Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

Usai seluruh pengumuman turnamen diumumkan, kemudian Ketua Sekte baru yakni Ketua Tian pun mengumpulkan para pemenang 10 besar turnamen, termasuk Zhang Xu Feng yang masih merasa kemenangannya tak masuk akal pula berkumpul di dalam aula utama Sekte Taiyun.

“Bukankah dia Zhang Xu Feng?”

“Benar, itu dia. Yang benar saja. Bisa-bisanya dia mendapatkan peringkat 9. Juri yang menilainya sungguh tidak adil.”

Beberapa murid Sekte Taiyun yang berkumpul di aula kerap membicarakan kemenangan Zhang Xu Feng yang dianggap tak masuk akal.

“Apa kalian lihat-lihat? Ah, aku tahu. Kalian pasti iri ‘kan karena tidak bisa sebaik Zhang Xu Feng. Akui saja!” celetuk Mu Lan seraya memajukan dagunya ke sekelompok murid yang ada di aula.

“Hah! Kau pasti sedang bercanda. Untuk apa juga kami iri kepada pecundang sepertinya?” tantang murid wanita bernama Shen Yuan yang memenangkan peringkat 8. “Memang dua orang yang cocok,” ejeknya seraya memincingkan lirikannya.

“Kalian memang cocok. Dua orang yang masuk sekte karena belas kasihan. Yang satunya pengemis, lalu yang satunya gelandangan,” tambah rekan Liguang Yuan yang bernama Liguang Bi Yao.

“Shen Yuan, Bi Yao, jaga ucapan kalian. Guru tidak pernah mengajarkan kita menghina orang lain, apalagi rekan seperguruan kita sendiri,” tegur sang pria yang menengahi perdebatan.

Wajahnya tak tampak karena pria itu tiba-tiba datang menegur kedua juniornya dengan memunggungi Zhang Xu Feng dan Mu Lan. Tatkala dia berbalik, pada saat itulah keduanya terpana melihat aura wajahnya yang tampak tidak biasa.

Tentu saja, siapa lagi orang di Sekte Taiyun yang tidak mengenalnya. Karena pria bernama Liguang Naihe, murid pertama Guru Liguang. Liguang Naihe sangat populer di Sekte Taiyun, juga termasuk senior pertama para murid Sekte Taiyun. Di usianya yang masih sangat muda, Liguang Naihe bahkan telah mencapai Tahapan Budidaya Abadi. Basis kultivasinya telah mencapai Setengah Abadi/Peri. Selain itu juga, Liguang Naihe sangat populer di kalangan murid wanita di Sekte Taiyun karena ketampanannya yang dinilai bak dewa. Dia juga termasuk murid terbaik Sekte Taiyun yang menduduki peringkat 1 dalam turnamen.

“Senior.” Mu Lan memberi hormat kepada Liguang Naihe. Kemudian, dia menyenggol lengan Zhang Xu Feng seraya berbisik, “apa yang kaulamunkan? Cepat beri hormat kepada Senior Pertama,” desaknya.

“Oh, eh … Senior,” gagap Zhang Xu Feng yang baru saja tersadar dari lamunannya tatkala dirinya tersihir ketika menatap wajah Liguang Naihe.

“Lupakan formalitas,” balas Liguang Naihe, “sebelumnya, sebagai Senior tertua, saya meminta maaf karena ucapan mereka. Mereka masih terlalu muda, mohon maklumi,” sambungnya.

“Senior … .” Liguang Bi Yao awalnya ingin memprotes dengan rengekannya. Namun, kala Liguang Naihe setengah menoleh ke belakang, seketika Liguang Bi Yao pun terdiam tak dapat berkata-kata.

Dan juga, bukan karena tak dapat berkata-kata, tetapi karena Liguang Naihe sengaja mengunci mulut kedua adik seperguruannya.

“Tidak masalah, kami tidak akan memasukkan ke dalam hati. Senior pertama, kau tidak harus repot meminta maaf mewakili mereka juga. Benar ‘kan, Xu Feng?” senggol Mu Lan.

“Benar. Hanya masalah sepele,” sahut Zhang Xu Feng.

“Tetap saja. Mereka berdua adalah juniorku. Sudah tugasku menegur mereka,” balasnya.

Pembicaraan terputus ketika Ketua Sekte Tian telah datang. Serempak para murid sekte pun berbaris seraya memberi hormat kepada Ketua Sekte. Tak bertele-tele, Ketua Sekte Tian langsung mengungkapkan inti pembahasan mengenai masalah yang terjadi akhir-akhir ini, sebelum mengizinkan 10 murid terbaik untuk turun gunung.

Masalah yang diduga berhubungan erat karena ulah Sekte Iblis, dan juga karena masalah itulah Sekte mengadakan turnamen dengan tujuan memilih 10 murid terbaik guna mengemban tugas yang cukup berat dan berbahaya.

***

“Tetua Conghua, bagaimana dengan kondisinya sekarang?” tanya Ketua Sekte Tian yang tampak sangat mengkhawatirkan muridnya yang terbaring bagaikan mayat hidup.

Tentua Conghua pun menjawab, “Aku sudah berusaha keras menyadarkannya, tetapi … .” Tetua Conghua sengaja menggantungkan ucapannya. “Tapi jangan khawatir. Untuk saat ini, nyawanya tidak terancam. Satu-satunya cara mempertahankannya hanya mentransfer energi untuk memperpanjang hidupnya. Tapi sepertinya … .”

“Aku tahu. Tetua Chonghua, terimakasih karena telah berusaha menyadarkannya. Dia adalah muridku, sudah sewajarnya aku yang harus mengurusnya. Mulai sekarang … tunggu!”

Ketua Sekte Tian terkecoh kala memperhatikan bola mata muridnya yang memutih tiba-tiba memutar dan kembali normal.

“Tian Chun, apa kau bisa mendengarku? Tian Chun …,” panggil Guru Tian. Tak sabar mendapat respon dari muridnya.

“G-guru … bunuh aku! aku … tidak ingin berubah menjadi monster lagi. Guru, aku sudah mendengar semuanya. S-siapa pun yang terpengaruh sihir ini, tidak akan pernah bisa disembuhkan. Guru, aku mohon … bunuh aku,” pintanya dengan bicara terputus-putus.

“Tian Chun, bagaimana mungkin aku membunuhmu. Pasti ada cara. Percaya pada Guru. Guru pasti akan.

“Haaarrgggh!!! Hiyaaakkkkhhh!!! Aaaarrgghhh!!! Haaarrrggh!” Tian Chun tiba-tiba menggila. Tingkahnya sama seperti ketika Ketua Sekte menemukannya sebelum membawanya kembali ke sekte.

Kedua bola mata Tian Chun kembali memutih. Hanya sekejap saja dia memperoleh kesadarannya, namun kini justru semakin menggila seperti orang kesetanan. Urat-urat di tubuhnya menonjol berwarna hijau kehitaman, sedangkan gerakan tubuhnya kaku dan berusaha menyerang Ketua Sekte dan Tetua Chonghua.

Beruntung Tetua Chonghua dengan sigap menarik tubuh Ketua Sekte agar terhindar dari serangan Tian Chun.

“Hyaaarrkkhhh!!! Aaaarrrgghhh!!!” Tian Chun tampak sangat tersiksa dan kesakitan. Ia tak lagi menyerang orang lain, namun kini justru melukai dirinya sendiri.

Tian Chun menjambak-jambak rambutnya hingga rambut kepalanya rontok dan berdarah, berserakan ke mana-mana. Sungguh, Ketua Sekte dan Tetua Chonghua tidak tega melihat tingkah Tian Chun yang tampak mengenaskan.

“Bunuh aku! Bunuh aku!!!” teriak Tian Chun dengan suara nyaring dan menggema. Untungnya, dia telah dipindahkan ke sebuah goa, sehingga para murid sekte tak dapat mendengar keributan yang tengah terjadi.

“Tian Chun, sadarlah! Berhenti menyakiti dirimu sendiri!” cegah Ketua Sekte. Kala dia hendak mendekati Tian Chun, langkahnya reflek dicegah oleh tetua Conghua.

“Dia bukan muridmu lagi. Apa kau ingin membunuhnya atau mempertahankannya, keputusan ada di tanganmu saat ini,” cetus Tetua Conghua.

“Guru, Bunuh aku! Aaaaarrrrrgggghh!”

Lagi-lagi, Tian Chun kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tingkahnya semakin agresif dan kembali menyerang ke arah Ketua Sekte dan Tetua Chonghua. Di detik terakhir, Ketua Sekte masih ragu-ragu. Hingga akhirnya …

JLEB!

Pedang berhasil menembus dada Tian Chun. Yang menikamnya adalah Ketua Sekte sendiri.

“Guru … terimakasih,” ucap Tian Chun dengan lega sebelum akhirnya ia akhirnya tak sadarkan diri. Namun, anehnya lagi setelah mereka mengira bahwa Tian Chun telah meninggal dunia, beberapa menit kemudian Tian Chun tiba-tiba bergerak kembali. Sama seperti sebelumnya, tingkahnya agresif dan tak henti menyerang Ketua Sekte dan Tetua Chonghua.

"Makhluk macam apa ini?" gumam Tetua Chonghua.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel