Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Queen’s Guard Mengepung

Bab 4 Queen’s Guard Mengepung

Amber mendapati halaman berumput di bawah sebatang pohon, saat langit mulai meremang. Sebentar lagi matahari akan terbit. Dia memindai sekeliling dan menyadari bahwa mereka berada di belakang rumah bibinya. Luna menutup portal dengan cepat, lalu meletakkan Ansel di rerumputan dengan hati-hati. Amber melakukan hal yang sama terhadap bibinya.

“Aku akan pulang dan memanggil ayahku. Mungkin kita perlu mobil Tuan Brown untuk membawa kalian ke rumah sakit.” Luna menatap Amber. Gadis itu mulai memucat wajahnya. Lengannya berdarah dan juga kedua kakinya. Rupanya dia cukup kuat menahan sakit, karena sejak tadi tidak mengeluh sama sekali, hanya meringis dan menggigit bibir.

“Kamu bisa menyopir mobil?” tanya Luna lagi.

Amber menggeleng. “Kunci mobil ada di laci di dalam kamar bibi. Carilah di sana.”

Luna mengangguk. “Baiklah, jadi apa tidak masalah kalau nanti ayahku yang menyopir?” “Kenapa masih kau tanyakan itu masalah atau bukan?” sergah Amber sembari mendelik, dan mendekap lengannya yang semakin nyeri.

Luna terdiam, agak terkejut dengan nada suara Amber yang meninggi. Gadis itu tampak mulai kesakitan, dan sayangnya Luna tidak punya sihir untuk meringankan apalagi menyembuhkannya.

“Kau tunggu di bawah pohon ini ya, jangan ke mana-mana sampai aku datang,” ucap Luna melunak. Lalu tanpa menunggu jawaban Luna bergegas menuju pagar halaman rumah. Ketika hendak menyentuh pintu pagar, tiba-tiba langkahnya terhenti.

Hawa panas dirasakannya menguar di sekitar pagar. Luna mengernyit, tidak mengerti. Tiba-tiba tanda lahir di tengkuknya perlahan nyeri. Luna meraba tengkuknya, serasa ada panas seperti api keluar dari tanda lahirnya.

Luna tidak tahu harus berbuat apa. Pengalamannya sebagai penyihir baru bisa dihitung dengan sebelah jari. Jadi dia sendiri tidak bisa mengerti akan dirinya.

Semakin dia mendekat ke pagar, rasa nyeri dan panas membakar di tengkuknya itu semakin kuat. Luna mundur beberapa langkah, sembari menoleh ke arah pohon tempat Amber terduduk, menunggui paman dan bibinya. Hanya bayangan gelap yang tertangkap matanya.

“Tidak ada waktu untuk memikirkan kenapa aku tidak bisa masuk ke dalam,” batin Luna. Dia pun membuat lingkaran lagi, untuk membuat portal lewat pintu depan--sembari mundur beberapa langkah. Karena kalau berlari mengitari deretan perumahan akan semakin memakan waktu. Kondisi Ansel dan Mary sudah memburuk, dia harus mengejar waktu, untuk menyelamatkan mereka. Meski ketika menggendong Tuan Brown tadi, Luna sudah tidak merasakan tanda-tanda kehidupan, tapi dia tidak ingin berspekulasi. Dokter lebih tahu apa yang harus dilakukan.

Dan Luna kembali mengalami kesulitan seperti saat dari Lunar menuju rumah keluarga Brown. Lingkaran portal begitu sulit terbentuk, hingga membuat keringat mulai bermunculan di kening Luna. Ketegangan menyelimutinya dalam balutan kepanikan. Bayangan wajah Aro bergantian muncul dengan wajah Mary dan Ansel Brown. Dia harus menyelamatkan Tuan dan Nyonya Brown, bukan hanya demi janjinya pada Aro. Dua manusia itu, harus diselamatkan karena kemanusiaan.

“Ada apa ini?” keluhnya kesal.

Luna menunduk dan mendapati bandul kalungnya tiba-tiba mengeluarkan cahaya putih yang perlahan menyelimutinya.

Luna masih belum mengerti, namun satu hal pasti yang diketahuinya dari ayahnya dan jug Dom, bahwa kalung ini adalah pelindungnya. Dia sedang terancam bahaya. Tapi Luna sendiri tidak tahu apa. Setahunya, satu-satunya bahaya yang dia harus segera lari adalah bila bertemu dengan Queen’s Guard. Mereka punya keahlian khusus untuk melumpuhkan sihirnya, agar mudah menangkapnya. Dan nasibnya akan berakhir di tiang untuk dibakar, seperti halnya ibu kandungnya.

Dom pernah berkata, penyihir sebenarnya adalah kerajaan. Mereka menangkap penyihir dengan kekuatan sihir juga. Mereka punya penyihir yang berkhianat dan mengabdi pada kerajaan. Demi uang dan

Luna mundur lagi beberapa langkah, membuat beberapa lingkaran lagi. Meski dalam kondisi bahaya, ada nyawa yang harus dia selamatkan. Kedua orang tua Aro. Dia harus bisa masuk ke dalam rumah Aro, dan mendapatkan mobil Tuan Brown. Setelah itu baru menjemput ayahnya. Setelah beberapa kali membuat lingkaran, Luna akhirnya bisa menemukan celah. Di halaman rumah kosong, di depan rumah keluarga Brown.

Perlahan Luna melangkah keluar dari portal dan mendapati dia berada di halaman rumah kosong, tepat di belakang semak-semak setinggi badannya. Rumah kosong ini memang sudah lama sekali tidak ditinggali, dan dibiarkan begitu saja tanpa ada seorangpun yang merawat.

Luna bisa melihat bagian lantai dua rumah keluarga Brown. Seketika dia pun memahami kenapa bandulnya bekerja melindunginya dan kenapa dia tidak bisa membuat lingkaran di sekeliling rumah keluarga Brown.

Queen’s Guard sedang berkeliaran di sana rumah keluarga Brown.

Beberapa mobil diparkir di depan gerbang. Perlahan Luna menyibak semak dan mengintai. Betapa terkejutnya ketika dia melihat ayahnya sedang berdiri di dekat salah satu mobil dengan tangan diborgol ke belakang, dan seorang Queen’s Guard berdiri di belakangnya, menodongkan pistol ke punggung ayahnya.

Mereka telah menyandera Jack Laveau.

***

Amber menyandarkan kepalanya di batang pohon. Langit di ufuk timur mulai sedikit terang. Dan semburat orange halus menghiasi langir. Amber merasa kesadarannya mulai menurun, pandangannya mulai mengabur. Bayangan rumah bibinya semakin memburam di matanya.

Perlahan Aro mendekati pamannya yang terbaring di atas rerumputan.

“Paman, bangun paman,” bisik Amber sembari mengguncang tubuhnya. Sejenak dia tertegun ketika mendapati badan pamannya terasa dingin. Dan Ansel sama sekali tidak merespon Amber.

Amber berpindah ke bibinya. Bibinya tampak tersengal. Amber berusaha keras untuk tetap sadar, meski rasanya dia sudah melayang-layang.

“Bibi?” bisiknya sembari merebahkan kepalanya di dada Mary, “Bibi bisa dengar … aku?”

Mary membuka matanya dengan susah payah. Dengan napas yang tinggal satu per satu, Mary berusaha mengangkat tangan dan merapikan rambut Amber yang berantakan.

“Bibi …”

Amber merasa, ini adalah sentuhan terakhir bibinya. Wanita itu memaksa diri untuk tersenyum dan merapikan rambut keponakannya, meski sudah tak lagi punya tenaga. Amber tak kuasa menahan luruhan air matanya.

“Bibi, please jangan pergi. Bibi …”

Mary hanya tersenyum, berusaha membuka mulut untuk bicara, namun tak mampu lagi. Maka dengan lemah, ditempelkannya telapak tangannya yang bersimbah darah di pipi Amber. Amber memegang tangan bibinya dan menempelkannya erat di pipinya.

Amber tahu, bahwa meski Luna datang dengan seluruh petugas medis rumah sakit, tidak ada yang bisa menyelamatkan bibinya saat ini. Maut sudah di ujung lidahnya.

Amber tersenyum menatap bibi kesayangannya, satu-satunya. Mereka saling menatap penuh kasih sayang. Hanya inilah, kesempatan terindah bagi Amber. Dan entah kenapa, dia merasakan bahwa bibinya menghendaki dia bersama Aro. Entah ini hanya angan atau titipan pesan terakhir.

Amber mengangkat wajah ketika dia mendengar langkah-langkah kaki mendekat dengan tergesa. Sepertinya Luna datang membawa bantuan. Gadis itu memang bisa diandalkan. Namun, seketika hatinya serasa remuk dan melayang entah ke mana. Melihat beberapa lelaki dengan seragam yang samar-samar dikenalinya. Para lelaki yang telah mengikat dan mengurungnya, hanya karena salah mengira dia adalah Luna Laveau, penyihir terakhir yang dicari pihak kerajaan untuk dibakar.

Mereka adalah Queen’s Guard.

Amber merebahkan kepalanya di dada bibinya. Habislah riwayat mereka semua. Batin Amber. Luna sudah pasti lebih dulu ditangkap oleh mereka, dan menghadapi kematian mengerikan dengan api melahap tubuhnya. Semuanya, telah berakhir mengerikan.

Kenapa? Tanya Amber dalam hati.

“Nona, anda terluka.”

Amber merasa tubuhnya terangkat. Sayup-sayup dia mendengar suara orang memberi perintah untuk memanggil ambulans. Juga ucapan-ucapan samar tentang serangan hewan buas, serigala atau werewolf. Nama Aro disebut-sebut, terduga sebagai pelaku. Yang telah melukai ayah dan ibunya. Juga Amber.

Amber menggeleng, hendak membantah ucapan-ucapan samar yang sepertinya riuh bila dia bisa mendengar jelas.

“Selamat tinggal Aro,” batin Amber di ujung kesadarannya, “Mungkin kita bisa berjumpa di

kehidupan setelah ini. Dan saat itu, aku pastikan, bahwa aku adalah kekasihmu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel