Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Rasa Cemburu

Bab 7 Rasa Cemburu

Sasha sudah menyetujui akan mencarikan sekretaris untuk membantu pekerjaan Marini. Dengan begitu Bert tidak usah lagi mencari dengan susah payah, tinggal menunggu Sasha memberi kabar. Seperti yang Sasha bilang bahwa Senin akan dibawa, mungkin akan ada beberapa yang Sasha bawa.

Tiba-tiba tangan Sasha mendarat lembut diatas paha Bert, Sasha mencoba untuk menggoda Bert. Tangan Sasha semakin naik ke atas dan terus keatas, hingga berhenti di dada Bert. Sedikit memutar-mutarkan tangannya dan membuat pola abstrak disana.

Bert sangat tau jika Sasha selalu menggodanya, bahkan saat mereka membicarakan hal sebelumnya. Sasha sudah menggoda Bert seperti menatap nakal kearah Bert, mengeluarkan suara yang dibuat-buat dan yang lainnya.

"Setelah meminta untuk dicarikan sekretaris, apakah kau tidak meminta untuk dicarikan teman kencan malam ini Pak bos?" tanya Sasha yang sangat terlihat menggoda Bert.

Sebelum itu, Sasha sudah memastikan situasi aman. Ia sangat tau jika diwaktu-waktu itu akan jarang karyawan datang ke pantry. Bert masih menahan untuk tidak tergoda, namun lama kelamaan ia mulai tergoda karena perbuatan Sasha.

"Apa kau yakin tidak membutuhkannya?" tanya Sasha lagi sambil memegang rahang kokoh Bert.

Munafik jika Bert tidak tergoda oleh Sasha, dia ini adalah lelaki yang normal bahkan sangat normal. Bert menahan hasrat yang sudah bergejolak dalam dirinya. Apalagi dihadapkan oleh Sasha yang seperti ini.

Sasha masih terus menggoda Bert, ia juga memendam hasrat yang sudah lama ia tahan. Katakan bahwa dirinya sudah gila, namun inilah adanya ia tergoda dan juga menggoda bosnya yaitu Bert.

"Aku sangat yakin kau tergoda denganku," dengan percaya dirinya, Sasha membuat Bert menatap kearahnya dengan tangan.

Bert langsung menatap kearah mata Sasha, di sana tergambar ada gairah yang terpendam dalam diri Sasha. Mereka saling tatap mata, menatap dalam satu sama lain. Saling menatap dan saling menginginkan, Sasha berhasil menggoda Bert.

Masih saling menatap, dan Sasha langsung berbisik tepat ditelinga Bert.

"Lebih baik di dalam ruangan saya Pak," bisik Sasha dengan nada sangat menggoda.

Sasha turun dari kursi yang ia duduki, berjalan mendahului Bert yang masih terdiam ditempatnya. Saat Sasha sudah sedikit jauh, Bert menyusul Sasha yang tak jauh darinya. Sebenarnya Bert bisa saja langsung berjalan bersama Sasha, tapi ia tidak mau membuat karyawan yang masuk curiga.

Sasha sudah berada didalam ruangannya, bahkan ia sudah duduk diatas kursi kerjanya. Ia sudah menanti Bert disana, dan yah Bert menghampiri Sasha.

Bert berdiri tepat didepan Sasha, Bert sudah tersenyum miring kepada Sasha. Sedangkan Sasha membalas degan senyuman menggoda. Sasha berdiri dari kursinya dan digantikan oleh Bert disana, dengan rileks Bert menyenderkan tubuhnya.

Sasha langsung duduk di atas paha Bert, ia kembali membuat pola abstrak diatas dada Bert.

"Kau memang menggodaku," kata Bert yang menahan tangan Sasha agar tidak bergerak kembali.

Mungkin Bert ingin memulai permainan, kini Bert-lah yang menggoda Sasha. Tangan besar Bert merayap di punggung Sasha, hal itu membuat Sasha menggeliat di atas pangkuan Bert.

"Let's the game!" tutur Bert.

Sore itu mereka melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan, tapi persetan dengan itu semua. Sasha terus menggeliat atas perlakuan Bert terhadapnya, akal sehatnya mungkin sedang tidak baik sehingga menggoda Bert terlebih dahulu.

Di dalam ruangan kaca yang terlihat blur dari luar, mereka melepas hasrat yang mereka punya. Tidak memedulikan orang-orang sekitar yang masih bisa melihat perlakuan mereka dari kaca blur itu.

Di sisi lain, Marini yang sudah menyelesaikan apa yang ditugaskan oleh Bert. Hari sudah semakin sore dan akhirnya dia bisa mengerjakannya walau dalam waktu yang cukup lama.

Pertama, Marini mencari Bert ke dalam ruangannya mungkin saja sudah ada Bert di sana. Padahal ia tidak melihat Bert berjalan melewatinya, dan ya hasilnya tidak ada Bert di dalam sana.

"Ke mana Pak Bert?" tanya Marini saat sedang berjalan untuk menuju pantry, tempat terakhir ia bertemu dengan Bert.

Menuruni lift untuk menuju pantry dan berharap Bert masih di sana, dengan sesekali menoleh kanan kiri untuk mencari Bert. Sampai di pantry, hasilnya kembali nihil tidak ada Bert di sana bahkan Sasha pun tidak ada.

"Apa aku harus menelusuri semua ruangan untuk mencarinya? Itu sangat sulit," kata Marini yang masih terdiam di depan pantry.

Ia mencoba bertanya kepada resepsionis.

"Mbak, apa Pak Bert pergi keluar?" tanya Marini yang sudah sampai di meja resepsionis.

"Tidak Mar, Pak bos tidak keluar kantor."

Setelah mengucapkan terima kasih Marini kembali mencari Bert, tiba-tiba ia ingat dengan ruangan HR yaitu ruangan Sasha. Bert tadi bersama Sasha, ia pun berfikir akan menuju ruangan Sasha untuk mencari Bert. Marini sangat berharap ia bertemu Bert, agar ia bisa pulang dengan segera.

Ia menelusuri kaca yang buram itu, walau tak jelas ia bisa melihat apa yang sedang dilakukan didalam. Marini mencoba untuk lebih mendekati pintu ruangan, ia berharap itu tidak sama seperti di dalam pikirannya.

"Apa yang dilihatku benar?" tanya Marini kepada dirinya sendiri. Jika benar, maka ia tidak pernah menyangka sama sekali.

Saat melihat dengan lebih jelas, ternyata benar yang ada dipikirannya Marini. Mereka sedang melakukan hal yang tidak pantas dikantor. Marini merasakan ada yang panas di dalam hatinya, bahkan ada rasa marah dalam dirinya.

"Mengapa mereka melakukannya?" tanya Marini yang masih merasakan ada yang menggebu di dalam hatinya.

Cemburu? Mungkin itu yang Marini rasakan sekarang, yang ia rasakan sangat membakar hatinya. Seperti ada yang ingin meledak, ingin meluapkan amarahnya. Entah kenapa rasa cemburu itu tiba-tiba datang, hati Marini semakin bergumuruh saat melihat mereka masih melakukannya.

Niatnya ingin memanggil Bert untuk urusan pekerjaan, namun malah disuguhkan oleh hal yang tidak mengenakkan. Karena tidak ingin berlama-lama melihat hal itu dan membuatnya semakin merasakan cemburu. Marini pergi dari sana dan kembali menuju ruangannya, ia berjalan sambil merasakan sesak di dalam dadanya.

Marini menyadari bahwa dirinya bukan siapa-siapa, tapi kenapa ada rasa sakit di dalam hatinya. Apakah ia memiliki rasa kepada Bert? Itu masih menjadi pertanyaan bagi Marini. Ia tidak memiliki hak untuk cemburu, tapi malah rasa itu yang ada didalam dirinya.

Marini memutuskan untuk pulang karena hari semakin sore dan ya waktu pulang kantor pun sudah selesai.

Bert adalah orang yang memiliki segalanya harta, tahta, rumah mewah, perusahaan, kesuksesan, kepupoleran dan segalanya. Mungkin orang lain merasa Bert adalah orang yang sangat beruntung memiliki semuanya. Sebagian mereka juga pasti ingin seperti Bert, memiliki segudang kebahagiaan didalam dirinya.

Siapa yang tidak bahagia memiliki semuanya itu, bahkan itu lebih dari kata bahagia. Kesuksesan yang ia raih dengan semudah itu, membuat banyak orang disekitarnya kagum dan bangga. Tapi tak ayal ada juga yang merasa iri kepada Bert, bahkan menjadikan Bert musuh didalam permainan tender.

Padahal Bert tidak pernah menganggap mereka sebagai musuh, bahkan mungkin menganggapnya sebagai teman dalam berbisnis. Maka tak asing bagi Bert merasakan banyaknya persaingan didunia perbisnisan. Tapi tidak ada masalah sama sekali baginya, ia akan selalu menghadapinya dengan tenang.

Bert memiliki tubuh yang atletis, tinggi, bahu yang tegap, lengan yang berotot tidak ada yang diragukan lagi darinya. Wanita-wanita pun banyak yang ingin memiliki Bert, bahkan ada wanita yang terang-terang memberi segalanya kepada Bert.

Tapi tidak semudah itu bagi Bert menerimanya, ia akan mencari wanita yang ia cintai bukan yang mencintainya. Banyak yang datang tapi hanya ingin harta yang dimiliki oleh Bert, maka dari itu Bert akan mencari yang bersungguh-sungguh kepadanya. Sayangnya Bert belum memilik orang yang seperti itu, ia memang mencintai seseorang. Tapi hanya bertemu sebelah tangan.

Sudah jelas itu adalah Marini, wanita yang ia sukai karena kelembutan dan segalanya. Bert tidak akan mungkin memiliki Marini, karena Marini adalah tunangan dari rivalnya sendiri, Erwin. Bisa dibilang Erwin adalah rivalnya sedari dulu, bahkan Erwin orang yang sangat dibenci oleh Bert. Ditambah dengan Erwin yang menjadi tunangan Marini, ia semakin membenci.

Bagi Bert kekayaan yang sekarang ia punya bukanlah arti kebahagiannya. Bert memiliki segala-galanya, apa yang ia mau pasti selalu terlaksana dengan begitu mudah. Tapi satu hal yang Bert sulit miliki yaitu pasangan hidup.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel