Bab 4 Pertahanan
Febri di seret paksa oleh Jayendra ke atap. Dimana lelaki itu kembali membawanya ke ruangan bekas mimpi buruk Febri dua minggu yang lalu.
Rontaan maupun jeritannya tidak diindahkan sama sekali. Bahkan mereka tidak peduli jika tubuh Febri terseret kasar. Ataupun suara jeritannya membuat gaduh sekolah.
Ini bukan hanya pemerkosaan saja tapi pemaksaan tentang hak asasi manusia. Harga diri Febri begitu terinjak kala melihat dia sama sekali tidak bernilai bagi mereka berempat. Tidak ada rasa kasihan atau apapun.
"Enggak mau!" Febri kembali berseru keras. Matanya sudah berkaca-kaca. Wajahnya memerah akibat lelah dengan rontaan yang tidak berpengaruh apapun. Febri kelelahan sendiri.
"Kita cuma temu kangen, kenapa heboh sekali, hm?"
Febri mendelik tajam, apa katanya? Temu kangen?
Pintu dibuka oleh Kevin dengan suara jeblakan keras. Ruangan yang masih terlihat sama seperti terakhir kali Febri lihat. Namun kali ini lebih bersih dan wangi aroma pengepel lantai.
Febri kembali di tarik oleh Jayendra. Lelaki itu mendudukkan dirinya di sebuah sofa single biru dongker.
"Aduh!"
Mendengar itu Jayendra terkekeh pelan.
"Maaf kitty, kekencengan."
Febri tidak menggubris, dia hanya menatap waspada 4 lelaki yang duduk mengelilinginya.
Kevin dengan Liam duduk berdampingan didepannya, terhalang oleh sebuah meja yang terbuat dari ban. Disisi kiri ada Jayendra dan di kanan ada Gio.
Febri meremat erat lengan kursi.
"M-mau apa kalian?!" Tanyanya kesal. Menatap nyalang para pemuda itu satu persatu. Kali ini Febri harus menunjukkan jika dirinya bisa melawan mereka semua.
Gio tertawa geli, tangannya terangkat untuk mencubit pipi Febri dengan gemas. Namun segera di tepis oleh orangnya.
"Calm down, babe. Kita cuma mau ngobrol kok. Galak amat." Gio berkedip genit.
Febri mendesis makin kesal, "kalian udah ngelecehin aku, ngerendahin aku, hilangin keperawanan aku, dan sekarang bilang kalau kalian cuma mau ngobrol? Temu kangen? Kalian waras, hah?!"
"Enggak." Jawab mereka bersamaan dengan nada yang main-main.
Febri semakin kesal. Darah di otaknya serasa mendidih. Dia menggeram marah.
"Kalian bajingan! Gila! Gak tahu malu! PENJAHAT KELAMIN!" Jeritnya kencang. Kepalanya bergoyang ribut saat mengucapkan kalimat terakhir. Lalu terengah hebat.
Tapi Febri tidak melihat raut muka yang menyesal atau setidaknya mereka tidak enak hati. Yang ada mereka terkekeh santai. Bahkan Kevin mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya.
"Kalian.. Erghh.." Febri kembali menjerit frustasi tangannya mengepal dengan kuat. Dia ingin sekali merobek wajah santai mereka. Bila perlu dia ingin membunuh semuanya, mencabik-cabik tubuh mereka, memotong alat kelamin mereka dan menginjak-injak tubuh mereka dengan kakinya sendiri.
Andai dia punya keberanian seperti psikopat begitu. Mungkin hatinya sudah puas jika benar apa yang dipikirkannya menjadi kenyataan.
"Udah?"
Febri mendelik, menatap Jayendra dengan berani. Si ketua geng penjahat kelamin ini bertanya dengan nada yang teramat santai.
"Kalau belum silahkan lagi. Kita bakalan tunggu sampai lo puas." Lanjut Jayendra. Menyilang kaki layaknya bos besar lengkap dengan senyuman miring.
Febri bersumpah jika wajah Jayendra teramat menyebalkan. Tampannya tidak berpengaruh sama sekali untuk dirinya.
"Mau apa kalian? Aku gak mau kalau sampai harus jadi mainan ataupun pemuas nafsu kalian. Jangan harap kalian bisa mendapatkannya lagi, jangan harap aku bakalan mau, jangan harap aku kali ini lemah untuk yang kedua kalinya." Desis Febri penuh ancaman.
Setidaknya dia sekarang tenang karena sedang datang bulan. Ketakutan dua minggu kemarin menjadi mimpi buruknya karena ia sudah menyangka jika hamil akan menjadi akibat dari pemerkosaan kemarin.
Maka dari itu sekarang dia ingin mempertahankan harga diri yang tidak seberapa itu.
Jayendra terkekeh dengan raut geli, "ya, ya."
Dia benar-benar tertarik dengan gadis didepannya. Seorang ketua kelas yang lumayan banyak teman walau kebanyakan hanya satu kelas. Orang yang humble, masuk peringkat 3 besar namun di satu kelas, bukan satu angkatan. Itu sudah cukup membuktikan jika Febri anak yang pintar.
Jayendra bahkan tahu hingga siapa saja keluarga gadis ini, siapa saja teman-temannya paling dekat, dimana rumahnya, apa pekerjaan orang tuanya.
Ahh, jangan lupakan dengan setiap tahi lalat yang dimiliki gadis ini.
Jayendra terkekeh pelan kala Febri semakin melotot marah.
Baru kali ini, karena memang yang biasanya mereka tarik adalah gadis yang sudah siap diajak keatas ranjang tanpa paksaan. Bukan pemerkosaan seperti kemarin.
Mereka menyesal? Khususnya Jayendra sendiri?-tentu saja tidak, jangan konyol, gadis yang tidak perawan sudah menjadi hal yang lumrah kan? Toh, sebentar lagi Febri akan menikmatinya sendiri.
"Lo udah jadi anggota kita, ingetkan?" Alis Jayendra naik sebelah dengan seringai tampan.
"Gak. Aku gak mau!" Berang Febri.
"Mau gak mau tetep lo jadi anggota kita. Jadi duduk diem sebelum kita lakuin hal yang indah waktu itu." Ucap Jayendra. Dia meraih bungkus rokok yang tadi Kevin keluarkan. Menyulutnya lalu menghisapnya dengan nikmat.
Mata Febri bergetar, bohong jika ia tidak takut. 4 lawan satu orang-orang yang badannya lebih besar itu adalah hal yang konyol.
Saat melihat ke empatnya yang merokok santai Febri mencoba tenang. Dia akan lari sekuat tenaga jika mereka kembali macam-macam.
"Gue denger anak Taruna Biru balik nyerang lagi." Suara Liam terdengar. Dia menatap Jayendra serius.
"Yeah, gak bakalan kapok. Dua anak buahnya si Izaak gue bikin masuk rumah sakit. Makanya dia hancurin tempat kita." Jawab Jayendra.
"Terus? Kita diem aja, nih? Balapan malam kemarin lo gak turun." Gio berucap seraya berdiri, berjalan ke arah kulkas untuk membawa minuman.
"Taruhannya bikin gue ketawa. Males." Jayendra tersenyum miring saat melirik Febri yang mengerutkan kening memahami percakapan mereka. Wajah galak itu belum hilang. Cantik dan manis, kesan lugunya tidak hilang sama sekali.
"Harga diri mereka keinjek kala lo gak mau turun sehabis nonjokin anggota mereka." Kini Kevin ikut menyahut. Menyenderkan punggungnya di kursi dengan santai. Matanya tak lepas pandang dari sosok gadis didepannya. "Mau turun lagi malam ini? Mereka masih kekeh buat adu sama lo." Lanjutnya.
"Masih gak. Kita tarik ulur aja. Biarin mereka kesel setengah mati habis itu baru gue terima." Ucap Jayendra.
"Oh, iya. Si Alfin minta bantuan." Gio datang sembari meletakkan kaleng soda diatas meja. "Baby, diminum dulu." Katanya menatap Febri.
Febri mendelik tidak santai, dia tidak menjawab dan hanya diam saja. Tidak mau dia tertipu dua kali. Karena dirinya yakin minuman itu ada obat aneh-anehnya lagi.
Liam tertawa renyah melihat ekspresi Febri, walau dia satu-satunya yang tidak ikut andil namun dia tidak menampik jika Febri memang menarik. Ah, dia suka bibir manis anak itu.
10
"Diminum aja. Diem cuma ngeliatin bikin haus. Tenang, gak ada apapun yang kita campurin."
Febri memicing, ucapan Liam membuat kecurigaannya makin bertumpuk. Walau ekspresinya terlihat terang-terangan namun seharusnya mereka tidak mengucapkan itu, karena sungguh Febri sama sekali tidak percaya.
Melihat tidak ada sahutan apapun mereka hanya menggeleng geli. Febri layaknya lelucon yang diam saja membuat mereka ingin tertawa. Sangat menghibur.
"Minta tolong tentang apa?" Tanya Jayendra. Kembali pada topik mereka.
"Ada anak geng lain yang kemarin mukulin adeknya di club malam. Dia minta tolong buat cari tahu. Sisanya biar dia yang beresin." Jawab Gio, merobek snack yang tadi sekalian dia bawa dari dalam kulkas. Suara kunyahan keripiknya terdengar mengisi percakapan mereka.
"Bayaran?" Tanya Kevin.
"Biasalah, bisa lo ambil atau tolak aja."
"Segel?" Tanya Jayendra.
"Pengen banget si anjing." Gio terkekeh, "kagak, yang kaya biasa cuma baru dipake sekali sama pejabat dan oh, dia anak liar dosen."
Jayendra menggeleng, "skip." Katanya.
Gio mendengus, kembali melanjutkan. "Uang mukanya udah gue terima tapi belum gue sentuh. Jadi mau gimana?" Tanyanya sembari menatap mereka satu persatu.
"Ambillah, Jay. Lumayan buat bikin taruhan iseng sama anak Taruna Biru." Usul Kevin.
Jayendra terdiam sebentar sebelum mengangguk menyetujui. "Lo atur. Biar nanti gue yang cari orangnya." Kevin mengacungkan jempolnya. Mereka terus berbincang tanpa menghiraukan Febri yang sedang melirik pintu berkali-kali.
Dan Febri tidak perlu penasaran dengan masalah yang mereka bicarakan. Tidak akan sampai ke otaknya dan bukan ranahnya untuk ikut campur.
Apalagi masalah mereka menyangkut dengan geng-geng seperti itu. Bisa dipastikan kehidupan mereka tidak jauh dari kata kriminal.
Febri berdehem pelan, membenarkan duduknya sembari merancang satu ide.
"Kakak-kakak semua, itu apa?" Tanyanya dengan nada polos dan halus. Menunjuk ke dinding sebelah kanan dimana ada gantungan kepala rusa dan banteng yang menjadi hiasan.
Mereka berempat tentu reflek menoleh pada arah telunjuk Febri. Gio bahkan sampai berbalik karena memunggungi.
Di kesempatan ini Febri segera berdiri dan secepat kilat berlari menuju pintu keluar. Jeblakan suara pintu membuat mereka berempat baru sadar jika gadis yang tadinya akan mereka ajak bermain sudah berlari keluar dari pintu atap.
Keempatnya mengerjap, saling berpandangan dan tak lama tertawa geli.
"Anjir, bisa banget ngibulinnya." Kekeh Gio.
"Pinter, ya. Makin gemes gue." Sahut Kevin. Meremas botol kaleng hingga isinya keluar membasahi tangan.
Liam hanya tertawa pelan sembari menggeleng sedangkan Jayendra terkekeh dengan sulutan rokok di sela mulutnya. Menertawai tindakan konyol Febri yang menghibur.
"Samperin?" Tanya Liam.
Jayendra menggeleng, "belum waktunya."
Mereka kembali terkekeh pelan dan menyambung percakapan yang tertunda tadi.
Dan Febri terengah-engah kehabisan napas saat sudah menjauhi area atap. Membungkuk sambil bertumpu pada kedua lututnya, dia menoleh ke belakang. Tidak ada tanda-tanda keempatnya yang mengejar.
Membuat Febri mendesah lega. Mengusap keringat dari dahinya sembari kembali berjalan pelan menuju kelasnya yang sudah ada didepan mata.
"Ugh, laper." Gumamnya pelan. Dan tak lama bel berdering nyaring menunjukkan waktu pergantian menuju istirahat kedua. Febri tersenyum lebar. Badannya langsung berbalik pergi menuju kantin sebelum guru didalam kelas keluar satu persatu.
Untung bisa kabur. Katanya dalam hati dengan nada bahagia.
BERSAMBUNG