Bab 6 Perintah Tak Terbantah
Bab 6 Perintah Tak Terbantah
Sore sudah menjelang, tapi Marini belum juga pulang ke rumah semua akibat perintah Bert. Marini tidak mempermasalahkan akan sikap Bert yang terus menyuruh dan terus memerintahnya. Bahkan Marini akan selalu melaksanakan apa yang Bert minta.
Hanya saja akhir-akhir ini Bert bersikap sangat dingin kepadanya, itu yang membuat Marini sedikit terganggu. Memang tidak salah jika Bert bersikap itu padanya, tapi Marinilah yang menjadi serba salah. Marini terkadang bingung harus menyikapi Bert, perasaannya ia selalu lemah lembut kepada Bert.
Bahkan tidak pernah melunturkan senyumnya dihadapan Bert, tapi kenapa Bert seperti kutub utara sekarang. Menjadi lebih dingin sebelumnya, itu yang membuat Marini bingung.
Entah sudah berapa kali Marini keluar masuk dari ruangan Bert. Setiap waktu ada saja perintah yang harus dikerjakan oleh Marini. Padahal ia baru saja menyelesaikan berkas-berkas yang diberikan oleh Bert. Tapi Bert belum mengizinkan Marini pulang.
"Huft lelah," keluh Marini sambil mengelus wajahnya.
Tak disengaja Marini mengucapkanmya saat Bert melewati mejanya. Dengan begitu Bert langsung menghampiri Marini, ya mungkin untuk sedikit menurut atau yang lain.
"Apa kamu kesulitan mengerjakan semuanya itu? Sepertinya iya," kata Bert, padahal Marini belum menjawabnya sama sekali.
"Kalo begitu akan rekrut sekretaris baru untuk membantumu, agar kamu lebih mudah untuk mengerjakan semuanya."
Setelah mengucapkan hal itu, Bert menatap sebentar kepada Marini seperti menunggu jawaban. Tapi Marini tidak menjawab sama sekali, bahkan hanya menatap balik kearah Bert.
Bert kembali melanjutkan perjalanan ke pantry, Marini diam ia anggap iya adalah jawabannya. Sedangkan Marini jelas ia terdiam, ia bingung dan merasa serba salah. Ditambah lagi nada bicara Bert yang dingin sepertu tidak bersahabat padanya.
"Apapun itu," ucap Marini acuh tak acuh dan kembali menatap komputernya.
Bert pergi dari meja Marini dan terus berjalan ke arah pantry, niatnya ingin mengambil sesuatu yang menyegarkan diri. Setelah sampai disana ia bertemu salah satu stafnya, yang lebih tepat bekerja sebagai HR. Bert sedikit dekat kepada dia, karena dia sudah cukup lama bekerja bersamanya.
"Sore Pak Bert," sapa wanita itu yang duduk diatas kursi pantry.
"Sore Sasha," balas Bert yang mengambil satu kaleng minuman.
Kemudian Bert duduk didekat Sasha, menenggak menilai itu hingga tandas. Bert juga sedikit tau tentang Sasha, menurut Sasha cantik tidak beda jauh dengan Marini. Sasha salah satu staf terrajin juga dan sering melembur.
Bert tau Sasha sudah menikah, tapi belum mendengar berita bahwa Sasha hamil. Suami Sasha tidak menetap di Indonesia, melainkan di Jepang untuk bekerja disana. Tapi jika dilihat Sasha tidak pernah sedih atau kesepian.
"Bagaimana dengan karyawan yang lain?" tanya Bert tiba-tiba, mungkin untuk memecah keheningan karena mereka sama-sama terdim.
"Sepertinya aman Pak, hanya ada beberapa karyawan yang sering melanggar aturan. Seperti datang terlambat dan salah mengerjakan berkas," jawab Sasha sambil tersenyum.
"Apakah tidak ada yang melamar untuk bekerja?" tanya Bert lagi.
"Setahu saya belum Pak, biasanya dekat-dekat mahasiswa magang."
Bert hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, ia paham yang dimaksud Sasha. Karena memang benar apa yang dikatakan Sasha, jika mahasiswa akan melaksanakan magangnya. Disanalah banyak yang melamar kerja, walau hanya untuk magang tapi bisa membantu pekerjaan untuk perusahaan.
Sasha yang melihat Bert hanya mengangguk, berniat untuk bertanya.
"Jika boleh tau, kenapa Bapak bertanya seperti itu?" tanya Sasha.
"Tidak, saya hanya membutuhkan sekretaris lagi."
Sasha mengerutkan dahinya, padahal ia tau persis jika Marini adalah sekretaris dari Bert selama tiga tahun ini. Apa ada masalah dengan Marini? Pikir Sasha.
"Bukankah Marini masih menjadi sekretaris Bapak? Atau ada masalah dengan Marini?" tanya Sasha lagi sambil melipat tangannya dimeja.
Bert jelas menggeleng, Marini selalu baik mengerjakan tugas darinya. Bahkan selalu memuaskan, hanya saja ia sering melihat Marini mengeluh. Karena tugasnya yang semakin banyak setiap waktunya, jadi tidak salah bukan jika ia menambah sekretaris baru. Jelas tidak! Karena dialah yang menentukan semuanya.
"Tidak juga, tidak sama sekali bahkan. Menurut saya, lebih baik menambah sekretaris untuk membantu Marini. Saya rasa semakin hari, semakin banyak yang harus Marini handle. Maka dari itu saya akan mencari sekretaris lagi untuk membantu," jelas Bert kepada Sasha.
Dimata Sasha, Bert adalah bos yang sangat berwibawa dan juga tegas. Terkadang banyak yang membicarakan Bert, bahwa Bert sangatlah dingin. Tapi tidak seperti itu juga menurut Sasha.
"Ternyata Bapak perhatian terhadap Marini," cetus Sasha sambil meminum jus jeruknya.
Bert langsung terdiam seketika, ia malas jika membahas Marini terlalu jauh. Jika membicarakan Marini, itu sudah pasti akan membuatnya emosi dan naik darah. Satu yang selalu ia ingat, Marini adalah tunangan Erwin. Rivalnya sekaligus orang yang paling ia benci.
"Bukan, saya rasa dengan ada yang membantu Marini nanti. Pekerjaannya akan lebih cepat," sela Bert.
Sasha tersenyum kepada temannya yang melewati pantry, bahkan sedari tadi ada beberapa karyawan yang bolak-balik melihat kedekatan mereka.
"Begitu ya Pak?" tanya Sasha sedikit menggoda.
Bert hanya menganggukkan kepalanya sambil menaikkan sebelah alisnya. Bert menyadari bahwa Sasha menggodanya dari tadi, dengan nada bicaranya dan gerak tubuhnya. Ia mencoba acuh terhadap perilaku Sasha.
"Apa kamu bisa mencarikan sekretaris?" tanya Bert menatap Sasha.
"Ah saya akan membatunya Pak, saya carikan yang terbaik untuk membantu Marini nanti."
Mereka masih melanjutkan pembicaraannya, terkadang saling bertanya satu sama lain.
"Bagaimana dengan suamimu?" tanya Bert yang tiba-tiba menanyakan suami Sasha.
"Stay in Japan," jawab Sasha sedikit acuh.
Sebenarnya Sasha jarang membahas suaminya kepada siapapun, menurutnya urusan keluarga biarlah ia yang tau. Bert tau bahwa Sasha sedikit risih jika menanyakan soal suaminya. Akhirnya Bert mengalihkan pembicaraan.
"Jadi kapan bisa mendapatkan sekretaris baru?"
"Mungkin secepatnya Pak," jawab Sasha menatap mata Bert.
Bert membalas tatapan Sasha, Bert melihat ada ketidak puasan dimata Sasha. Mereka sama-sama memutuskan tatapan itu.
"Apakah Bapak ingin mengambil dari karyawan atau saya mencari diluar?" tanya Sasha.
"Mana saja," singkat Bert.
Tiba-tiba ada yang datang ke meja Pantry.
"Permisi Pak, saya mau meminta tanda tangan Bapak."
"Baiklah," kata Bert.
Bert mengambil berkas juga pulpen yang dibawa Marini. Ya itu Marini, ia mencari Bert dan akhirnya menemukan Bert di pantry bersama Sasha.
"Hai Marini, are you oke?" tanya Sasha kepada Marini dan tersenyum.
"I'm oke Mbk," jawab Marini sambil tersenyum dengan lebar.
Bert mengembalikan berkas itu ketangan Marini, dan memberitahu sesuatu.
"Sasha akan segera mencarikan sekretaris untuk membantu kamu, dan jika sudah selesai maka cari saya untuk memeriksanya."
"Baik Pak, saya kembali."
Marini merasa risih jika Bert berbicara kepadanya dengan dingin dan pandangan datar. Ia tau bahwa Bert akan seperti itu kepada yang lain, tapi ia berbeda padanya. Lebih dingin.
"Wanita yang baik dan manis," tutur Sasha menatap punggung Marini yang semakin menjauh.
Bert hanya menatap punggung Marini tanpa berbicara apapun, jika menatap Marini hatinya pasti bergejolak. Seolah melihat Erwin, sungguh ia sangat membenci Erwin. Kebenciannya tidak bisa diukur lagi, mungkin jika mendengar namanya saja ia akan marah.
"Tidak juga," balas Bert.
"Kenapa?" tanya Sasha.
"Dia tidak baik jika bersama lelaki seperti Erwin," jawab Bert dalam hatinya.
Bert tidak ingin menjawab langsung dan angkat bicara. Kemudian mereka terdiam, Bert berdiri untuk mengambil minuman kaleng lagi, hawanya sedikit naik karena ia sendiri membahas Erwin.
Sasha sedikit melihat kilatan marah diwajah Bert, ingin bertanya tapi diurungkan saat Bert berbicara.
"Apa kamu tidak kesepian?"
"Sedikit mungkin," jawab Sasha.
"Baiklah."
Mereka terdiam kembali, Bert merasa sedikit canggung. Berbeda dengan Sasha yang sepertinya biasa saja.
"Kapan sekretaris itu kamu dapatkan?" tanya Bert.
Sepertinya tidak sabar sekali, batin Sasha.
"Saya akan mencar dari sekarang Pak, senin akan saya beritahu kepada Bapak."
Sebenarnya ia menanyakan lagi agar tidak merasakan canggung. Tiba-tiba tangan Sasha berada diatas paha Bert, Sasha mencoba untuk menggoda Bert. Tangan sasaha semakin naik ke atas dan terus ke atas.