Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Bawa Mereka Pulang

Bab 3 Bawa Mereka Pulang

Serangan Klan Waikake benar-benar tak terduga dan mendadak. Mereka dengan bengis membantai semua yang hadir di pelantikan Raja Tertinggi Lunar. Para werewolf yang terkejut dan tidak siap dengan serangan, hanya bisa melawan seadanya. Dan sudah pasti berujung kekalahan dan maut, karena Klan Waikake datang bukan dengan niat berdamai.

Beberapa utusan Klan sempat melawan, sebagiannya segera melarikan Raja klan masing-masing agar selamat. Termasuk Kandee.

Dengan sihir yang dimilikinya, Kandee bergegas membuat portal menuju batu datar. Melawan saat ini bukan strategi terbaik, karena Klan Waikake terus menerus datang seperti air bah, tidak berhenti sama sekali.

Kandee, Aro dan Luna sudah tiba di batu datar. Mereka tidak menemukan siapa pun di sana. “Ke mana mereka?” tanya Aro panik.

“Mereka tidak mungkin pulang, menunggu aku atau Kandee untuk dibuatkan portal,” ucap Luna

sembari memutar badan memindai sekeliling.

Kandee menajamkan penglihatan dan penciumannya. Demikian juga Aro. Dia mendengus udara dan mencium aroma kengerian di Lunar.

“Mereka membantai habis semua yang di tempat pelantikan,” geram Kandee.

Tiba-tiba Aro berlari menuruni batu datar. Dia sudah mendapatkan bau ayah dan ibunya. Kandee dan Luna mengikutinya dari belakang. Di antara batang-batang pohon, mereka melihat Ansel dan Mary dibopong oleh werewolf dari Klan Waikake. Darah mereka mengucur sepanjang jalan. Keduanya terluka, dan dengan aliran darah sederas itu, pasti luka mereka sangat parah.

Aro hendak berlari menyerang mereka, namun Kandee menahannya. Mereka melihat Amber dalam tawanan, berjalan terseok-seok dengan seorang werewolf mencengkeram lengannya. “Mereka akan dibawa menghadap Waikake sebagai jaminanmu. Dan itu sama saja dengan mengantar nyawa,” ucap Kandee geram.

“Berapa banyak mereka?” bisik Aro sembari mengeram marah.

“Hmm, sepuluh. Yang tiga pasukan elit Waikake. Kamu tidak akan bisa melawannya, kecuali dengan sihir.”

“Maksudmu?”

“Aku akan membuka portal menuju sarang Waikake dan melempar mereka ke sana. Kamu dan Luna, selamatkan orang tuamu dan gadis itu.”

Aro dan Luna mengangguk. Kandee membuat portal yang nantinya berujung di depan

gerombolan penculik Ansel dan Mary, untuk menghadang mereka. Sementara Aro dan Luna mengendap perlahan di belakangnya, melayang di antara pepohonan dengan kekuatan telekinesis Luna.

Beberapa meter sebelum Aro dan Luna mendekati gerombolan itu, Aro meminta Luna menurunkan mereka berdua.

“Luna,” bisik Aro, sembari menarik tangan Luna hingga gadis itu menghadapnya, “Setelah Kandee menyerang mereka, segera ambil Mom, Dad dan Amber. Kamu bisa kan?”

Luna mengangguk. Bukankah itu memang rencana mereka?

“Setelah itu bawa mereka pulang.”

Luna menatap manik mata Aro yang juga sedang menatapnya. Sepasang mata itu dipenuhi kekhawatiran luar biasa.

“Aku akan mengirim mereka pulang,” ucap Luna meyakinkan Aro.

“Tidak, kamu juga harus pulang. Situasi di sini tidak aman. Waikake menyerang karena mereka tidak sepakat Lunar bekerja sama dengan manusia asli. Mereka membenci manusia, karena klan Waikake sangat ingin bisa berubah wujud seperti aku. Menjadi manusia dan werewolf.” Luna menggeleng. “Tidak, Aro. Jika memang mereka menginginkan seperti itu, itu artinya kamu dalam bahaya besar. Mereka tak ubahnya seperti Pangeran Luis, yang menginginkan darahmu. Hanya saja berbeda wujud. Aku harus di sini melindungimu.”

“Tidak sekarang, Luna. Sekarang kamu harus selamat dulu. Selamatkan ayah dan ibuku.” Perlahan Aro mengubah wujudnya menjadi manusia. Dalam kondisi genting dan memancing emosinya seperti ini, pasti dia berusaha keras untuk mengubah dirinya.

“Aro …” desis Luna, melihat Aro yang menatapnya dalam. Luna menyugar rambut ikal pemuda di hadapannya, “Aku janji akan kembali secepatnya.”

Aro meraih Luna dalam dekapannya setelah sebelumnya mencium bibir gadis itu beberapa

detik.

“Sebaiknya kamu penuhi janjimu, tikus kecil,” bisik Aro. Terdengar pekikan keterkejutan. Amber.

Sontak Aro berlari menuju gerombolan itu. Kandee pasti sudah memulai rencananya. Semoga saja ayah dan ibunya bisa diselamatkan. Juga Amber.

Aro seketika sudah berubah wujud menjadi werewolf. Dan musuh di hadapannya sama sekali tidak mengira bila mereka mendapat serangan dua arah. Dua orang yang membopong Ansel dan Mary terkejut ketika mendapat serangan dari belakang punggung mereka. Terlebih ketika tahu-tahu dua manusia yang mereka bopong, seoalah ada yang menarik ke atas. Dan keduanya melayang dengan cepat dan menghilang di balik pepohonan.

Amber yang masih dalam sandera sudah bisa menduga siapa yang telah melakukannya. “Luna,” gumamnya dalam hati. Mau tidak mau, dia mengakui bahwa Luna memang lebih baik dari dirinya. Dan Aro membutuhkan kekuatannya sebagai seorang Raja. Seharusnya dia tidak layak cemburu pada Luna. Gadis itu lebih layak mendapatkan Aro daripada dirinya.

“Amber, lari!” teriak Aro dengan geraman yang membahana ke seluruh penjuru hutan, bertepatan dengan werewolf yang mencengkeramnya terpental. Dan Aro langsung menyerangnya tanpa memberi kesempatan.

Amber berlari, namun kakinya berhasil ditangkap oleh salah seorang werewolf yang terkapar. Amber tak hendak menjerit ketakutan, tapi pikiran logisnya bekerja dengan cepat. Dia berada di medan pertempuran yang tidak memerlukan teriakan cengeng. Maka dengan sekali tendang, werewolf itu pun melepaskan pegangannya. Dan Kandee yang sudah ada di belakangnya

tahu-tahu menarik werewolf itu dan sekali cabik, lehernya terputus. Semua kengerian ini menjadi begitu biasa di matanya.

Kandee menatapnya sekilas sebelum melompat hendak menyerang werewolf yang lain, wajah buas tergambar jelas dari darah yang menghiasi moncong dan tangan berkuku panjangnya. “Di sini bukan tempatku,” desis Amber, berusaha untuk tidak lagi gemetar ketakutan.

Tiba-tiba badannya melayang dengan cepat di antara pepohonan. Dan tahu-tahu sudah berdiri di hadapan Luna. Di sebeleh Luna, Ansel dan Mary tergeletak bersimbah darah. Rupanya Luna yang telah menariknya.

“Kita harus pulang, Amber. Kau gendonglah bibimu. Aku akan menggendong pamanmu.” Amber mengernyit. “Bukankah kamu harus di sini, Luna?”

“Aku akan kembali setelah kalian semua selamat.” Amber mengangguk.

Luna membuat lingkaran portal. Sekali, dua kali. Sepertinya dia gagal membuatnya. “Kenapa?” tanya Amber melihat Luna tampak mulai panik.

“Aku tidak bisa masuk ke rumah Tuan Brown. Ada yang menutup jalan ke sana.”

Amber terdiam. Dia sama sekali tidak paham tentang sihir yang dikuasai Luna. Dia hanya mengikuti saja perintah bibinya saat Aro meminta mereka semua datang ke Lunar, untuk menghadiri pelantikannya sebagai Raja Tertinggi Lunar.

Dan semua telah berakhir dengan kekacauan yang mengerikan. Melihat kondisi paman dan bibinya, membuat Amber bahkan tidak bisa lagi menangis. Napas bibinya tersengal-sengal, dia

membutuhkan penanganan luka-luka bekas cakaran di sekujur tubuhnya. Sedangkan pamannya diam tak bergerak. Amber berharap mereka berdua bisa diselamatkan. “Dapat. Belakang rumah Tuan Brown.”

Luna bergegas membuat lingkaran portal. Lalu bersama Amber, membopon Ansel dan Mary yang sudah tidak bergerak, masuk ke dalam portal.

Portal tertutup, bersamaan dengan Kandee melemparkan werewolf terakhir yang berhasil dibantainya. Kandee menatap ke arah pokok pepohonan, dan merasakan portal yang dibuat Luna sudah tertutup dan keempat manusia itu sudah tidak ada lagi di Lunar. Dia tidak lagi merasakan ketakutan dan kengerian mereka.

“Lunaro, orang tuamu sudah pulang,” ucap Kandee, sembari menatap Aro. Dia hendak

mengatakan, bahwa manusia memang tidak seharusnya berada di Lunar. Tapi pada Rajanya yang telah dibesarkan oleh manusia, dilindungi dan akhirnya diantar kembali--tentu saja dia tidak bisa mengatakannya begitu saja.

Belum sempat Aro yang berdiri tidak jauh dari Kandee menjawab, dari arah Lunar terdengar teriakan dan lengkingan lebih keras lagi. Diselingi suara dahan-dahan patah dan daun-daun disibak dengan kasar menandakan tidak hanya beberapa werewolf yang datang. Mereka berebut jalan, menuju arah Lunaro dan Kandee.

“Waikake memang gila, kita harus lari, Lunaro.”

Kandee kembali membuat portal, dan mereka berdua pun masuk dan menghilang. Gerombolan Klan Waikake hanya menemukan teman-temannya sudah tercabik-cabik dan bergelantungan di sana sini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel