Bab 5 : Serangan Pertama
"Saya bilang masuk, Lyyana!" ujar Petra seraya menarik tubuh Lyyana sekaligus mengembalikan kesadarannya.
Lyyana tersentak, ia bergegas bangkit seraya menggendong tubuh Garret yang mulai menangis ketakutan. “Maaf,” ujar Lyyana dengan suara bergetar.
Lyyana bergegas masuk ke dalam mobil, bertepatan dengan kehadiran orang-orang yang sedari tadi masih mengejarnya. Dengan raut ketakutan Lyyana mencoba menetralkan detak jantung serta menormalkan napasnya. Tak ada yang Petra lakukan selain mengamati sikap Lyyana dan juga orang-orang yang kini berdiri di depan mobilnya.
Petra menekan klaksonnya, seakan memberi peringatan pada preman-preman yang berdiri di depan mobilnya. Tak lama, mereka menyingkir membiarkan mobil Petra melintas meninggalkan tempatnya. Petra mencengkram erat stir kemudinya, ia menetralkan rasa yang tak bisa ia jelaskan.
“Ada yang mau disampaikan?” tanya Petra pada Lyyana yang sedang membaringkan tubuh Garret di atas ranjang.
“Maaf tuan, saya salah. Saya lalai tetapi… .” Ucapan Lyyana berhenti sejenak. Ia tak berani menceritakan penyebab dirinya terjatuh di aspal bersama dengan Garret. “Tetapi tadi saya berlari karena saya dikejar oleh orang-orang yang membeli saya.”
“Sudahlah. Lakukan tugasmu dengan baik!” ujar Petra seraya berjalan melewati tubuh Lyyana.
“Baik Tuan.” Lyyana masih tertunduk bahkan hingga pintu tertutup pun Lyyana masih menundukkan kepalanya.
Tak ada yang Lyyana lakukan, ia bahkan mengabaikan luka di siku tangannya. Lyyana memilih untuk duduk di atas karpet kamar Garret dan menatap wajah polos anak asuhnya itu.
Sudah hampir seminggu Lyyana menjalankan tugasnya sebagai pengasuh Garret yang baru, intensitas mengamuk Garret pun mulai berkurang. Jika biasanya Garret mengamuk sehari sekali, kini anak itu hanya mengamuk jika Lyyana tak ada di penglihatannya.
Seperti sekarang, Garret terbangun dari tidurnya dan tak menemukan Lyyana di sisinya. Yang ia lihat justru baby sitter lain yang tengah mengajaknya makan pagi. Garret memberontak, ia membanting apa saja yang ada di depannya. Kamar rapi bernuansa biru itu berubah menjadi kapal pecah dalam sekejap mata.
Belum puas dengan jawaban baby sitter yang mengatakan Lyyana sedang di luar, Garret pun berlari keluar kamar seraya berteriak, “Mamaa‼ Saya mau mama‼ Mama saya mana‼” pekik Garret dari arah kamar pribadinya.
“Tuan muda,” rayu babysitter lainnya seraya berlari mengejar Garret yang mengamuk seraya membawa pecahan gelas.
Garret berlari seraya memekikkan mama hingga nyaris terjatuh dipijakan terakhir anak tangga jika saja tak ada tangan lembut menangkap tubuhnya. “Hai ada apa?” tanyanya lembut.
Garret menangis ia melempar pecahan gelas ke sembarang arah. “Mama jangan pergi lagi,” ujarnya dengan suara parau beradu dengan isak tangisnya.
“Mama tidak ke mana-mana, mama sedang menyiapkan sesuatu untuk jagoan mama ini.” Lyyana mengurai dekapannya. Lyyana terpaksa mengikuti Garret menyebut dirinya mama, tempo hari Lyyana pernah menyebutnya sebagai bibi atau kakak dan berakhir dengan Garret yang mengamuk karena tak mau mengganti panggilannya.
“Kejutan?” tanya Garret menghapus sisa air matanya.
Lyyana tersenyum lembut ia mengangguk, sebelah tangannya turut mengusap sisa air mata Garret. “Ayo,” ajak Lyyana seraya mengangkat tubuh Garret dan menggendongnya.
“Maaf,” lirih Lyyana saat melewati babysitter lain yang terlihat kelelahan karena ulah majikan kecilnya.
Dari kejauhan, sosok pria tegap dengan pakaian olahraganya menatap interaksi Lyyana dan Garret. Ia mengambil pecahan kaca yang dilemparkan oleh putranya sendiri. “Rapikan,” titahnya pada babysitter lain yang berdiri di dekatnya. Petra pun mengekori langkah kaki Lyyana.
“Nah ini kejutannya!” seru Lyyana dengan senyum tercetak jelas di wajahnya.
Garret menoleh ke belakang. “Wahhh kamping‼!” pekik Garret semangat. “Kita akan berkemah mama?” tanya Garret menyentuh lengan Lyyana.
Lyyana mengangguk ia pun menuntun Garret mendekati tenda yang susah payah ia dirikan selepas subuh tadi. “Hari ini kita sarapannya di sini ya, Garret mau?”
“Mauu‼!”
Lyyana pun memulai aktivitasnya menyuapi Garret sarapan yang sudah ia buatkan khusus. Garret tampak lahap dan bersemangat menghabiskan makanannya. “Garret suka?”
“Suka mama‼” pekik Garret dengan mulut penuh makanan. Garret pun menoleh ke arah pintu dapur, ia mendapati sosok ayahnya berdiri mematung dengan senyum setipis tisu. “Ayah sini‼!” ajak Garret berlari mendekati sang Ayah.
“Garret hati-ha –“
Ucapan Lyyana terpotong karena anak asuhnya sudah terjatuh tepat di depan kaki Petra. Garret mendongak menatap Petra yang masih mematung di tempatnya. Lyyana menghela napas panjang, ia bangkit dan berjalan menghampiri Garret.
“Hai anak mama, tidak papa ya. ‘Kan Garret jagoan jadi gak nangis kalau jatuh. Ayo bangun, Mama bantu.” Lyyana mengulurkan tangannya, Garret pun menerima uluran itu dan berusaha bangkit sendiri.
“Ma, Ayah marah sama Garret ya?” ujar Garret menundukkan kepala ia melihat ujung kaki sang Ayah yang masih berdiam diri.
Lyyana tersenyum, ia membungkukkan tubuhnya dan berkata, “Ayah tidak pernah marah dengan Garret. Mana ada orang tua marah atau membenci anaknya. Ayah pagi ini harus segera ke kantor, jadi pagi ini ayah tidak bisa menemani kita berkemah. Tetapi lain waktu ayah akan menemani Garret berkemah ya? Sekarang Garret habiskan sarapannya terlebih dahulu nanti kita bermain menggambar lagi. Bagaimana?”
“Tetapi Garret mau ditemani Ayah, Mah.” Suara Garret mulai bergetar dan biasanya ia akan mengamuk dan menghancurkan apapun yang ada di depannya.
Petra sudah bersiap untuk menjauhkan benda pecah belah namun detik selanjutnya ia justru tertegun dan menatap tak percaya. “Garret ingat tidak dengan cerita yang mama bacakan kemarin malam?”
Garret pun mengangguk, ia pun tampak berpikir sejenak lantas berkata, “Ya sudah tidak papa. Kan kata mama pria yang bertanggung jawab itu yang tidak meninggalkan kewajibannya. Dan Ayah bertanggung jawab, jadi tidak papa. Lain waktu saja, ayo Mah.”
Sebelum berlalu, Garret sempat melihat ke arah Petra, bocah kecil itu tersenyum dan mengepalkan tangan ke udara. “Ayah semangat ya! Garret baik-baik saja,” ujar Garret dengan suara cadel.
Petra tertegun dengan ucapan dan sikap Garret, selama ini Garret selalu menutup diri padanya. Jangankan memberi semangat, Garret akan langsung menangis ketakutan jika Petra ada di sekitarnya. Sejak kejadian malam itu, Garret selalu mengatakan jika Petra jahat dan marah karena Garret. Namun kali ini, Petra benar-benar melihat sisi lain Garret.
Lyyana mengenggam jemari mungil Garret dan kembali menjauhi Petra, sebelum berlalu Lyyana menyempatkan diri menganggukkan kepalanya sebagai rasa hormat kepada atasannya sendiri. Petra tertegun dengan perubahan yang terjadi pada Garret. Garret benar-benar jinak ketika berhadapan atau berada di dekat Lyyana dan akan buas ketika Lyyana tak ada di pandangannya.
“Sebenarnya kamu apakan Garret?”