Bab 2 : Ada Trauma
“Aaaaaa‼! Aaaaa‼! Tidaakkkkkk‼”
Lyyana mengikuti langkah kaki art yang sedang membawa sapu ke arah lantai dua. Ia menapaki anak tangga dengan ragu. Samar-samar Lyyana mendengar suara tangisan dan barang pecah, di depan pintu kamar berwarna biru telah berkerumun beberapa art dengan raut wajah panik dan bingung.
Lyyana semakin dekat ke arah sumber suara, setibanya di sana Lyyana mendengar bisik-bisik dari beberapa art yang enggan masuk ke dalam. “Salah satu dari kalian panggilkan, Pak Petra.”
Salah seorang art yang usianya paling muda di antara yang lain pun mengangguk, ia berjalan terburu-buru menuju ke lantai dasar.
Prannngggg
Terdengar bunyi pecahan dan teriakan bersamaan. Lyyana mengerutkan kening ia bertanya di dalam hati kenapa tak ada satupun yang berani masuk setidaknya membantu babysitter yang tampak kewalahan menangani amukan dari balita itu.
Entah keberanian dari mana, Lyyana pun membelah kerumunan art. Tanpa rasa takut Lyyana terus maju mendekati balita yang sedang mengamuk di atas ranjangnya. Lyyana mengamati keadaan sekitarnya, bantal dan guling semua sudah berserakan di mana-mana. Belum lagi pecahan vas bunga dan piring berceceran di lantai.
Hal pertama yang Lyyana lakukan adalah mendekati babysitter yang terluka pelipisnya. “Terima kasih,” ujar babysitter itu lirih, dengan bantuan art lain babysitter itu dibawa ke sudut ruangan.
Beberapa langkah lagi, Lyyana akan berhadapan dengan balita yang masih menatapnya marah. Lyyana berusaha untuk tenang walau sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya ia sangat takut menghadapi balita itu.
Lyyana menarik napas panjang ia terus memantapkan langkah kakinya. Sorot mata Lyyana menatap lurus dan teduh ke arah balita itu. “Hai,” sapa Lyyana berdiri tepat di depan balita laki-laki itu.
Bukannya menjawab, balita itu justru hendak melempar Lyyana dengan robot mainannya. Lyyana tetap tersenyum ia juga tak bergeming. Sebelah tangan Lyyana terulur mengusap puncak kepala dan beralih ke bahu balita itu. Tanpa diduga-duga, balita itu kembali meletakkan mainannya.
Dan kejadian selanjutnya sungguh di luar prediksi Lyyana. Tanpa aba-aba balita itu berdiri dari ranjangnya dan menubruk tubuh mungil Lyyana, beruntung Lyyana mampu menjaga keseimbangannya jika tidak, bisa jadi ia jatuh dan menimpa pecahan piring di bawah kakinya.
“Ma … ma … ma … ma.” Hati Lyyana tertegun mendengar suara balita yang parau dan sirat akan rasa takut.
Dengan ragu-ragu, Lyyana membalas dekapan balita itu, ia menggendongnya seraya mengusap punggung dan puncak kepala balita laki-laki itu. Tak ada lagi suara tangisan ataupun amukan dari kamar berukuran 5x8 meter itu.
Semua art di sana menatap Lyyana bingung, beberapa di antara mereka menatap haru Lyyana dan majikan kecilnya. Begitu juga dengan sosok pria yang berdiri tegap di depan pintu kamar. “Maaf tuan saya membiarkan orang asing menggendong tuan muda Garret. Saya akan melara –“ Ucapannya terpotong kala pria berpakaian olahraga itu mengangkat tangannya.
Matanya masih menatap lurus ke arah wanita yang berdiri memunggunginya. “Rapikan ruangannya,” perintahnya pada segenap art di sana, dengan sigap mereka bergerak merapikan kamar tersebut.
Lyyana menoleh kala mendengar suara ricuh di balik tubuhnya. Lyyana mendongak menatap ke arah pintu kamar, netranya bertubrukan dengan netra coklat yang menatapnya lurus tanpa ekspresi. Lyyana pun mengangguk ia hendak mendekati pria itu dan berniat menyerahkan balita yang tampak nyaman dalam dekapannya.
“Maaf saya sudah lancang,” ujar Lyyana takut-takut, wanita itu terus menunduk.
Tanpa banyak kata, pria itu menjulurkan tangannya hendak mengambil alih balita dalam dekapan Lyyana. Namun hal tak terduga kembali terjadi, balita itu menggeleng kencang seraya mengalungkan tangannya erat-erat pada leher Lyyana membuat Lyyana kesulitan bernapas.
“Saya rasa, saya tahu cara menyembuhkan Garret dari traumanya, Pak Petra,” ujar seorang pria dengan kemeja putih dan stetoskop yang menggantung di lehernya, pria itu muncul dari balik tubuh Petra.
Lyyana dan pria bernama Petra itu sontak menoleh menatap sumber suara. ‘Trauma?’ tanya Lyyana dalam hati.
“Ma … ma … ma … ma,” ujar balita itu lagi, kini ia menjulurkan tangannya menyentuh pipi Lyyana dan memainkan rambut panjang Lyyana.
Lyyana tersenyum kikuk, ia tak tahu harus berbuat apa. “Ikut saya,” ujar Petra membalikkan tubuhnya.
Lyyana mengerutkan kening ia bingung dengan maksud Petra. Hingga pria berjas putih itu mengatakan pada Lyyana untuk mengikuti langkah Petra. Lyyana pun mengangguk, ia berjalan pelan. Tubuhnya yang mungil membuat langkah kakinya semakin kesulitan mengimbangi langkah jenjang Petra belum lagi dengan beban tubuh Sada yang ia bawa.
“Maaf nona boleh bantu saya untuk membaringkan Garret di sofa bed itu?” tanya pria berjas putih itu.
Lyyana mengangguk ia membaringkan tubuh Garret di atas sofa bed berwarna abu, Lyyana hendak berbalik namun jemari kecil Garret menahan tubuhnya. Lyyana menatap dua orang pria di depannya, keduanya sama-sama mengangguk singkat.
Lyyana melihat pria berjas putih itu tengah memeriksa tubuh Garret, sepanjang pemeriksaan Garret tak henti-hentinya menatap Lyyana seakan meminta wanita itu untuk tak meninggalkannya. Interaksi Garret dan Lyyana tak luput dari penglihatan Petra.
“Saya akan memberikan obat penenang agar Garret bisa beristirahat sejenak. Dan melupakan traumanya.” Setelah mendapat anggukan kepala dari Petra, dokter pun menyuntik tubuh Garret. Dan tak lama, genggaman tangan Garret pada Lyyana melemah. Dalam hitungan detik genggaman tangannya pun terlepas.
Setelah memastikan jika Garret beristirahat dengan nyaman, dokter pun pamit. Kini tinggallah Petra dan Lyyana yang masih sibuk dengan pikirannya masing-masing. “Tuan, kamar Garret sudah selesai kami rapikan.” Petra mengangguk ia lantas memerintahkan artnya membawa tubuh Garret kembali ke kamarnya.
“Mmmm maa –maa –ma –maaf sudah lancang, saya hanya –“
“Ikut saya,” ujar Petra memotong pembicaraan Lyyana.
Dalam sekedip mata, Petra telah menghilang dari pandangan Lyyana pria itu sudah menaiki anak tangga. Lyyana pun bingung, ia harus mengikuti kata pria itu atau menggunakan kesempatan untuk kabur dari rumah yang tak ia kenali itu. “Jangan mencoba kabur, urusan kita belum selesai!” pekik Petra dari anak tangga, menggema ke seluruh ruangan.
Lyyana menghela napas pasrah, dengan merapalkan doa-doa kecil Lyyana berjalan mengikuti langkah kaki Petra. Ternyata pria itu membawa Lyyana ke kamar Garret. “Siapa dirimu?” tanya Petra saat Lyyana berhenti beberapa langkah di belakangnya.
“Aku?” tanya Lyyana dengan wajah polosnya.
“Maaf, saya tak berniat berbuat jahat di sini. Semalam, saya dikejar oleh orang jahat setelah itu saya berhenti di tengah jalan dan semuanya menggelap. Saat pagi tadi, saya sudah bangun di sini,” jelas Lyyana tertunduk. “Saya akan mengganti vas bunga yang tadi pagi, Tuan,” imbuh Lyyana kala ia teringat kejadian setengah jam yang lalu.
“Dengan apa?”