Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

HAPPY READING

***

Nama lengkap Clara Ophelia, alamat Apartemen Casablanca Mansion Jl. Raya Casablanca No.Kav.12, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pendidikan terakhir Universitas Bina Nusantara. Ben melihat secara cermat profil milik Clara, setelah puas membaca, ia menyungging senyum. Sejujurnya baru kali ini ia repot-repot mencari tahu CV salah satu karyawannya bernama Clara. Biasanya ia tidak pernah mengecek profil salah satu pegawainya, kecuali calon sekretarisnya. Ah ya, ia baru sadar bagaimana bisa di kepalanya dipenuhi dengan wanita bernama Clara. Ben meletakan profil itu ke dalam laci nya, ia melanjutkan pekerjaanya lagi, ia menandatangani semua laporan-laporan yang ada di hadapannya.

Mengingat banyak sekali lingkungan liar di kantornya. Hampir semua staff nya sudah beristri memiliki selingkuhan, ada manager oprasional yang memiliki istri. Ia pernah melihat manager oprasional di basement melihat berciuman dengan salah satu staff nya yang merupakan anak baru masuk office. Bahkan tidak jarang mereka lembur hingga jam 10 malam.

Bahkan Nina sekretarisnya pernah cerita kalau manager oprasional honeymoon dengan anak baru. Ia sebenarnya tidak mau ikut campur urusan rumah tangga orang lain, selama pekerjaanya baik. Namun ia pernah mengingatkan mas H ini, untuk tidak macam-macam. Ada juga beberapa staff yang lain juga sama, sudah beristri tapi masih saja pacaran dengan staff yang lain, tidak jarang yang cinlok. Padahal jam 8 malam kantor itu sudah sepi, ia tidak staff yang lembur.

Banyak sekali kejadian seperti itu di kantornya, ada yang lebih liar lagi hingga istri dan anak sah melapor ke HR untuk memberhentikan suaminya. Hingga laporan itu sampai ke telinganya. Pada umumnya pegawai di sini sudah bekerja cukup lama, jadi satu gedung kantor saling mengenal satu sama lain. Walau peraturan tidak boleh berhubungan dengan rekan kantor, namun apa bila ada yang berhubungan maka akan di mutasi ke pabrik. Tetap saja banyak yang melanggar. Walau kelakukan kebanyakan seperti itu, namun kebanyakan pegawainya merupakan pegawai yang loyal yang akan segera menjadi polisi moral kalau ada yang aneh di perusahaanya. Mereka pada dasarnya sangat gigih dalam bekerja. Tanpa mereka juga usahanya tidak seperti sekarang. Oleh sebab itu, ia jarang sekali memecat karyawan, jika ada kejadian seperti itu solusinya pindah ke pabrik atau ke usahanya yang lain.

Ben menyandarkan punggungnya di kursi, ia sudah beberapa jam menyelesaikan pekerjaaanya, ia memandang Nina di sana.

“Pak, satu jam lagi kita ada meeting project evaluation dengan pihak vendor.”

“Di mana?”

“Di ruang meeting.”

“Ok, kamu siapin bahan meetingnya.”

“Baik pak.”

***

Clara mendengar suara ponselnya bergetar, ia melihat ke arah ponselnya terdapat nama “Bianca Calling” ia meletakan sendok di atas kotak makan. Ia menatap ke arah jendela sambil memandang view Jakarta pada siang hari nampak berkabut karena polusi udara.

“Iya, Bin,” ucap Clara.

“Lo sibuk nggak nanti malam?”

“Enggak, kenapa?”

“Nanti malam temenin gue makan ya, di Toby’s Estate.”

“Hemmm oke, jam berapa?” Tanya Clara jarak mall Kasablanka dan apartemennya sangat dekat, hanya perlu jalan kaki saja.

Sejujurnya ia sering menemani Bianca di sana ketika sedang ingin bertemu dengan tamunya. Ia juga beberapa kali makan di Toby’s Estate, sekedar santai sehabis pulang kerja, melepas penat meneguk beer.

“Jam tujuh malam. Nanti kalau udah sampe di Toby’s Estate gue kasih tau lo.”

“Emang lo ketemuan sama tamu lo lagi?”

“Iya.”

“Ok.”

Clara mematikan sambungan telfonnya, ia menyelesaikan makannya yang sisa setengah. Ia lalu meminum air mineral dingin. Ia melihat ke arah depan, ia harus berhemat untuk beberapa hari ke depan, karena pesta ulang tahunnya ia sudah menghambur-hamburkan yang cukup banyak untuk menyewa hotel bintang lima dua kamar.

Party-nya kemarin itu bisa dikatakan gagal karena mood-nya hancur karena pria bernama Ben. Kenapa harus pak Ben yang ia temui kemarin? Dia itu bos nya sendiri yang harus ia patuhi. Sampai saat ini ia jadi tidak bisa bergerak bebas menghadapi kenyataan. Ia juga tidak mungkin keluar dari perusahaan ini hanya karena pria itu menciumnya.

“Bu Bianca,” ucap salah satu staff nya.

Clara memandang dua orang staff menghampirinya, “Denger-denger ibu mau dipindahin ke Pabrik?”

Clara mengerutkan dahi, “HAH! Serius?” Mata Bianca melotot tidak percaya, tiba-tiba ia mendengar kalau ia akan dipindahkan ke pabrik, sejak kapan ia dimutasi? Sementara dirinya saja tidak memiliki tindakan criminal apapun di kantor ini.

“Pabrik? Kata siapa?” Tanya Bianca antara percaya dan tidak percaya, ia merasa tidak ada melakukan kesalahan apapun hingga membuatnya di mutasi seperti ini.

“Denger-denger dari bu Nina siih. Tapi nggak tau bener apa nggak.”

Clara menutup mulutnya dengan tangan, apa karena kejadian kemarin malam, ia menolak ajakan pak Ben, hingga menyebabkan ia dimutasi. Rasanya sangat tidak adil jika hanya karena itu, ia dimutasi ke pabrik. Pak Ben, memang tidak punya hati jika melakukan hal seperti itu kepadanya. Harusnya dirinya lah yang meminta keadilan bahwa pak Ben sudah melecehkannya. Bukan pria itu memutasi dirinya. Kembali lagi, bahwa pria itu memiliki power yang kuat.

“Tapi masih issue aja sih bu. Enggak tau kan bener apa nggak.”

“Bu Nina juga nggak yakin kalau ibu akan dimutasi.”

“Hemmm.”

“Lagian ibu kan penjualan sampe target mulu. Kenapa sampe di mutasi? Lagian ngapain juga di pabrik? Ngurus apaan di sana?”

“Kayaknya emang nggak mungkin kalau di mutasi,” gumam staff yang lain.

“Emang ibu ada salah apa?”

Clara mengedikan bahu, “Enggak ada, selama ini saya baik-baik aja. Mungkin itu hanya issue aja.”

“Mungkin aja bu Nina nggak suka dengan ibu Clara, karena bonus bu Clara selalu lebih besar.”

“Ah, kalian ada-ada saja. Kalaupun saya di mutasi ke pabrik nanti saya bakalan tanya alasannya kenapa.”

“Iya, bu, jangan mau dimutasi. Nanti kita sama siapa kalau nggak ada ibu.”

“Udah kalian tenang aja. Saya tidak akan dimutasi.”

“Ya sudah, saya ke dalam dulu ya,” ucap Clara lalu meninggalkan staff nya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam. Jika benar ia akan dimutasi, ia akan protes keras dengan pria itu. Kalau alasannya karena ia tidak ingin tidur dengannya, hingga menyebabkan seperti ini. Buat apa dimutasi? Hanya karena ia tidak menjual tubuhnya. Tidak semuanya bisa dibeli dengan uang kan? Ia masih punya harga diri.

“Benar-benar menyebalkan pak Ben.”

Ia duduk kembali ke kubikel, ia menoleh ke samping, ia tanpa sengaja menatap pak Ben sedang masuk bersama sekretarisnya. Mungkin pria itu pulang dari meeting. Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, mereka saling berpandangan satu sama lain. Jantungnya berdegup kencang ketika tatapan tajam itu memandangnya. Clara dengan cepat mengalihkan tatapannya ke samping, ia pura-pura tidak melihat pria itu.

***

Beberapa jam kemudian, Clara melepaskan stiletto-nya ia simpan ke rak sepatu. Ia menghidupkan saklar, ia melihat ruangan yang sama setiap hari. Ia lalu masuk ke dalam kamar, dan menyimpan tas-nya di meja. Ia membuka seluruh pakaiannya dan lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Tadi Bianca sudah menghubunginya bahwa ia sudah berada di Toby’s Estate. Sedangkan ia baru sampai apartemen. Jarak tempat kerjanya dan tempat tinggalnya memang tidak terlalu jauh, namun macet pulang kerja itu membuat perjalanannya lama.

Setelah mandi rasa lelahnya sedikit berkurang dan ia pun segar kembali. Ia membuka lemari, mengambil dress mini floral bertali spaghetti berwarna biru muda. Clara mengenakan pakaiannya, ia mengoles makeup tipis, karena memang hanya untuk makan di mall saja, ia juga tidak berdandan secara berlebihan. Lagian hanya jalan kaki saja. Rambutnya ia catok sebentar agar terlihat rapi.

Ia mengambil ponselnya, dan duduk sebentar di sofa, ia menatap beberapa pesan masuk dari Bianca.

Bianca : “Lo di mana?”

Bianca : “Lo cepat ke sini ya? Gue udah di Toby’s Estate.”

Bianca : “Lo udah di apartemen kan Ra?”

Clara membalas pesan singkat itu, “Iya, ini gue mau ke sana. Habis mandi gue.”

Clara mengambil handbag-nya, lalu menenakan high heels-nya. Pulang kerja seperti ini pengennya langsung rebahan dan tidur. Namun karena Bianca mengajak makan malam ia jadi tidak menolak, apalagi posisi sahabatnya itu sangat dekat. Sangat tidak enak jika menolak, apalagi sahabat sendiri.

Clara masuk ke dalam lift dan lift membawanya menuju lantai dasar. Ia melangkah menuju lobby apartemen dengan berjalan kaki, karena memang masih di lokasi yang sama. Ia menuju lobby, sebenarnya ia tidak terlalu lapar. Letak posisi Toby’s Estate itu letaknya di depan posisinya dekat lobby utama.

Ia melihat ke arah lobby, tempat ini selalu ramai dikunjungi oleh tamu. Area kafe nya lumayan luas, ada indoor dan outdoor. Ia masuk ke dalam, melihat sahabatnya sedang duduk di salah satu table dekat jendal. Sahabatnya itu menyadari kehadirannya dan melambaikan tangan ke arahnya. Sepertinya satu-satunya wanita cantik di restoran ini hanya Bianca. Dia mengenakan bodycon dress berwarna hitam dengan tali spaghetti. Rambut panjangnya diikat seperti ekor kuda, sehingga tulang selangka yang indah terlihat jelas.

Ia tersenyum mendekati sehabatnya itu, “Lo udah dari tadi?” Tanya Clara lalu duduk di hadapan Bianca.

“Sekitar 15 menit yang lalu gitu deh. Lu mau pesan apa?” Tanya Bianca, ia memanggil server membawa buku menu untuk mereka.

“Ham and cheese croissant dan minumnya toby’s chocolate,” ucap Clara melihat server mencatat pesananya.

“Lo apa?”

“Gue udah pesen tadi, green tea caffe late, makannya chicken parmigiana.”

Setelah mencatat pesenan Clara serverpun pergi dari hadapan mereka. Clara meletakan tas-nya di meja.

“Capek banget ya?” Tanya Bianca memperhatikan Clara.

“Biasa aja sih. Tamu lo udah di mana?”

“Lagi debasement katanya, nyari parkiran,” ucap Bianca.

“Siapa sih?”

“Nanti juga lo kenal,” ucap Bianca.

“Tamu lama lo?”

“Enggak lama sih, baru kok.”

“I see.”

Bianca melihat ke arah lobby, ia tersenyum kepada seorang pria yang mengenakan kemeja biru muda yang baru masuk itu, “Itu mereka udah datang,” ucap Bianca.

Clara melihat ke samping, ia seketika bergeming menatap dua orang pria yang kemarin malam ia temui kemarin malam di acara party. Pria tampan mengenakan kemeja biru itu adalah Felix dan pria mengenakan kemeja putih itu adalah pak Ben. Tatapan mata elang itu memandangnya intens. Seketika jantungnya berdegup kencang. Oh God, apa yang harus ia lakukan bertemu dengan pria itu lagi.

“Lo kok enggak bilang kalau tamu lo itu Felix sama Ben,” bisik Clara cemas.

“Emangnya kenapa?”

“Duh, bilang kek dari tadi. Tau gitu gue nggak datang ke sini deh,” dengus Clara.

“Seru tau, mereka!”

“Buat lo iya, tapi untuk gue enggak,” desis Clara.

Kini kedua pria itu sudah berada di hadapan mereka. Clara menelan ludah, ia bertemu lagi dengan pria itu lagi di sini. Oh Tuhan, kenapa dunia ini sempit sekali, sudah cukup ia bertemu di kantor. Kenapa saat diluar jam kerja bertemu lagi dengan pria itu. Clara melihat Bianca dan Felik saling berpelukan.

“Kamu udah lama nunggunya?” Tanya Felix.

“Enggak kok baru lima belas menit yang lalu.”

“Maaf ya Bianca, sudah nunggu lama.”

“Enggak apa-apa kok.”

Felix melirik sahabatnya Ben, ia tersenyum penuh arti ketika mempertemukan Ben dan Clara di sini. Ia melihat ekspresi cemas Clara.

“Sorry ya Clara, gue sama Felix cabut dulu dari sini. Oiya, Ben lo temenin Clara makan ya, kasihan Clara baru pulang kerja, capek banget. Tenang aja udah gue pesenin makanan buat lo, bentar lagi pesanan lo berdua datang,” ucap Bianca.

“Yaudah kita move dulu ya, kalau ada apa-apa hubungin kita aja.”

Clara yang melihat Bianca pergi dengan Felix hanya terperangah, “HAH! Apa-apaan nih! Baru datang langsung cabut, ninggalin dirinya dan Ben di sini,” teriak Clara dalam hati.

“Sumpah! Ia yakin ini sudah direncanakan oleh Bianca dan Felix.”

“Tau gitu gue nggak bakalan datang ke sini!” Teriak Clara dalam hati.

Clara mengatur debaran jantungnya, ia menelan ludah, ia bingung harus bagaimana berduaan dengan pak Ben. Sudah cukup kemarin pria itu membuatnya emosi, di tambah dengan issue dirinya yang akan dimutasi, rasa tidak sukannya semakin bertambah.

“Hai Clara,” ucap Ben, melihat penampilan Clara dia sangat cantik mengenakan dress floral itu.

“Hai pak,” ucap Clara pelan.

Ben lalu duduk di kursi, ia melihat Clara masih berdiri, “Enggak capek kamu berdiri terus?” Tanya Ben.

Clara menghela nafas, ia duduk tepat di hadapan Ben dengan jantung yang tidak bisa diajak kompromi. Oh Tuhan, kenapa kejadiaannya seperti ini. Bianca memang benar-benar keterlaluan.

“Katanya kamu tinggal di apartemen sini ya?” Ucap Ben membuka topik pembicaraan.

“Bapak tau dari siapa?” Tanya Clara pelan sekaligus gugup luar biasa, sialnya jantungnya masih maraton hebat,

“Felix yang cerita, dia tahu dari Bianca,” gumam Ben, padahal ia tahu identitas itu dari CV yang ia baca tadi pagi.

“Iya, apartemen saya di samping,” ucap Clara pelan, ia menghindari kontak mata Ben yang mentapanya intens, itu yang membuatnya deg-degkan tidak karuan.

Ben memandang Clara dengan intens, “Kamu cantik malam ini.”

“Kamu menarik menurut saya.”

“What!” Teriak Clara dalam hati.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel