Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3.(POV Bowo) SISKA TERGODA FILM PANAS

Dia mengangguk, terlihat sangat antusias,"Aku suka ide itu! Kita bisa pergi ke tempat-tempat baru, atau bahkan hanya duduk di taman sambil berbicara"

Kami melanjutkan obrolan tentang rencana dan impian masing-masing, seolah dunia di luar sana tidak ada. Momen itu terasa seperti sebuah pelarian dari kenyataan, dan aku tahu bahwa perasaan ini adalah sesuatu yang langka dan berharga.

"Bagaimana kalau kita mulai besok? Kita bisa pergi ke kafe yang baru dibuka di dekat sekolah,”"usulku.

Siska tersenyum lebar, seolah tidak sabar untuk menjalani petualangan baru ini,"Setuju! Aku akan mengajak teman-temanku, dan kita bisa menghabiskan waktu bersama. Ini akan menjadi sangat menyenangkan!"

Sejak saat itu, aku merasa hidupku mulai memiliki warna baru. Hubungan ini mungkin rumit, tetapi ada keindahan dalam ketidakpastian ini. Kami adalah dua jiwa yang saling mencari, dan kini kami telah menemukan satu sama lain. Aku tidak tahu ke mana hubungan ini akan membawa kami, tetapi saat itu, aku merasa siap untuk menghadapinya—bersama Siska.

**

Hari berikutnya terasa penuh semangat saat jam menunjukkan pukul tiga sore. Suasana di rumahku terasa lebih cerah ketika Siska tiba dengan sikap centilnya yang membuatku tak bisa menahan senyum. Dia mengenakan baju kasual yang sederhana, tetapi tetap terlihat menarik. Keceriaannya seolah menghiasi hari-hariku yang sebelumnya penuh kesunyian.

"Selamat sore, Pak!" sapa Siska sambil melangkah masuk. Wajahnya bersinar dengan semangat, dan aku merasa beruntung bisa berbagi momen ini dengannya.

"Sore, Siska. Senang kamu datang," jawabku sambil mempersilakan dia masuk ke dalam kamar.

“Ayo sini, kita ngobrol sambil menikmati buah-buahan."

Dia mengangguk sambil mengedipkan mata, seolah mengerti bahwa kami akan menikmati waktu berkualitas bersama. Kami duduk di sofa, dan aku mengambil beberapa potong buah segar dari meja. Aroma manis buah-buahan itu memenuhi ruangan, membuat suasana semakin hangat.

"Buah favoritmu apa, Siska?" tanyaku, sambil mengiris buah mangga yang sudah matang.

"Hmm, aku suka semua jenis buah, tapi yang paling aku suka itu stroberi dan mangga!" jawabnya dengan semangat, matanya berbinar ketika melihat potongan mangga.

"Kalau begitu, kamu harus coba yang ini." Aku menyerahkan potongan mangga yang sudah aku iris dengan hati-hati. Dia menerimanya dengan kedua tangan dan langsung menggigitnya.

"Hmm, enak banget, Pak! Bapak tahu cara memilih mangga yang bagus, Pak!" Siska berkata sambil tersenyum, dan senyum itu membuat hatiku bergetar.

Kami melanjutkan obrolan santai, bertukar cerita tentang sekolah, teman-teman, dan impian masa depan. Siska bercerita tentang rencananya untuk kuliah di luar negeri, dan aku mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Kalau aku bisa pergi ke luar negeri, aku ingin belajar tentang seni dan budaya. Rasanya menarik bisa melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda," ujarnya, wajahnya berseri-seri.

"Itu impian yang bagus, Siska. Aku yakin kamu bisa mencapainya. Kamu punya semangat yang luar biasa," balasku, merasa bangga dengan semangatnya.

Dia tersenyum lebar, lalu mengubah topik pembicaraan,"Tapi, Pak, aku juga penasaran dengan kehidupanmu setelah menjadi duda. Apa yang paling sulit kamu hadapi?"

Pertanyaan itu membuatku sedikit terkejut.

"Hmm, banyak yang sulit, sebenarnya. Tapi yang paling menyakitkan adalah menahan hasrat biologis ku yang kadang datang." Aku menjawab dengan hati-hati, berusaha tidak terlalu terbawa perasaan.

Siska mengangguk paham,"Itu pasti sulit. Tapi aku ingin bapak tahu, sekarang bapak tidak sendirian. Aku ada di sini untukmu, Pak"

Kata-katanya membuatku merasakan kehangatan yang dalam. Aku berterima kasih pada Siska karena mau mendengarkan dan berbagi perasaan,"Aku sangat menghargainya, Siska. Kehadiranmu membuatku merasa lebih baik"

Siska tersenyum, dan kami berbagi momen hening yang nyaman. Aku bisa merasakan ketegangan dan harapan di antara kami. Ada perasaan saling memahami yang semakin menguat.

"Apa aku boleh tahu, apa yang sebenarnya kamu cari dalam hidup ini, Pak?" Dia bertanya lagi, dan aku merasakan momen itu begitu intim.

"Aku hanya ingin menemukan kebahagiaan dan seseorang yang bisa mengerti diriku, seperti kamu," jawabku, menatap matanya dengan penuh arti.

Dia terdiam sejenak, kemudian tersenyum manis,"Kalau begitu, mungkin kita bisa mencari kebahagiaan itu bersama-sama"

Mendengar kata-katanya membuatku merasa bersemangat. Kami berada di jalur yang sama, mencari kebahagiaan yang selama ini hilang. Dengan setiap detik yang berlalu, aku merasa semakin terikat dengan Siska, dan ini adalah langkah awal dari perjalanan kami berdua.

Setelah beberapa saat mengobrol, aku merasa suasana semakin hangat dan ingin menambahkan sedikit bumbu pada pertemuan kami. Aku mengalihkan perhatian dengan menyalakan televisi dan memilih sebuah film dewasa yang baru dirilis. Mungkin ini keputusan yang sedikit berani, tetapi aku ingin melihat bagaimana reaksi Siska.

Begitu film dimulai, layar menampilkan adegan-adegan intim yang langsung membuat suasana terasa berbeda. Siska terlihat gelisah, matanya tidak berani menatap layar secara langsung, dan aku bisa melihat wajahnya memerah. Dia terlihat canggung, tetapi ada kilau rasa ingin tahunya yang jelas terlihat.

Aku hanya tersenyum melihatnya, menikmati momen ini sambil memperhatikan bagaimana dia bereaksi.

"Kenapa, Siska? Apa kamu merasa tidak nyaman?" tanyaku dengan nada santai, mencoba menggoda.

"Eh… tidak kok, Pak. Hanya… ini agak baru bagiku," jawabnya sambil menundukkan kepala, jelas terlihat malu. Dia menggigit bibir bawahnya, sebuah kebiasaan yang menambah daya tariknya.

"Ini hanya film, Siska. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kadang kita perlu melihat hal-hal yang berbeda untuk memahami lebih banyak tentang kehidupan," balasku, berusaha membuatnya lebih nyaman.

Dia mengangguk pelan, tetapi aku bisa melihat mata Siska masih tertuju pada layar, meskipun dia berusaha untuk tidak terlalu terlihat. Aku merasakan ketegangan di udara, dan sepertinya ada sesuatu yang lebih antara kami.

"Aku… aku tidak tahu kalau film seperti ini bisa bikin aku merasa… penasaran,"ujarnya pelan, seolah takut untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

"Penasaran? Itu hal yang wajar, Siska. Setiap orang memiliki rasa ingin tahu. Apalagi di usia kita sekarang, wajar untuk memikirkan hal-hal ini," sahutku, mencoba memberi pengertian sambil tersenyum.

Dia mengangkat wajahnya, matanya bertemu mataku.

"Tapi, Pak… ini teras berbeda. Aku tidak tahu harus berpikir apa." Siska mengakui, suaranya sedikit bergetar.

Rasa ingin tahunya membuatku semakin terpesona.

"Apakah kamu ingin membicarakannya?" tawarku, berusaha membuka ruang untuk percakapan lebih lanjut.

"Tidak ada yang salah dengan membahas apa yang kita lihat, Sayang."

Siska terlihat ragu, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa dia ingin terbuka.

"Mungkin aku ingin tahu lebih banyak tentang… hubungan. Tentang cinta dan keintiman," ucapnya, kali ini dengan suara yang lebih mantap.

Pernyataan itu membuatku terkejut sekaligus senang. Siska bukan hanya muridku yang centil; dia adalah seorang gadis yang memiliki pemikiran dewasa dan rasa ingin tahu yang kuat.

"Kalau begitu, kita bisa membicarakannya. Hubungan itu tidak selalu tentang fisik, tapi juga emosi dan saling memahami. Hal itu sangat nikmat, Sayang. Jika melakukannya dengan cinta." Aku menjelaskan, merasa kami telah memasuki wilayah yang lebih dalam dalam hubungan kami.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel