Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

HAPPY READING

***

Clara terperangah mendengar pujian dari mulut manis Ben, “Dasar gombal,” dengus Clara dalam hati.

Ben menatap Clara, ia tersenyum penuh arti. Ia melihat server datang mengantar pesanan mereka. Ia melihat area café, beberapa orang memenuhi table. Sejujurnya ini pertama kalinya ia ke café ini, ternyata penghuninya sangat ramai.

“Saya bukan tipe laki-laki perayu, puitis atau gombal yang kamu pikirkan. Saya tidak seperti itu, Clara.”

Clara bergeming menatap iris mata tajam Ben, sejak kapan Ben bisa membaca pikirannya. Seluruh orang di perusahaan tahu kalau pak Ben itu tipikal cuek, dingin, datar, cool dan susah ditebak.

What! What! Ia menyadari bahwa ia bisa-bisanya ngomong cool. Asal pak Ben tahu, ia juga bukan tipikal wanita yang digombali sedikit langsung baper. Dulu ia sering baper, bapernya bisa melewati batas, dipanggil sayang saja sudah berbunga-bunga. Namun sudah melewati beberapa patah hati jadi kata sayang hanyalah gombalan untuk bahann bercandaan saja.

Clara mengambil gelas dan meneguk coklat itu secara perlahan, ia menatap Ben juga meneguk green tea nya. Sejujurnya ia masih kesal dengan perbuatan Bianca meninggalkan dirinya dengan laki-laki tidak sopan ini.

“Kamu marah sama saya?” Tanya Ben memandang Clara.

“Kenapa bapak bertanya seperti itu?” Clara balik bertanya.

“Kamu terlihat marah dengan saya. Apa karena kejadian saya mencium kamu di kolam kemarin?”

Clara mengambil nafas, ia memberanikan diri menatap iris mata tajam itu, “Coba jelaskan kepada saya. Apa ada wanita yang tidak marah? Ketika dicium oleh pria sembarangan, secara brutal ditempat umum seperti yang bapak lakukan terhadap saya?”

“Saya bukan pria sembarangan dan itu bukan tempat umum, hanya ada saya dan kamu di sana.”

“Tetap saja itu tempat umum pak! CCTV di mana-mana! Bapak tidak berhak mencium saya!” Timpal Clara emosinya keluar begitu saja, ia mengungkapkan apa yang ada di dalam kepalanya.

Ben menarik nafas, ia memahami kenapa wanita itu marah kepadanya, “Saya minta maaf atas kejadian waktu itu. Mungkin karena saya terbawa suasana.”

“Apa bapak sering melakukan tindakan tidak sopan seperti itu terhadap semua wanita?”

“Tidak, hanya kamu.”

“Hanya saya! Apa saya seburuk itu di depan bapak. Hingga bapak melecehkan saya! Ingat saya tidak ingin tidur dengan bapak! Walau dibayar mahal sekalipun!”

Ben meletakan garpunya di piring begitu saja, tatapannya teralihkan kepada Clara. Ia melihat ekspresi marah Clara, dia sama sekali tidak bersahabat.

“Bisa pelankan suara kamu,” desis Ben, ia melihat sekelilingnya banyak orang melihat mereka dan mendengar percakapannya.

Apalagi di sebelah mereka terisi oleh ibu-ibu sosialita yang sedang berkumpul di samping mereka ada juga bapak-bapak yang tadinya ngobrol otomatis terdiam mendengar percakapan mereka.

“Bapak tahu nggak bagaimana perasaan saya, ketika bapak melakukan itu terhadap saya! Bapak sama saja seperti melecehkan saya!”

“Bapak itu mencium saya! Bapak pikir! Bapak bisa seenaknya mencium saya!”

“Bapak pikir saya cewek apaan! HAH!”

“Ingat ya! Saya dan kamu tidak memiliki hubungan apa-apa. Jangan seenaknya sendiri!”

Ben menggigit bibir bawah, ia merasa tidak enak dengan para pengunjung café, ia melihat para staff yang berjaga juga memandang mereka.

“Kalau mau berantem jangan di sini mas! Di lapangan sana!” Bentak ibu-ibu di samping mereka.

“Heran anak jaman sekarang! Tidak tahu sopan santun! Tidak tahu tempat1” Gerutu ibu-ibu di sebelah mereka.

“Tanggung jawab mas!”

Clara yang berada di situ, dengan cepat berlari. Ben melihat Clara berlari, juga ikut beranjak dari kursinya. Ia melihat makanan yang dipesan sama sekali tidak di sentuh, karena Clara sudah berlari pontang panting seperti film action Hollywood.

“Oh Tuhan, kenapa jadi seperti ini!” Garam Ben kesal melihat Clara pergi meninggalkannya.

Ben melangkah menuju kasir sebelum mengejar Clara yang sudah melesat keluar dari café, “Total semua berapa?” Tanya Ben masih menyelidiki ke mana arah Clara pergi.

“Sudah dibayar semua pak.”

Ben dengan cepat keluar dari café, ia melihat banyaknya para pengunjung di mall ini. Karena tubuh Clara yang mungil dan langsing, jadi sangat sulit sekali menemukan wanita itu diantara para pengunjung mall. Ia yakin wanita itu masih berada di area ini. Ia berlari keluar mengejar ketertinggalan di antara kerumunan banyak orang.

***

“Kalau mau main lari-lari di lapangan sana!” Bentak seorang ibu-ibu dan mba-mba yang menjerit, begitu Clara melintasi di sebelah mereka dengan terobosan.

“Kalau mau jogging itu mbok di Senayan!” Hardik bapak-bapak yang sedang menggendong anaknya.

Clara tidak peduli dengan sumpah serapah yang di lontarkan oleh pengunjung, ia melihat ke belakang tidak menemukan sosok Ben. Namun ia tetap terus berlari.

Clara melihat ke belakang, ia menatap pak Ben sekilas mengejarnya. Clara mempercepat larinya, ia tidak ingin pria itu menemukannya. Ia bisa gila lama-lama dengan pria itu.

“Oh Sialnya, pria itu menemukannya keberadaanya!”

“Clara!”

Clara terus berlari, mall ini lumayan besar namun tetap saja pengunjung selalu ramai. Ia terus berlari pontang-panting. Padahal ini hari biasa kenapa orang masih senang berjalan-jalan ke mall. Clara memilih keluar dari lobby Sogo, ia melihat ke belakang melihat Ben di sana, ia mengaur nafasnya. Ia merasakan tumitnya sudah mulai nyeri, harusnya tadi ia mengenakan sepatu flat saja dari pada high heels ini.

Clara melihat seorang pria dari kejauhan, yang sedang masuk ke dalam mobil sedang bersiap-siap untuk pergi dengan mobilnya. Clara mempercepat langkahnya menghampiri pria itu.

“Mas! Mas! Numpang, mas!”

Pria itu tersentak kaget.

“Nggak! Nggak!” Usirnya seketika, ia yakin kalau cewek ini pasti cewek tidak benar. Soalnya dikejar-kejar orang di tengah-tengah keramaian.

“Nanti saya bayar ongkosnya. Beneran!”

“Enggak! Emangnya kamu pikir saya taxi, apa!”

“Tolong, mas! Nggak usah jauh-jauh. Sampe depan aja!”

“Enggak! Sana-sana! Saya mau pergi!”

Clara mendesis kesal, “Gua doain kecelakaan lo!” Kutuk Clara, lalu berlari ke samping meninggalkan area lobby. Si cowok yang berada di kemudi setir menatap Clara dengan tercengang karena sudah berlari sekencang-kencangnya.

Clara masuk ke sebuah restoran dan pramusaji datang menyambutnya, “Selamat malam mba, mau pesan apa?” Tanyanya ramah.

Clara yang ditanya seperti itu hanya bengong, ia berusaha menghindari seorang pria yang baru saja melewati restoran yang di kunjunginya. Pria itu adalah Ben, ia berusaha setenang mungkin di antara tanaman hias.

Clara melihat seorang bapak-bapak separuh baya sedang duduk sendirian. Clara tersenyum kepaada pria itu. Clara berdiri dan mampir sebentar.

“Pak! Minta minum sedikit, ya? Boleh kan? Soalnya saya buru-buru banget. Enggak bisa pesen.”

Bapak-bapak separuh baya itu menatapnya bingung. Dan tambah bingung lagi ketika es teh yang diminum Clara sisa setengah, meskipun si cewek itu ngomongnya minta sedikit.

“Makasih ya pak. Semoga bapak panjang umur dan murah rejeki. Permisi!”

Setelah doa singkat itu, lalu Clara melesat kabur dari restoran. Si bapak separuh baya itu geleng-geleng kepala.

“Dasar anak-anak jaman sekarang! Pada gila!”

Clara dengan cepat masuk ke toko buku, hampir saja ia menerjang beberapa orang yang berada di hadapaanya. Ia melewati beberapa rak buku di antara tumpukkan-tumpukan buku yang disusun seperti gedung pencakar langit. Ia melihat beberapa pengunjung sedang membaca.

Clara duduk di bawah rak buku, sambil mencopot high heels-nya. Ia lebih baik nyeker saja, dari pada menggunakan high heels. Rasanya lega setelah melepaskan penat pada tumpuan kakinya. Orang-orang yang berada di toko buku mendadak menatap Clara yang sedang berselojor kaki. Kontan membuat Clara bingung, ia melihat seorang pegawai toko menghampirinya, kakinya tanpa sengaja menyenggol meja.

Clara kaget, ketika tumpukkan buku yang disusun seperti gedung pencakar langit itu tumbang dengan formasi acak lalu berserakan di lantai.

“KAMU!” Pegawai toko buku itu melotot ke arahnya.

“Maaf, mas! Maaf! Saya tidak sengaja! Beneran! Sumpah! Nggak sengaja! Sumpah disamber geledek!” Jawab Clara ia buru-buru berdiri sambil menenteng high heels-nya dengan nafas tersengal-sengal.

“Maaf, soalnya saya dikejar orang! Jadi saya buru-buru,” ucap Clara dengan nafas ngos-ngosan.

Ben yang tadi mengejar ketertinggalan, otomatis mengarah ke toko buku, ia mendengar suara seorang wanita yang ia cari. Ben dengan cepat menghampiri, dan benar di sana ada Clara, ia berhenti berlari karena sudah menemukan apa yang ia cari.

“Ah, ya saya dikejar-kejar sama orang itu!” Tunjuk Clara ke arah Ben, karena ide itu muncul begitu saja di kepalanya.

“Saya mau diperkosa oleh dia!”

Semua orang yang berada di toko buku mendengar kalimat terakhir Clara. Seketika mereka menatap Ben dengan pandangan marah!

Ben mendekati kerumunan orang-orang di sana yang menghakiminya. Ben mengangkat kedua tangannya, “Sebentar-sebentar! Biar saja jelaskan apa yang terjadai antara saya dan dia!” Ucap Ben.

Sementara Clara bergerak mundur pelan-pelan. Wanita itu balik badan dan lalu berlari sekencang-kencangnya sebelum ia menjelaskan apa yang terjadi. Oh God, Clara benar-benar hampir membuatnya gila.

Ben yang melihat itu, langsung mengejar Clara lagi. Kerumunan orang yang melihat Clara dan Ben diam tanpa bicara karena terlalu bingung. Rasanya memang tidak mungkin pria tampan yang ditunjuk oleh Clara, bertindak criminal.

Clara kembali berlari pontang-panting, dia naik ekskalator, dan Bima ikut naik ekskalator sambil mengucapkan permisi di antara orang-orang yang berdiri. Ia melihat Clara sepertinya tidak peduli dengan orang-orang disekitar. Ia juga bingung kenapa wanita berlari pontang-panting, padahal ia sama sekali tidak menyakiti wanita itu. Sumpah! Baru kali ini ia bertemu dengan wanita ajaib bernama Clara.

Clara masuk ke dalam departemen store, ia melihat krumunan ibu-ibu sedang berlanja. Clara capek banget dan ia menoleh ke belakang, tidak melihat Ben di sana. Ia berharap ia berhasil lolos dari jeratan pria itu. Namun pikirannya salah di departemen store buntu tidak ada jalan keluar seperti toko buku tadi, ia menatap Ben masuk ke departemen store, ia memandang Clara di balik tumpukan buah yang tersusun seperti pyramid.

“Clara!” Teriak Ben, sambil menunjuk wanita dengan dress biru muda.

Clara yang mendengar teriakan Ben, mendadak mengerem langkah kakinya. Sesungguhnya ia benar-benar lelah luar biasa, karena seluruh tenaganya sudah ia kerahkan. Teriakan Ben, sudah seperti polisi yang sedang meringkus buronan.

“Kenapa? Ada apa?”Tanya orang-orang yang ada disekitar mereka.

Otak Ben berpikir cepat, ia melangkah mendekati Clara yang mulai mundur teratur, ia lalu menyungging senyum melihat Clara tanpa alas kaki, high heels-nya di jinjing dengan tangan kirinya.

“Saya dan dia hanya ada masalah keluarga.”

“Dia Clara calon istri saya. Dia menolak perjodohan orang tua saya, lalu kabur seperti ini, tanpa mendengar penjelasan saya.”

“Tidak sekarang nikahnya, tapi beberapa bulan lagi. Orang tua kita ingin kita berkenalan dulu, namun dia sudah ketakutan duluan. Makanya dia sampai kabur-kabur seperti ini,” ucap Ben menjelaskan.

“Ohhhhh,” seketika orang-orang yang bekerumunan tertawa geli, seorang bapak berdiri di hadapan Clara dan Ben.

“Jangan begitu nak Clara. Bapak lihat calon suami kamu ini orangnya baik. Lihat saja dia sangat tampan.”

“Dulu saya dan istri juga korban dijodohkan. Awalnya memang tidak terima, tapi lama kelamaan jadi cinta. Lebih baik coba dulu.”

Orang-orang yang berkerumunan juga ikut mendukung si bapak. Ibu-ibu juga ikut maju.

“Iya betul. Mending di coba dulu nak Carla.”

“Iya, jangan langsung pikiran macem-macem. Kalau calon kamu di ambil orang nyesel loh.”

“Orang tua mah, kalau cari mantu nggak asal comot,” ucap yang lainnya ikut nimbrung.

Ben mati-matian menahan tawa melihat Clara mendapatkan setumpuk khotbah. Ia melihat ibu-ibu mengampit tangan Clara dengan wajah teduh dan keibuan, mendekatkan Clara dengan dirinya.

“Ayo, minta maaf dengan calon suami kamu. Enggak boleh, nolak jodoh.”

Ben menoleh ke samping menahan tawa. Ia kembali menatap Clara dengan ekspresi mengenaskan. Ia dengan senang hati, mengambil uluran tangan Clara.

Ben melihat Clara dengan ekspresi kesal berat. Kerumunan orang justru kesemsem melihat Ben meraih tangan Clara dengan penuh cinta.

“Lihat! Calon suami kamu baik, kan?”

Kemudian Ben mendapatkan simpati cukup besar dihadapan orang-orang di departemen store. Seolah mereka sudah mendapatkan ending yang paling romantis sejagat raya. Ben mengelus rambut Clara dengan pelan.

“Aku ketemu kamu, cuma mau ngobrol kok. Enggak ada maksud lain. Apalagi maksud lain yang bukan-bukan. Aku tahu dosa.”

Ben tertawa keras dalam hati mendengar kalimatnya sendiri. Seketika ia mendapatkan layaknya dukungan yang sangat meriah, ada yang bertepuk tangan menyaksikan adegan ending telenovela. Sangat menyentuh dan indah.

Ben mengambil high heels dari tangan Clara, “Di pakai dulu ya sandalnya,” ucap Ben, ia berjongkok memasangkan sandal ke kaki Clara.

Clara mau tidak mau memasangkan sandal ke kakinya. Ia melihat senyum licik Ben. Sumpah, kejadian ini sangat gedeg. Bisa-bisanya pak Ben berakting seperti ini. Dia pantas mendapatkan penghargaan pemain figuran terbaik di dunia ini.

“Semoga Tuhan memberkati kalian berdua,” ucap ibu-ibu itu dengan mata berbinar.

“Terima kasih doanya. Mari ibu, bapak, kita pulang dulu.”

Ben menarik tangan Clara diantara keramaian manusia yang berkunjung di mall, “Kamu nggak capek lari-lari?”

“Capek lah,” dengus Clara.

“Haus?”

“Banget.”

“Mau minum apa?”

“Minum baygon.”

Ben lalu tertawa keras, “Ya jangan baygon dong. Yang lain, minum air putih ya.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel