Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4

HAPPY READING

***

“Sumpah ya, pak Ben itu nyebelin parah!” Ucap Clara dengan perasaan kesal luar biasa, ia menepis bibir dengan punggung tangan.

“Emang kenapa sih?” Tanya Lovita, ia membuka kimononya dia masuk ke dalam kamar mandi, sementara Angel, dan Iren menatap Clara yang terlihat emosi.

“Emang boss lo kenapa?” Tanya Angel.

“Lo tau nggak dia ngomong apa sama gue?” Ucap Clara dengan raut wajah kesal, karena ia memang sangat kesal dengan laki-laki yang menciumnya sembarangan tanpa peduli tempat.

“Emang ngomong apa?” Tanya yang lain.

“Si Ben itu mau beli gue! Parah nggak sih! Sumpah! Parah banget tuh cowok! Sengak abis! Emang dia pikir semuanya bisa dibeli dengan duit dia!”

Alis Angel terangkat, “Owh ya?”

“Iya, dikira gue Bianca. Gue udah jelasin gue nggak jualan!” ucap Bianca menggeram.

“Terus.”

“Dia bilang, dia nggak bisa tidur dengan cewek yang sama sekali tidak kenal. Yang di sini hanya kenal gue, dan dia mau sama gue. Dan masih tanya harga gue berapa setelah gue jelasin panjang lebar?”

“Lo tau gue jawan apa?”

“Apa?”

“Gue jawab, kalau mau beli gue harganya satu milyar.”

“OMG! Serius?”

“Iya, serius!”

“Sumpah! Gokil abis!”

“Lo tau apa yang dia lakukin ke gue?”

“Apa?”

“Pak Ben langsung cium gue! Brutal!”

“What! Brutal! Mengebu-ngebu! Kayak di film-film itu!”

“Lebih parah sih, sampe gue kehabisan nafas, otak gue langsung lumpuh!”

“Hot tau kalau dicum brutal gitu. Gue aja demen kalau dicum brutal dari pada yang slow,” timpal Iren.

“What!”

“Udah lah, jangan dipusingin cuma ciuman doang.”

“Lagian pak Ben juga keren abis. Gue kalau di cium pak Ben bakalan balas cium balik,” timpal Angel tertawa.

“Itu mah lo!” Sahut Clara, ia mencari pembelaan justru sahabat-sahabatnya itu berpihak kepada pak Ben.

“Gara-gara dia tuh, buat mood gue ancur! Sumpah pak Ben bos paling nggak sopan yang pernah gue temuin sedunia.”

“Masa sih?”

“Dulu gue pikir pak itu CEO paling keren sejagat raya! Taunya kelakuan paling minus! Mesum, criminal, cowok gila!” Dengus Clara.

“Batu tuh boss, nggak bisa dikasih tau!”

“Sengak abis!” ucap Clara.

Iren, Lovita dan Angel melihat kekesalan Clara dengan pria bernama Ben. Mereka memang sebenarnya tidak tahu apa-apa hubungan Clara dan boss nya bernama Ben. Namun yang mereka lihat bahwa Ben itu sangat Hot dan sexy, tidak ada wanita yang menolak pesonanya kecuali Clara.

Iren menghela nafas, “Gue akui doi emang hot. Kalau gue jadi lo, kayak ketiban duren runtuh dicium pak Ben!” sahut Iren.

“HAH!” Clara terperangah.

“Setuju sama lo! Yang ada lo naik kasta Ra, bisa dicium sama pak Ben!” Timpal Angel.

“What! Lo bertiga tiba-tiba belain pak Ben. Pak Ben ngelecehin gue loh di kolam!”

“Ya, kalau gue jadi lo, ya gue pasang harga 50 juta kek apa gitu. Nego tipis lah, misalnya 30 an. Kan lumayan rejeki nggak boleh ditolak. Dari pada sama pacar sendiri geratisan. Mending bayar sama pak Ben!” Sahut Angel.

“Bener-bener ya lo semua!”

Angel terkekeh geli, “Iya deh gue belain lo. Kalau gue pikir-pikir, tuh cowok emang kurang ajar banget, seenaknya sendiri! Udah jangan dipikirin, buat pusing aja.”

“Mending kita tidur aja, ngantuk nih gara-gara minum wine,” Iren masuk ke kamar sebelah, karena mereka menyewa dua kamar dengan connecting room.

Clara merasakan tangan Angel merangkul bahunya, “Udah, jangan dipikirin, bener kata si Iren, mending tidur aja. Baru gitu doang, lo udah kesel. Apalagi gue nih, udah ketemu klien macem-macem, enjoy aja kali.”

“Happy, happy dong! Ini kan ulang tahun lo!”

“Anggap aja itu pemanasan.”

***

Senin siang seperti biasa suasana kantor sibuk, seperti biasa. Ia bekerja di perusahaan bahan bakar minyak. Semua orang yang bekerja di perusahaan ini tahu kalau kesuksesan Ben Asthon tidak semudah membalikan telapak tangan. Banyak usaha yang harus dia jalani. Kekayaanya sangat fantastis namun dijalaninya juga tidak mudah hingga titik seperti sekarang.

Kekayaan Ben berawal dari perjuangan di terminal peti kemas Tanjung Priok. Menjadi anak semir sepatu, dan ojek payung. Setelah lulus sekolah dia bekerja sebagai supir bos perusahaan BBM. Akhirnya dia bekerja di perushaan, lalu diangkat menjadi pimpinan. Menikah dengan seorang wanita yang dicintainya, namun istrinya meninggal setelah melahirkan anak bernama Robert.

Dulunya Ben pernah hidup susah tinggal di pemukiman kumuh padat penduduk, namun kegigihannya membuatnya terus maju dan hidup sukses. Bahkan katanya mengaku kesulitan ekonomi hingga tidak mampu membeli perlengkapan wajah. Kenapa dulu tidak setampan sekarang? Dulu beli bedak saja susah mandi air sumur yang keruh dna bau. Sakarang ya berbeda, mandi air pam, bisa perawatan wajah.

Sekarang pak Ben merambah bisnis property dan jual beli mobil mewah seperti Ferrari, McLaren, Porche dan Tesla semua itu bernilai sangat fantastis, puluhan milyar. Sekarang Ben di kenal dengan crazy rich Tanjung Priok karena kekayaanya. Terlebih dia berstatus duda beranak satu semakin tenar.

Namun mengingat kejadian beberapa hari lalu, ia kesal sendiri. Ia berharap bahwa hari ini ia tidak bertemu lagi dengan pria itu. Ah ya, sudah bertahun-tahun bekerja di sini, ia memang jarang bertemu pak Ben, kecuali ada project besar maka mereka bertemu bertatap muka. Itu pun beberapa kali saja.

Clara duduk di kubikel ia melihat beberapa karyawan yang baru datang. Ia beranjak dari duduknya, ia perlu membuat kopi sachet karena semalam ia sulit tidur karena memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak bertemu dengan pak Ben. Ya, memang mereka jarang bertemu dan tatap muka. Namun boss nya itu biasa lewat koridor sini untuk menuju office nya.

“Pagi ibu Clara.”

“Pagi juga Abas,” sapa office boy.

“Mau dibuatin kopi bu?”

“Jangan pak, saya buat sendiri aja,” ucap Clara, ia melihat jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 08.30 menit.

Ia melangkah menuju pantry, ia mengambil gelas dan menaruh kopi sachet, ia menuangkan air panas yang di dispenser. Ia merenggangkan otot tubuhnya, ia sepertinya perlu pijat karena badannya sudah mulai kaku.

Aroma kopi sachet tercium dihidungnya, ia membawa gelas itu ke kubikel. Ia menyesapnya secara perlahan, lalu menghidupkan leptop-nya. Ia menyandarkan punggungnya, ia mengambil pekerjaan di laci, ia menyesap kopi itu secara perlahan. Ia sebagai manager, bertanggung jawab atas produk di pasaran, ada beberapa klien yang harus ia temui hari ini.

“Pak Ben, katanya pacaran sama Pevita ya?”

Clara lalu menoleh ke samping, menatap staff nya membuka topik pembicaraan, “Serius, itu beneran?” Tanya Clara mulai penasaran dengan ucapan staff nya.

“Kabarnya sih bu. Tapi nggak tau juga, masalahnya ada yang lihat kalau pak Ben jalan sama Pevita itu. Ada beberapa infotaiment nyeret nama Pevita yang sedang jalan pengusaha sukses. Banyak orang bilang, itu pak Ben,” ucapnya lagi.

“Tapi enggak apa-apa sih, secara Pevita itu cantik banget, pemain film, bintang iklan., kaya raya Pantes kalau pak Ben suka sama dia. Cocok kok sama pak Ben, asal Pevita nya terima Robert aja.”

Clara menelan ludah, ia tahu kalau pak Ben sering kali menjadi berita terhangat di perusahaan ini. Hampir semua divisi membicarakan pak Ben, dekat dengan artis A, dekat dengan artis B, dekat sama pengusaha C, D, setelah itu hilang begitu saja beritanya seolah angin lalu. Pak Ben juga tidak pernah mengkonfirmasi apapun dengan wanita-wanita itu, ya memang hanya kabar burung. Ia jadi ingat dengan ciuman berutal yang diberikan oleh pak Ben waktu di kolam kemarin. Kalau diingat-ingat kesal nya kembali datang.

Clara kembali melanjutkan pekerjaannya, mendadak suasana office hening. Ia tahu jika mendadak hening seperti ini, pasti ada pak Ben datang. Ia menoleh ke samping, ia menatap seorang pria mengenakan kemeja putih dan celana abu-abi slimfit di sana. Penampilannya seperti biasa, dia sangat tampan, rambutnya tersisir rapi dan dia sangat wangi. Wanginya itu bukan buat orang pusing, melainkan untuk datang mendekat.

Seketika pandangan mereka bertemu dan mereka saling berpandangan satu sama lain, ia menelan ludah pria itu menatapnya intens. Ia masih ingat betul tatapan pria itu seperti tatapan lapar yang ingin menerkamnya. Jantungnya berdegup kencang, ia lalu mengalihkan pandangannya ke leptop. Seketika ia keringat dingin, ia terpaksa berpura-pura fokus dengan pekerjaan.

Ben tersenyum penuh arti menatap seorang wanita mengenakan kemeja berwarna putih tanpa lengan, dengan rok sepan berwarna coklat muda. Rambut panjangnya diikat ke belakang, ia baru menyadari bahwa penampilan Clara ketika di kolam itu sangat sexy, sekarang dia berbeda terlihat sangat exsklusive. Mungkin ia menyadari kalau Clara yang berstatus karyawan tetapnya itu terlihat sangat menarik. Ia akan mencari profilnya setelah ini. Ia masih ingat kejadian kemarin malam, bagaimana ia mencium bibir wanita itu.

Ia meneruskan langkahnya melewati Clara, beberapa menit kemudian ia masuk ke dalam ruangannya. Sementara Clara merasa sangat lega akhirnya pak Ben sudah menghilang dari pandangannya.

“Oh God, akhirnya dia menghilang,” desis Clara dalam hati.

***

“Pak ini laporannya.”

“Terima kasih,” ucap Ben kepada sekretarisnya yang meletakan berkas di mejanya.

“Nina,” ucap Ben, sebelum wanita itu pergi dari pandangannya.

“Iya, pak.”

“Saya minta CV ibu Clara.”

Nina mencoba berpikir, “Ibu Clara yang mana ya pak? Manager marketing?”

“Iya, itu dia.”

Nina mengangguk, “Baik pak. Akan saya antar ke bapak segera.”

“Terima kasih.”

Ben melihat Nina menghilang dari pandangannya. Ia merogoh ponsel di saku celananya, ia melihat ada beberapa pesan masuk dari Felix.

Felix : “Nanti malam gue mau ketemu sama Bianca, rencana mau dinner. Lo mau ikut nggak?”

Ben berpikir sejenak, ia lalu menekan tombol hijau pada layar, sambunganpun tersambung oleh sang pemilik ponsel.

“Iya, Ben,” ucap seorang pria dibalik speaker ponselnya.

“Lo mau dinner sama Bianca?”

“Iya, rencana gue ajak lo juga.”

“Kalau mau dinner ya lo berdua aja lah, ngapain ngajak gue?”

Felix menarik nafas, “Gue jelasin tuh kejadian tadi malam antara lo sama Clara. Kayaknya Clara sebel sama lo, nah Bianca punya inisiatif kalau clearin masalah lo sama Clara.”

“Emangnya Clara mau diajak Bianca?”

“Kan mereka sahabatan, pasti mau lah. Mereka biasa memang makan malam bareng gitu pulang kerja kata Bianca sih gitu.”

“Oke, lo atur aja. Nanti gue nyusul.”

“Oke.”

Sambunganpun terputus begitu saja, tidak lama kemudian Nina sekretarisnya datang membawa map putih bening.

“Ini pak, CV ibu Clara terbaru dari HR,” ucap Nina menyerahkan map itu kepada Ben.

Ben tersenyum penuh arti, ia melihat map di sana, ia melihat foto Clara berlatar belakang merah menggunakan jas hitam, foto formal itu sangat professional, “Terima kasih.”

“Sama-sama pak.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel