Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Tentang Perjodohan

Bab 9 Tentang Perjodohan

Di ruang makan, hanya ada dua orang yang saling diam. Mereka menikmati makanan masing-masing, lebih tepatnya hanya Rinka yang menikmatinya. Sedangkan Bert, menunggu pembicaraan yang akan dimulai oleh sang Ibu. Jantungnya sedikit berdegup kencang, antara takut dan juga penasaran. Sesekali ia menatap Rinka yang ada di ujung meja makan, memastikan akan dimulai atau belumnya pembicaraan.

"Bert!" seruan itu keluar dari mulut Rinka yang sepertinya sudah selesai makan malam.

Merasa namanya dipanggil langsung menoleh ke arah Rinka, mencoba sesantai mungkin. Bert hanya memandang dan menaikkan sebelah alisnya.

"Mungkin ini terlalu mengejutkan bagimu, tapi ini sudah keputusan Ibu yang paling tepat."

Jantung Bert berdegup kencang, firasatnya mengatakan bahwa ini adalah pembicaraan yang sangat penting. Yang jelas Bert tidak akan bisa membantah ucapan dari sang Ibu, keputusan yang tidak bisa diganggu gugat begitu fikir Bert.

"Sepertinya kamu terlalu cuek dalam hal pasangan," ujar Rinka dan terdiam sebentar.

Diamnya Rinka membuat jantung Bert semakin berdetak semakin kencang. Jika dilihat dari arah pembicaraannya, ia sudah bisa menebak apa selanjutnya. Tapi Bert masih berharap yang akan dibicarakan berbeda dengan apa yang ada didalam pikiran Bert.

"Ibu memutuskan akan menjodohkan dirimu dengan salah satu anak pengusaha juga, dia gadis yang baik dan cantik tentunya."

Damn! Apa yang menjadi ketakutan Bert terjadi. Perjodohan adalah hal yang tidak ingin Bert lakukan, tapi apa daya keputusan adalah keputusan tidak bisa diganggu gugat.

"Besok adalah pertemuannya Bert, dan kamu harus datang. Tidak ada penolakan!" tegas Rinka menatap Bert.

Terlalu cepat, batin Bert.

"Kita akan bertemu di restaurant hotel, pastikan kamu datang dan tidak telat. Paham?" tanya Rinka yang tetap menekan Bert.

"Paham," singkat Bert.

Bert mencoba biasa saja, walau sebenarnya ia sangat terkejut. Secepat itu ia akan dipertemukan dengan wanita yang akan menjadi calonnya. Anak pengusaha, sudah pasti dari kalangan yang tidak main-main. Kaya? Jangan ditanya itu pasti, yang Bert takutkan adalah ketidak sesuaian dengan yang ia mau.

Tapi jika ibunya yang mencarikan jodohnya, maka itu tidak akan main-main. Ibunya pasti mencarikan yang terbaik untuk dirinya, dari kalangan kaya adalah salah satu syarat. Bukan gila harta, tapi karena menyamakan derajatnya mungkin.

Ingat! Aturan ibunya tidak akan pernah bisa diganggu, jika ibunya mengatakan A maka akan selalu A tidak akan bisa berubah. Walau Bert menolak, ibunya akan selalu mengutamakan keputusannya.

"Kau pasti selalu ingat Bert, Ibu tidak suka dibantah. Walau kau membantah, Ibu akan tetap menjodohkanmu."

Rinka memperjelas lebih lagi, padahal tanpa diperjelas pun Bert akan selalu ingat dan mengerti. Yang bisa Bert lakukan hanyalah menganggukkan kepalanya, itu tandanya ia setuju. Walau itu adalah paksaan dari ibunya sendiri, Bert akan selalu melaksanakan apa perintah ibunya.

Begitulah, Bert tidak akan bisa lepas dari kekangan Rinka, ibunya.

"Baik Bu."

Bert hendak beranjak pergi dari sana, tapi ditegur oleh Rinka.

"Mau ke mana kau Bert?" tanya Rinka dengan nada yang terkesan cuek.

"Ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan," ujar Bert yang beralibi.

Jelas itu bohong, Bert hanya ingin ke kamar untuk berdiam diri. Mungkin akan memikirkan bagaimana ke depannya, apakah ia mampu bersama wanita itu. Rinka masih menatap Bert begitu pun sebaliknya, setelah mendapat anggukkan dari Rini. Bert langsung bergegas pergi ke kamarnya yang berada dilantai dua.

Kamar yang biasa Bert tinggali saat singgah di rumah itu, akan selalu sama seperti sebelum-sebelumnya. Tertata dan rapi tidak ada yang menggeser sedikitpun, kamar nyaman yang akan selalu Bert tempati jika kesini.

"Huft ya sudahlah," kata Bert dengan nada pasrah.

Ia menghembuskan nada berat, bingung harus bagaimana. Jika pun ia menolak, itu dipastikan tidak mungkin bisa. Ibunya terlalu keras dan mengekang, semuanya harus Bert turuti. Menuruti dengan lapang dada dan pasrah, mungkin itu yang akan Bert lakukan ke depannya.

Saat sedang melamun tiba-tiba ia teringat kepada Marini, entah kenapa Marini singgah dipikirannya. Sepertinya ia akan melupakan Marini sepenuhnya, ia tahu jika ini terjadi. Maka ia tidak akan bisa meraih Marini.

Bert merasa saat dirinya belum mengejar Marini, malah terlebih dahulu dijauhkan oleh fakta yang terungkap. Semakin Bert mencoba untuk mengejar, Marini semakin jauh darinya. Ditambah lagi ia tau yang sebenarnya, itu membuat Marini semakin jauh lagi dan lagi darinya.

Melupakan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi perlahan demi perlahan Bert pasti bisa melupakan Marini. Sebenarnya Bert sedikit ragu dengan perjodohan ini, bukan meragukan pilihan ibunya. Hanya ragu dengan dirinya sendiri, ia masih memiliki rasa kepada Marini. Apakah bisa ia menghilangkan rasa kepada Marini dan menumbuhkan rasa kepada calonnya.

"Sial! Bagaimana cara melupakannya? Bila setiap hari selalu bertemu," kata Bert sambil menyenderkan tubuhnya ke ranjang.

Jika disuruh memilih, Bert akan tetap memilih Marini. Ia tidak perduli dengan Erwin sebagai tunangan Marini, toh belum menikah. Tapi tetap kembali kepada peraturan, keputusan telak sudah diputuskan oleh ibunya tanpa ada persetujuan terlebih dahulu darinya. Di bawah kekangan Rinka, Bert tidak bisa apa-apa selain mengikuti kemauan Rinka.

Sejak kecil Bert ada dalam kendali Rinka, maka tak heran jika Bert akan selalu mengikuti Rinka. Jika Rinka inginkan Bert seperti ini, maka Bert akan seperti ini. Jika Rini menginginkan Bert seperti itu, maka Bert akan mengikuti kemauan Rinka seperti itu. Maka tak heran hingga sekarang Bert tidak bisa mengelak perintah dari ibunya.

"Secepat itu bertemu? Haha," ucap Bert diiringi tawa yang tidak bisa dijelaskan.

Waktu singkat untuk bertemu dengan wanita yang akan dijodohkan oleh Bert. Tanpa obrolan sebelumnya atau pun sekedar berbicara, mendadak membuat Bert salah tingkah. Yang ia inginkan Marini, tapi wanita itu bukanlah Marini.

Jika ibunya yang memilih maka tidak akan jauh anak pengusaha yang dipilih. Derajat mungkin salah satu yang ibunya cari, mencari yang sama dalam hal ekonomi. Tidak akan mungkin seorang Rinka mencarikan pasangan untuk anaknya dari kalangan yang tidak sederajat.

Rinka adalah wanita sosialita, maka tak ayal jika memiliki banyak teman dari kalangan pengusaha juga. Itu lebih memudahkan Rinka untuk memilih pasangan untuk Bert. Sekarang Bert sedang membayangkan setelah perjodohan nanti, apa ia bisa mencinta pasangannya sama seperti ia mencintai Marini.

Ia hanya takut tidak bisa mencintai wanita itu, Bert memejamkan mata mencoba untuk menghilangkan rasanya kepada Marini. Mungkin sedikit demi sedikit ia bisa melupakan Marini, karena Marini pun sudah menjadi tunangan Erwin.

Malam itu Bert bergelut dengan pikirannya sendiri, terus saja memikirkan bagaimana ke depannya. Jika ini adalah takdirnya maka Bert akan menerima, andai saja takdir bisa memilih. Bert akan memilih hidup bersama Marini.

"Lebih baik menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai," kata Bert berdiri dari ranjangnya, ia akan selalu membawa pekerjaan ke rumah agar ia memiliki aktifitas.

Saat masuk ruang kerjanya, di sana ada setumpuk berkas yang tadi dikerjakan oleh Marini. Karena ia terlalu larut melakukan hal 'itu' dengan Sasha, sampai ia melupakan berkas yang ada pada Marini.

"Astaga berkas ini," Bert memegang berkas paling teratas. Di sana ada berkas yang harus ditanda tangani olehnya, mungkin berkas itu yang membuat Marini mencari Bert tadi.

Dengan begitu, Bert langsung membukanya dan menanda tangani berkas itu. Setelah itu, berkutat dengan berkas-berkas yang lainnya. Cukup banyak pekerjaannya malam ini, sama seperti Marini tadi siang.

Jam sudah menunjukkan tengah malam tapi Bert masih berkutik dengan komputer juga berkasnya. Besok adalah hari Minggu tepat dengan hari dimana Bert akan bertemu dengan calonnya. Tapi ada rasa enggan bertemu, ia berniat untuk pergi ke kantor. Mungkin ia bisa berpura-pura lupa, sungguh niat yang buruk Bert!.

Malam semakin larut bahkan sudah hampir pagi, Bert tertidur dimeja kerjanya. Sekitar jam dua Bert baru tertidur, dan kini ia terbangun karena pancaran sinar matahari dari sela-sela gorden.

Membuka matanya dan melihat jam yang ada di mejanya itu, dengan niatnya semalam. Ia akan pergi ke kantor beralasan untuk ngerjakan suatu berkas. Tapi Bert yakin rencananya akan gagal, karena ibunya seperti cenayang.

"Bert apakah kau lupa hari ini pertemuanmu dengan calon pilihan ibu?" tanya Rinka yang tiba-tiba berdiri di depan pintu kamar Bert.

"Tidak Bu, aku hanya akan mengerjakan sedikit berkas."

"Ya bagus kau rajin, jangan sampai kau tidak datang Bert!" nada itu seperti mengintrupsi.

Bert meninggalkan Rinka dan menuju mobilnya.

Percuma sekali aku mangkir, kau akan selalu mengawasiku. Batin Bert berbicara.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel