4.(POV Bowo) NAFSUKU BERGEJOLAK
Momen itu menjadi sangat intim, dan aku bisa merasakan kedekatan di antara kami. Siska terlihat lebih nyaman dan berani berbicara tentang hal-hal yang selama ini mungkin terpendam dalam dirinya.
Dengan suasana yang penuh pengertian, kami melanjutkan obrolan tentang cinta dan hubungan, membahas tentang apa yang kami inginkan dan harapkan dalam hubungan. Setiap kata yang kami ucapkan membawa kami lebih dekat, dan aku tahu bahwa malam itu adalah awal dari sesuatu yang baru dan menarik bagi kami berdua.
Suasana semakin intim, dan aku merasakan ketegangan yang menyenangkan di antara kami. Saat kami berbicara tentang cinta dan keintiman, aku mulai merayunya dengan cara yang lebih langsung.
"Siska, kamu tahu tidak? Kadang orang yang terlihat manis dan centil seperti kamu justru menyimpan banyak daya tarik," ucapku sambil mendekat, memperhatikan reaksi wajahnya.
Dia tersipu, senyumnya menunjukkan bahwa dia mengerti arah percakapan kami.
"Aku? Manis? Sepertinya itu terlalu berlebihan, Pak," ujarnya dengan nada menggoda, sambil menggigit bibirnya lagi.
"Tapi aku serius. Kamu punya pesona yang sulit ditolak. Kadang, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikanmu," balasku, berusaha lebih berani.
Dia menatapku dengan matanya yang bersinar.
"Benarkah? Aku tidak tahu kalau aku bisa menarik perhatian seseorang sepertimu, Pak." Siska menjawab, ada nada penasaran dalam suaranya.
Aku merasa dorongan untuk melangkah lebih jauh.
"Mungkin kamu tidak menyadari, tetapi setiap kali kamu berada di dekatku, aku merasa lebih hidup. Rasanya seperti ada magnet di antara kita," ucapku dengan keyakinan.
Siska tersenyum lebar, dan aku bisa melihat bahwa dia mulai menikmati permainan ini.
"Jadi, apakah itu artinya aku juga menarik perhatianmu, Pak?" tanyanya dengan nada menantang.
"Pastinya dong. Apalagi setelah kita berbicara lebih dalam seperti ini. Kamu memiliki cara berpikir yang dewasa, dan itu membuatku semakin tertarik padamu," jawabku, berusaha meyakinkannya.
Dia tertawa kecil, seolah tidak percaya,"Wow, ini baru pertama kalinya ada yang mengatakan hal seperti ini padaku. Aku merasa… istimewa"
"Kamu memang istimewa. Siska, mungkin aku hanya seorang guru, tapi aku juga manusia. Memiliki rasa ingin dan ketertarikan adalah hal yang normal," balasku, mendekat lagi, merasakan energi di antara kami semakin kuat.
Dia memandangku dengan wajah yang berani, seolah mengundangku untuk mengambil langkah berikutnya.
"Kalau begitu, apa yang akan bapak lakukan tentang rasa ketertarikan itu?" tanyanya, suaranya menggoda, membuat hatiku berdegup kencang.
Sambil tersenyum, aku membalas,"Aku ingin mengenalmu lebih dekat, bukan hanya sebagai murid, tapi juga sebagai seseorang yang bisa berbagi momen indah bersamaku"
Dia terlihat terkejut, tetapi tidak mundur.
"Apakah itu berarti bapak ingin lebih dari sekadar hubungan guru dan murid?" Siska bertanya, dan aku bisa merasakan ketegangan yang membara di udara.
"Ya pastinya, aku ingin kita bisa saling memahami dan menikmati kebersamaan ini dengan cara yang lebih intim," jawabku dengan suara lembut, merasakan keberanian yang tumbuh dalam diriku.
Siska terdiam sejenak, lalu mengangguk perlahan.
"Aku tidak tahu… tapi aku merasa nyaman denganmu. Mungkin… aku juga ingin mencoba," ucapnya, wajahnya memerah tetapi matanya menunjukkan keberanian.
Kami berdua terdiam, merasakan getaran di antara kami. Di momen itu, aku tahu bahwa kami telah melewati batas-batas yang ada dan memasuki sesuatu yang lebih dalam dan penuh gairah.
Siska tampak semakin berani dan nakal. Dia mulai menggerakkan jari-jarinya di atas tanganku, menggoda dengan cara yang membuatku merasa bersemangat. Wajahnya dipenuhi senyuman yang nakal, dan aku bisa merasakan energi positif mengalir di antara kami.
"Pak, aku tidak pernah tahu bahwa kamu bisa jadi seakrab ini," ujarnya sambil menggoda, matanya berbinar dengan rasa ingin tahu.
"Bapak terlihat berbeda ketika kita berdua saja."
Aku mengangguk, merasakan ketegangan yang menyenangkan.
"Mungkin karena aku merasa lebih bebas bersamamu, Siska. Kamu membuatku merasa muda kembali," jawabku dengan nada menggoda.
Dia mendekat, bibirnya hampir menyentuh telingaku.
"Kalau begitu, aku akan terus membuatmu merasa muda," bisiknya dengan suara lembut, membuat hatiku berdegup kencang.
Siska kemudian melingkarkan tangannya di leherku dan menarikku lebih dekat.
"Aku suka melihatmu tersenyum, Pak. Dan aku juga suka ketika kita bisa berbagi momen seperti ini," ucapnya sambil menatapku dengan penuh ketulusan.
"Rasa ingin tahumu itu membuatku semakin tertarik padamu, Sayang," balasku, merasakan semangatnya.
"Setiap kali kamu menggoda seperti ini, aku merasa terpesona."
Dia tertawa kecil, dan tatapannya penuh permainan.
"Mungkin aku harus lebih sering menggoda ya? Agar bapak selalu terpesona," jawabnya dengan senyuman nakal.
Aku bisa merasakan momen itu semakin intens, dan aku tidak ingin melewatkannya. “
"Siska, kalau kamu terus melakukannya, aku mungkin tidak bisa menahan diri," ujarku, berusaha mengingatkan batasan kami.
"Kenapa harus menahan diri?” Siska bertanya, menyeringai.
"Kalau kita bisa menikmati waktu ini, kenapa tidak?"
Mendengar pernyataannya, aku merasa gelombang rasa ingin tahunya semakin menguat. Dia jelas menginginkan lebih, dan aku pun merasakannya.
"Mungkin kamu benar. Hidup terlalu singkat untuk ditahan," balasmu, mengizinkan diriku terbawa suasana.
Siska tersenyum lebar, dan dalam sekejap, dia memegang wajahku dan menarikku untuk mencium bibirnya. Ciuman itu lembut pada awalnya, tetapi segera menjadi lebih mendalam dan penuh gairah. Aku membalasnya dengan penuh semangat, merasakan betapa terhubungnya kami saat itu.
Setelah kami saling melepaskan ciuman, dia melihatku dengan tatapan yang penuh arti.
"Itu akan lebih baik daripada yang aku bayangkan," ujarnya dengan suara sedikit bergetar, wajahnya memerah.
"Rasanya seperti kita telah melewati batas yang baru," ucapku, menyentuh pipinya yang halus.
Dia tersenyum nakal, seolah menantangku untuk terus menjelajahi kedekatan kami.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” tanyanya, matanya penuh permainan.
"Aku rasa kita bisa terus berbagi momen ini, merasakan apa yang ada di antara kita. Tidak ada yang perlu kita sembunyikan lagi," jawabku, merasa semakin berani.
Siska mengangguk, terlihat sangat bersemangat.
"Kalau begitu, mari kita buat momen ini semakin berkesan," ujarnya, kembali mendekat. Kami melanjutkan permainan kami, menjelajahi perasaan yang terus tumbuh di antara kami.
Melihatnya seperti itu, aku merasa semakin bernafs. Tanpa bicara lagi aku langsung memeluknya kemudian mendapatkan ciuman, dia merespon dengan baik, sehingga kini aku bisa merasakan betapa dia mengerti dengan kebutuhan aku sebagai seorang duda.
"Hmmm... Hmmm."
Dia mulai mendesah lirih ketika tanganku meremas buah dadanya yang besar. Meski usianya muda, namun buah dadanya begitu menggoda. Sambil terus menciuminya, tanganku terus meremas-remas gunung kembarnya.
"Ahhh... Pak, hmmm...."
Siska mulai meracau, aku sendiri sudah tidak kuat menahan nafsu birahi yang meningkat. Nafasku memburu, walaupun aku tahu dia muridku, namun sikapnya yang centil dan menggemaskan, ditambah wajannya yang cantik serta tubuhnya yang menggoda, aku rasa ini adalah kesempatan aku untuk bisa menjadinya budak nafsu.
"Aku sudah gak kuat, Sayang," ucapku melepaskan pelukan kemudian menurunkan resleting celanaku.
Dia seperti kaget,"Pak. Apa yang mau kita lakukan?"
*****