Chapter 9 - Aku Membutuhkan Joshua
20 menit lebih Kayla mondar-mandir menunggu Joshua keluar dari kamar mandi.
Ya Tuhan, lama sekali!
Rasa gelisah sudah berubah menjadi rasa kesal. Apa yang sedang Joshua lakukan di kamar mandi?
Mengapa lama sekali!
Hampir saja Kayla mendobrak pintu kaca tebal di hadapannya meski hanya baru berpikir di benaknya saja.
Wanita itu dibuat tertegun saat Joshua keluar dari bilik shower.
Bathrobe warna putih membalut tubuh atletisnya. Cucuran air berjatuhan dari ujung rambut yang basah.
Pria itu menatap dengan wajah datar lalu berjalan melewati Kayla begitu saja. Tentu saja Kayla semakin dibuat kesal oleh sikap Joshua.
"Kamu nggak bisa pergi hari ini. Aku bahkan sudah memesan tiket untuk kita pergi ke Eropa!"
Kayla berdiri di samping Joshua yang sedang berdiri di depan standing miror. Suaminya sedang bersiap-siap untuk segera berangkat.
"Kita bisa honeymoon kapan saja, tugas kantor jauh lebih penting."
Joshua membalas tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Pria itu sibuk mematut penampilan di depan cermin.
"Apa katamu? Tugas kantor jauh lebuh penting? Lalu bagaimana dengan aku? Apa aku tidak penting buat kamu?" Kayla tampak sangat marah kali ini.
Bagaimana tidak?
Joshua bahkan mengatakan jika acara honeymoon mereka tidak lebih penting dari tugas kantor yang bahkan milik ayah Kayla.
Joshua menghentikan aktivitas merapikan kancing kemeja putihnya. Dia menoleh cepat ke arah Kayla.
Wanita itu sedang menatap kesal. Joshua dibuat gemas melihatnya.
Pria itu mengulas senyum lalu mengusap pipi licin sang istri sambil menatap dengan lembut. Kemarahan di wajah Kayla sedikit meredup.
"Kenapa kamu sensitif sekali? Tentu saja kamu yang paling penting untukku, tapi tugas kantor pun tak bisa ditinggalkan. Semua ini aku lakukan untuk kamu dan Papa."
Kayla dibuat tertegun kali ini. Hingga saat Joshua meraihnya ke dalam pelukan, dia hanya terdiam seperti terkena hipnotis.
"Jangan berpikir yang bukan-bukan. Kita akan ke Eropa bulan depan, aku janji."
Joshua bicara setengah berbisik ke wajah Kayla usai mengecup pucuk kepala istrinya itu.
"Joshua, aku takut kamu berbohong padaku. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Kumohon jangan pernah pergi dariku, setidaknya hari ini." Dengan wajah manja dan memelas Kayla memohon.
Joshua menggeleng. "Tidak bisa, Kay. Aku harus pergi. Maafkan aku."
Kayla menghela napas lesu. Tubuhnya memutar memandangi punggung Joshua yang sedang menyiapkan pakaian di dalam koper.
Suaminya sudah mau pergi lagi? Padahal mereka baru saja bertemu.
Sepertinya dia harus bicara pada ayahnya. Kayla harus protes karena sang ayah menyerahkan semua tugas kantor pada Joshua.
Bahkan mereka baru saja menikah dan suaminya harus selalu pergi keluar kota.
"Jangan murung begitu, aku pergi hanya tiga hari. Setelah itu aku janji akan menuruti semua keinginanmu," ucap Joshua sambil mengusap pipi licin Kayla setibanya mereka di samping mobil.
Kayla hanya mengangguk tidak bersemangat, dan Joshua segera memasuki mobil.
Kayla melambaikan tangan mengiringi keberangkatan suaminya. Hatinya kembali sepi dan sedih. Dengan wajah lesu dia segera kembali masuk ke dalam mansion.
Tak lama dari itu Rain datang sambil membawa buket bunga besar untuk Kayla.
Thomas mengatakan pada Rain jika Kayla sedang kurang sehat. Wanita itu tidak keluar kamar setelah mengantar Joshua sampai teras. Rain menjadi khawatir mendengarnya.
"Saya tinggal, Tuan." Thomas membungkuk lalu pergi setelah mengantar Rain tiba di depan pintu kamar Kayla.
Rain mengangguk menanggapi. Bibirnya tersenyum tipis. Pria itu langsung meraih handle pintu dan masuk.
Ruangan luas dengan cat dinding warna biru muda menyambutnya.
Dulu, dirinya sering membantu Kayla mengerjakan tugas kuliah di kamar itu. Mereka sangat dekat. Bahkan sering digosipkan berpacaran.
'Kay, aku ingin hubungan ini lebih dari persahabatan. Aku mencintai kamu, Kay.'
'Rain, kamu sudah gila, ya! Aku nggak mungkin pacaran denganmu. Aku mau kamu tetap menjadi temanku selamanya.'
'Tapi, Kay--'
'Rain, please.'
Rain tak pernah bisa melupakannya, saat dia mengutarakan perasaannya pada Kayla dua tahun yang lalu.
Wanita itu menolaknya dan mengatakan mereka lebih baik berteman saja.
Rain hanya takut jika Kayla jatuh pada pria yang buruk. Menurutnya, tak ada pria yang lebih mengerti Kayla sebaik dirinya.
Langkah Rain tiba di tengah kamar. Sepasang matanya memindai seluruh ruangan.
Di mana Kayla?
Mengapa dia tidak melihatnya? Manik kecokelatan itu tertuju pada punggung wanita yang sedang berdiri di tepi pagar balkon.
Kayla bahkan masih mengenakan sehelai lingerie. Rain menyipitkan mata.
Apakah wanita itu lupa mandi? Matanya enggan berkedip melihat Kayla yang terlihat sangat seksi pagi ini. Ingin rasanya Rain mendekap tubuh ramping itu dari belakang.
Ya Tuhan, kapan dirinya bisa memiliki Kayla?
Bodoh!
Mengapa dia berpikiran seperti itu? bibirnya tersenyum seraya memalingkan wajah ke lain arah.
Kepalanya menggeleng berusaha sadar. Oh, shit! Bahkan Kayla kini telah menikah.
Come on, Rain!
Your oke?
Rain segera menyingkirkan perasaan gila di hatinya. Dengan gagah dia berjalan menuju wanita cantik di sana.
"Ehem! Mengapa merenung di sini? Apakah hari ini kamu sedang cuti?"
Kayla dibuat terkejut mendengar suara bass itu.
Rain?
Dia sontak mundur saat menyadari pria itu sudah berdiri di sampingnya. Ya Tuhan, dia sangat malu karena hanya mengenakan pakaian tipis dan pendek saat ini.
Rain hanya tersenyum tipis tanpa berani menoleh pada Kayla."Cepat ambil blazer dan tutupi semua asetmu itu atau aku akan hilang kendali," cibirnya.
Kayla memukul dahi sambil tersenyum sipu.
"Mestinya kamu tidak masuk kamar istri orang sembarang, CEO Grup Mikro," ucapnya lalu berjalan menuju sofa di mana sehelai jubah tidur tersampir di sana.
Disambar kain itu, Kayla segera mengenakannya di belakang punggung Rain.
Rain terkekeh mendengarnya.
"Baiklah, istri orang. Aku minta maaf. Aku dengar kamu sedang sakit, Thomas yang bilang padaku tadi. Namun, kurasa kamu sehat-sehat saja."
"Aku hanya sedang malas ke mana-mana. Kamu boleh letakkan bunganya lalu pergi, aku mau tidur saja seharian ini," balas Kayla sambil mengikat tali jubah tidurnya.
Rain hanya tersenyum tipis mendengarnya.
Tidak mungkin dirinya membiarkan kesedihan itu merusak hidup Kayla. Dia tidak rela melihat wanita itu bersedih, bahkan tersakiti.
"Bersiap-siap sana, ayo kita ke luar sekarang."
"Hah?"
Kayla tampak keheranan sambil menatap Rain.
Ke luar?
Bahkan dirinya sedang malas mandi saat ini.
Rain hanya tersenyum lantas meraih lengan Kayla, menyeret wanita itu menuju kamar mandi. Tak ada yang lebih mengerti Kayla daripada Rain.
Wanita itu hanya tertawa kecil karena ulah Rain.
"Cepat mandi, aku tunggu di ruang tamu."
Rain melempar senyum pada Kayla, lantas meraih handle pintu kaca kamar mandi ke luar.
"Ya ampun, menyebalkan sekali pria itu. Astaga--" Kayla merutuki sambil melepaskan jubah tidurnya.
Hm, apakah Joshua sudah tiba di Bandung?
Mengapa dia sangat mencemaskan suaminya itu?
Bahkan Joshua sangat tampan dan pasti banyak wanita yang mengincarnya di luar sana.
Sambil berendam di dalam bathtub berisi air hangat, Kayla tak henti memikirkan Joshua.