggung. Ia membalasnya dengan senyuman ramah khasnya.

"Maaf, boleh saya duduk di sini?" tanya Luna, gugup.

Di sini? Bukannya masih banyak kursi kosong di ruangan ini? Ya, Fahlevi menyadarinya, tapi ia tak mengatakan hal itu karena takut menyinggung gadis itu.

"Silakan," kata Fahlevi, sangat ramah, hingga membuat Luna tersentuh.

Dengan senyum riang, Luna duduk di kursi yang bersebelahan dengan Fahlevi. Tempat ini sangat tepat untuk melihat pemandangan romantis pengantin baru yang sedang berdansa itu.

Tanpa memiliki maksud, Luna melirik pria di sebelahnya. Bukan, tidak ada hal romantis yang sedang dipikirkannya saat ini. Tapi sebuah ingatan samar yang datang mendadak tentang Fahlevi.

"Maaf, Kak. Apa kita pernah bertemu sebelum ini?" tanya Luna, sangsi.

Fahlevi menoleh sambil berpikir. "Nggak. Tapi saya tahu tentang kamu."

Luna terkejut. "Tentang saya?" Wajahnya seketika memucat, bergidik ngeri sembari melirik pria itu.

Meski tidak melihat, Fahlevi seakan tahu bahwa Luna menduga hal buruk tentangnya. Maka, ia cepat-cepat menukas, "Saya bukan stalker. Saya sekretaris Pak Danial."

Luna merasa lega, kemudian merasa malu. Tentu saja, seorang sekretaris pasti mengetahui hal banyak tentang apa pun, termasuk bosnya.

"Mungkin kamu pernah melihat saya, ketika saya mengantarkan Nyonya Kinandita ke rumah," kata Fahlevi lagi.

Luna melirik ke arah lain, berpikir. "Oh, ya? Mungkin?" Ia menggidikkan bahunya.

Habis itu, tidak ada lagi yang mereka katakan. Yang namanya orang asing, apalagi Luna gadis yang selalu canggung pada seorang pria yang baru dikenalnya.

Ia tertegun kemudian, baru ingat. "Oh iya! Kita belum kenalan. Saya tahu kalau Kakak sudah tahu nama saya. Tapi, saya kan belum tahu nama Kakak."

Sedetik setelah Luna berkata, Fahlevi langsung mengulurkan tangannya. "Nama saya Fahlevi."

Fahlevi. Luna menjabat tangan pria itu, antara merasa senang dan tersipu. Dan tentu saja, sebuah kesempatan yang ingin dicobanya, diutarakan setelah menarik tangannya kembali.

"Kak, mau dansa sama saya, nggak?"

-;-;-;-

Bagi semua orang, kami adalah pasangan romantis. Kinan memang tidak melihat ekspresi para tamu undangan itu, tetapi ia yakin dengan yang dipikirkannya itu.

Apa maksud pria ini melakukan hal seperti ini? Bukannya, Danial tidak menyukainya? Kinan mengernyit menatap Danial, sejak pria itu mengulurkan tangan dan mengajak berdansa.

Ini sungguh aneh! Danial pasti sedang berakting, agar semua orang menyangka bahwa mereka adalah pasangan yang saling mencintai. Oh, usahanya itu sungguh berhasil!

Akan tetapi, Kinan merasa risi. Sungguh! Ia ingin semua ini segera dihentikan! Caranya? Tidak ada! Pria itu terus menghelanya dengan tarian lembut dan lagu yang lama sekali selesainya.

Kinan muak. Apalagi, melihat senyuman palsu pria itu. Sepertinya, pria itu menyadari ekspresi tidak senangnya. Maka dari itu, terlontarlah pertanyaan ini darinya:

"Apa kamu baik-baik saja?"

Pertanyaan basa-basi! "Kalau kamu masih ingin terus berdansa, saya akan terus meladeninya, meskipun kaki saya merasa pegal."

"Baiklah kalau begitu," kata Danial, sembari menghentikan gerakannya. "Kita sudahi saja."

Alis Kinan naik ke atas sebelah, merasa aneh saja jika pria itu mau mengalah. Tapi terserahlah! Kinan menaikkan roknya sedikit, lalu berjalan duluan.

Danial akan menyusul Kinan. Namun, Fahlevi menghampirinya, memberikan ponselnya pada Danial sembari berbisik:

"Dari polisi, Pak."

Danial mendelik, rona wajahnya seketika lebih putih dari aslinya. Entah beberapa ia mematung, sampai akhirnya tangan yang telah berkeringat dingin itu mengambil ponsel Fahlevi dengan agak bergetar.

"Halo ...," lirihnya, gugup.

Danial terdiam mendengar semua ucapan si penelepon, sementara itu ada beberapa orang, termasuk Kinan, memperhatikannya dengan rasa ingin tahu. Apalagi, Danial tak mengatakan sepatah katapun pada si penelepon.

Setelah selesai, Danial memberikan ponsel itu kembali pada Fahlevi. Pria itu mematung lagi, membuat sang ibu khawatir.

Ibunya akan menghampiri sembari bertanya, "Danial, ada apa—"

Tiba-tiba, Danial berlari ke luar ruangan. Semua orang bingung, Kinan tercengang mengikuti arah pria itu pergi. Lantas papanya Danial bertanya pada Fahlevi.

"Ada apa, Fahlevi?"

"Hanya ada sedikit masalah," jawab Fahlevi, mencoba terlihat tidak mencurigakan. "Saya akan menyusul Pak Danial untuk mencari tahu."[]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel