Sumpah demi Allah
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (9)
Kami pun membuka pintu, terlihat seorang laki-laki tengah berdiri dengan wajah lesu. Tatapannya dingin, tetapi tak lama berselang ekspresi wajah itu berubah tersenyum. Dia menundukkan tubuhnya seraya memposisikan agar sepadan denganku.
''Sayang, kamu apa kabar?'' tanyanya sambil mencium kening. Terlihat sangat romantis, aku melempar senyum padanya. Walaupun hatiku merasa terluka.
''Kabar aku baik, Mas. Kamu sendiri bagaimana? Kok, tidak memberitahu dulu kalau hari ini kamu akan pulang?'' tanyaku padanya.
''Alhamdulillah kalau kabarmu baik, aku pun sendiri baik, Sayang. Aku pulang tanpa memberikan kabar ingin memberimu surprise. Ini aku bawakan hadiah untukmu.'' Mas Bagas memberikanku sebuah kotak hati berwarna merah. Kemudian, ia membuka kotak hati itu, terlihat sebuah kalung berlian yang sangat cantik.
''Itu untukku, Mas?''
Mas Bagas mengangguk, ''Iya, Sayang, ini untukmu. Aku pakaikan ya sekarang!''
Mas Bagas melingkarkan kalung berlian ke leherku, aku merasa bahagia sekarang dan melupakan rasa kesal yang merasuk di dada.
''Apakah kamu menyukainya?'' tanya Mas Bagas.
''Sangat bahagia.'' Aku mengangguk sambil tersenyum. Seketika, Mas Bagas langsung melingkarkan kedua tangannya hendak memeluk tubuhku.
''Ehem ....'' Suara deheman terdengar. Mama, Papa dan Bang Irsyad melirik ke arah kami secara bergantian.
''Eh, Ma, Pa, maaf. Aku sampai lupa, karena sangat merindukan istriku.'' Dia bangkit dan melempar senyum ke arah kedua orang tuaku.
Mama dan Papa melirik ke arahku, dia terdiam beberapa saat. Lalu, tak lama berselang mereka memandangku.
''Sayang, kita masuk yuk, tidak baik jika kamu berdiam diri di luar nanti kamu makin sakit.'' Mama mengajak, beliau hendak mendorong kursi rodaku.
''Biarkan Bagas saja, Ma.'' Mas Bagas memberikan pertolongannya agar Mama tidak mendorong kursi roda yang tengah kududuki.
''Tidak usah! Lebih baik saya yang mendorong kursi roda Amira, kamu masuk saja dan mandi yang bersih agar aroma parfum perempuan yang melekat di tubuhmu tidak tercium oleh saya.'' Mama terang-terangan berkata membuat Mas Bagas keheranan.
''Maksud Mama apa? Parfum perempuan? Aku sama sekali tidak mengenakan parfum perempuan.'' Mas Bagas mengendus hidung ke arah kerah pakaian yang tengah ia kenakan.
Mama tersenyum sinis mendengar ucapan dari Mas Bagas. Terlihat, Papa dan Bang Irsyad terdiam tak menyahut ucapan dari laki-laki yang masih berstatus sebagai suaniku. Tak berapa lama kemudian, Mama mendorong kursi roda, kami pun masuk ke dalam rumah.
''Amira, apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?'' tanya Mas Bagas, dia berjongkok dan bertanya sesuatu hal padahal dia sendiri sudah tahu jawabannya.
''Menurutmu apakah ada sesuatu yang aku sembunyikan?'' tanyaku balik tanpa menjawab keresahan hatinya.
''Ya, melihat prilaku kedua orang tuamu sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan apalagi ketika tadi Mama mengatakan bau parfum perempuan. Mas sama sekali tidak tahu apa yang dimaksud oleh Mama.''
Aku terdiam memandang wajah Mas Bagas. Dari raut wajahnya, dia terlihat lugu dan seakan tidak menyimpan sesuatu yang dirahasiakan. Apa jangan-jangan pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku adalah hoax? Tapi, tidak akan mungkin Bunga berkata bohong padaku, kami sudah berkenal cukup lama dan selama ini Bunga tak pernah membohongiku.
''Mungkin di belakangku kamu telah berkhianat.'' Aku berkata dengan jelas. Mas Bagas mendongak tak percaya dengan perkataanku.
''Demi Allah. Mas sama sekali tidak pernah berani mengkhianati kamu, Amira. Selama ini Mas sangat setia terhadap kamu. Apakah kamu ragu dengan cinta Mas?'' ujar Mas Bagas bersumpah.
Aku menelan saliva mendengar perkataan dari mulutnya. Bisa-bisanya dia berkata sumpah atas nama Allah.
''Jangan berkata sumpah demi Allah, Mas. Tidak baik. Dosa besar jika memang kenyataannya kamu salah.'' Aku menatap wajah Mas Bagas dengan penuh kekesalan.
''Ya, Mas berkata demi Allah bahwa memang benar Mas tidak pernah berani mengkhianati kamu Amira. Selama kita menikah, tidak pernah sekali pun Mas ada niatan mendua. Tolong kamu percaya akan ucapan Mas.''
Tiba-tiba Mas Bagas bersujud tepat di bahwa telapak kakiku, dengan cepat aku mendorong kursi rodaku kebelakang agar Mas Bagas tak lagi melakukan hal itu.
''Cukup Mas, kamu tidak usah melakukan hal ini. Aku sama sekali ....''
''Tidak Amira, Mas akan melakukan apapun asal kamu percaya. Mas tidak pernah berkhianat di belakang kamu.'' Kembali lagi Mas Bagas menyebut bahwa ia tidak berselingkuh di belakangku. Dengan wajah nanar, dia bersimpuh di pangkuanku bahkan mengatakan atas nama Allah bahwa ia tidak melakukan hal itu.
Pandanganku kemudian menatap wajah Mama, Papa dan Bang Irsyad. Mereka hanya terdiam memandang Mas Bagas. Nampaknya kedua orang tua dan kakak iparku bingung dengan apa yang dilakukan oleh suamiku. Pun denganku, aku hanya bisa terdiam ketika melihat Mas Bagas seperti ini. Biarlah jika memang benar Mas Bagas tidak melakukan pengkhianatan di belakangku, aku tak akan pernah berani untuk membuat suamiku menderita. Tetapi, jika memang benar Mas Bagas melakukan pengkhianatan akan kubalas suami yang tak tahu diri ini.
''Ya, aku percaya Mas tidak berkhianat di belakang aku. Tetapi, jika memang benar kenyataannya bahwa Mas berkhianat aku tidak akan pernah mengampuni Mas sampai kapan pun.''
Mas Bagas mengangguk, ia memelukku erat.
Mas Bangkit kemudian bangkit, dia pergi melangkah masuk ke dalam kamar. Sementara aku, Mama, Papa dan Bang Irsyad termenung di ruang keluarga.
''Sepertinya ucapan Bagas betul Amira, dia tidak mungkin berkhianat. Dia malah bersumpah atas nama Allah.'' Bang Irsyad berucap mempercayai bahwa Mas Bagas tidak berkhianat di belakangku.
''Tapi, Mama masih tetap yakin, Bagas berkhianat.'' Mama menimpali.
''Lebih baik, kita pantau saja dia. Lambat laun pun jika benar Bagas berkhianat akan ketahuan sendiri. Yang namanya bangkai bila ditutupi pasti akan tercium juga.'' Papa berucap.
''Ya, kita lihat saja, apakah benar Mas Bagas telah berkhianat di belakang kamu. Jika benar, Abang pun tidak akan tinggal diam. Habis dia sama Abang jika benar dia berkhianat di belakang kamu, Amira.'' Ujar Bang Irsyad lagi.
Mendengar ucapan dari kedua orang tua dan kakak sepupuku aku hanya bisa terdiam merenungkan apa yang menekan di ulu hati. Semoga saja Mas Bagas memang tidak berani melakukan pengkhianatan di belakangku.
Menurut kalian, apakah benar Bagas telah berkhianat sesuai dengan ucapan Bunga? Atau jangan-jangan ini hanya kesalahpahaman saja?
Bersambung
Yuk, tulis di kolom komentar dan jangan lupa follow akun author, ya.