Bab 5 Tiada Hari Libur
Bab 5 Tiada Hari Libur
Weekend adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh orang, tanpa terkecuali. Besok adalah Sabtu, banyak orang-orang yang akan berlibur diakhir pekan. Walau tidak banyak waktu, setidaknya mempunyai waktu bersama orang yang tersayang.
Sama seperti Marini, hari ini ia dan Erwin sudah merencanakan untuk berakhir pekan bersama esok hari. Bukan hanya anak sekolah yang libur, tapi kantornya juga. Dengan begitu pegawai kantor memiliki waktu dengan keluarganya masing-masing.
Mereka sedang bersama malam ini, tentunya untuk merencanakan besok hari.
"Jangan memikirkan urusan kantor Erwin," ujar Marini menatap Erwin yang sedang fokus pada ponselnya. Jika dilihat dan dibaca oleh Marini, Erwin sedang membicarakan masalah kantor.
"Sebentar saja baby, ada sedikit masalah yang harus aku bicarakan dengan sekretarisku."
"Baiklah, tapi untuk besok. Tidak ada yang boleh mengurus kantor," kata Marini melipat tangannya.
"Of course," jawab Erwin sambil mengelus kepala Marini.
Marini kembali menatap tv, mungkin itu menjadi peralihannya dari Erwin yang sibuk sendiri. Marini hanya mengganti-ganti channel, menurutnya tidak ada yang bagus malam ini.
"Ada apa? Apakah tidak ada yang menarik?" tanya Erwin yang sesekali menatap tv yang Marini ganti terus menerus.
"Ya mungkin begitu," jawab Marini dengan malas.
Mereka terdiam kembali, ah tidak mereka menyibukkan diri masing-masing. Malam itu Marini memang sengaja tidur di rumah Erwin, katanya agar lebih lama menghabiskan waktu. Tak terasa malam semakin larut, mereka memutuskan untuk tidur bersama.
Pagi harinya mereka sudah bersiap-siap untuk berakhir pekan berdua. Dengan pakaian yang tidak terlalu formal mereka pergi. Mungkin tujuan yang pertama adalah restaurant untuk mengisi perut. Restaurant yang sering mereka datangi menjadi tujuan mereka.
"Apa yang kamu mau?" tanya Marini melihat-lihat buku menu.
"Seperti biasa saja," jawab Erwin, saking seringnya mereka datang Marini langsung memesankan steak dan jus alpukat untuk Erwin.
Mereka bercanda sambil menunggu makanan datang, saat sedang asik tertawa. Handphone Marini berdering pertanda telpon masuk, disana tertera nama Bert.
"Untuk apa dia menelpon?" tanya Erwin yang tidak sengaja melihat nama Bert dilayar ponsel Marini.
Marini hanya mengangkat pundaknya dan menerima telpon dari Bert.
"Selamat pagi Pak," sapa Marini seramah mungkin.
"Pagi, saya tunggu kamu di kantor hari ini, ada pekerjaan yang sangat penting. Saya tunggu," ujar Bert dengan nada dingin, tanpa ada ramah seperti Marini tadi.
"Tapi pak–"
"Saya bilang ada pekerjaan yang penting dan kamu harus datang."
Marini belum selesai berbicara, tapi Bert memotongnya tanpa rasa bersalah sama sekali. Ingin rasanya Marini menolak permintaan Bert, tapi apa daya dia hanyalah sekretaris dari Bert. Tidak memiliki hak apapun.
"Kalo begitu saya tutup dan jangan sampai telat," ujar Bert.
"Baik Pak," Marini pasrah dan harus menuruti Bert.
Marini menghembuskan nafasnya, ia harus segera pergi ke kantor. Ia bingung bagaimana membicarakannya kepada Erwin. Marini masih memikirkan caranya memberitahu Erwin.
Pandangan Erwin berani kepada wajah cantik Marini, ia merasa ada yang aneh dengan Marini.
"Hey ada apa?" tanya Erwin menghadap Marini.
"Sepertinya aku harus pergi ke kantor Erwin."
"Bukankah hari ini kamu libur, apa kamu tidak ingin pergi?" tanya Erwin lagi mengerutkan keningnya.
"Ya aku libur seharusnya, tapi ada pekerjaan yang harus aku kerjakan dan itu penting. Jadi aku harus ke kantor," ucap Marini yang menghadap Erwin juga, sehingga mereka saling berhadapan.
"Apa Bert yang menyuruhmu?" tanya Erwin lagi, Marini hanya bisa mengangguk dan memegang tangan Erwin.
"Apakah dia tidak memberi waktu untuk kita berdua? Apa kamu tidak bisa menolaknya?" tanya Erwin lagi dan lagi.
"Maaf Erwin, sepertinya tidak bisa aku tolak. Ini sangat penting," jawab Marini meyakinkan Erwin.
Erwin menarik nafasnya menahan sedikit amarah didalam hatinya, sehingga ia merasa panas sekarang. Tanpa menunggu lama, Erwin pergi meninggalkan Marini sendiri. Padahal makanan baru saja sampai dimeja mereka.
Marini dilema harus bagaimana, jika ia mengikuti Erwin maka ia akan mengabaikan pekerjaan yang penting dari Bert dan dianggap tidak profesional. Tapi jika dia pergi kepada Bert, ia pastikan Erwin akan marah pada dirinya.
Setelah diam sesaat Marini memutuskan pergi ke kantor untuk mengerjakan pekerjaan yang dimaksud Bert. Selama perjalanan Marini terus mencoba untuk menghubungi Erwin, namun tidak ada satupun jawaban dari Erwin.
Marini tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah Bert. Marini memutuskan untuk pergi ke kantor menggunakan taksi online, karena tadi dia bersama Erwin. Ia menunggu tepat didepan restaurant bahkan dipinggir jalan, saat taksi tepat dihadapanny. Marini langsung menaiki dan berjalan ke kantor Bert.
Diperjalanan cukup ramai mungkin karena hari libur, semua orang sedang pergi menghabiskan waktu bersama.
"Huft kenapa jalanan harus ramai," tutur Marini melihat sekeliling mobil yang ia tumpangi, padat itulah yang bisa ia simpulkan.
Marini hanya bisa bersabar menunggu, mungkin juga karena macet lampu merah yang tak jauh dari tempatnya. Jantung Marini sudah berdegup kencang, ia sedikit takut kepada Bert. Ia terus berdoa dan akhirnya sampai didepan kantor Bert. Setelah membayar ia segara meluncur kelantai atas, yang dimana ruangan Bert.
Sedikit tergesa-gesa dan Marini sampai didepan pintu ruangan Bert. Ia mencoba menetralkan nafasnya dulu sebelum masuk dan mengetuk pintunya.
"Masuk!" ujar Bert dari dalam ruangan.
Marini sedikit terkejut, pasalnya ia belum mengetuk sama sekali pintu. Tapi Bert sudah menyuruhnya masuk, tidak mau memikirkan hal itu Marini langsung masuk dan menemui Bert.
"Maaf Pak sedikit terlambat," kata Marini menundukan kepalanya.
"Ini ada beberapa berkas yang harus kamu periksa dan jangan ada yang tertinggal," ucap Bert yang memberikan setumpuk pekerjaan kepada Marini.
Beberapa? Ini sepertinya lebih dari beberapa itu, batin Marini menatap tumpukan berkas yang ada dihadapannya.
Dengan senyum yang melebar Marini membawa semua berkas itu kemejanya. Mungkin hari ini ia akan bekerja keras untuk memeriksa semuanya. Marini menegakkan punggungnya terlebih dahulu, ia pastikan ini akan lama diselesainya.
Ia mulai memeriksa satu berkas yang paling atas, bermap warna hijau yang tandanya berkas keuangan. Marini akan mengecek apakah keuangan naik atau turun, tapi ia sudah pastikan akan naik. Ya walau belum membacanya, karena dalam bulan ini sudah beberapa kali memenangkan tender. Itu sangatlah untung bagi perusahaan.
Marini terus memeriksa dari satu berkas keberkas lain, dari satu map kesatu map lain. Sampai tak terasa waktunya istirahat, Marini merenggangkan otot-ototnya. Baru sebagian yang ia kerjakan, masih ada setengah lebih yang harus diperiksa.
"Kenapa tidak habis-habis?" tanya Marini pada dirinya sendiri.
matanya pun perih melihat tulisan-tulisan kecil yang berada di kertas itu.
"Waktunya istirahat, kamu boleh makan dan lain-lain. Setelah itu selesaikan semuanya," ujar Bert yang berhenti didepan meja Marini.
"Baik Pak, terima kasih."
Bert melanjutkan jalannya yang ntah akan kemana, Marini masih sedikit bingung dengan sikap Bert yang tidak biasa. Tapi ia rasa setelah ia memberitahu hubungannya dengan Erwin. Biasanya Bert akan mengajak Marini makam bersama, tapi sekarang tidak ada sama sekali.
Marini tidak ingin ambil pusing, ia segera menuju kantin untuk mengisi perutnya. Berjalan sambil sesekali menggerakan badannya yang pegal-pegal. Bagi Marini untuk makan tidak perlu memakan waktu yang lama, cukup terisi dan terasa kenyang. Porsi makan Marini tidak terlalu banyak hari ini, mengingat tugasnya masih menumpuk.
"Kapan ini selesai? Astaga aku lelah. Padahal setengahnya saja belum," keluh Marini yang sudah sampai lagi di mejanya.
Ia segera menyelesaikan agar cepat selesai dan cepat pulang. Waktu istirahat masih sedikit panjang sebenarnya, jika Marini ingin lebih lama bisa. Namun ia memikirkan pekerjaannya harus cepat diselesaikan seperti ucapan Bert.
Tak banyak karyawan yang masuk, hanya beberapa yang memang harus melembur. Maka dari itu Marini merasa sepi dihari ini, tapi itu bisa membuat lebih cepat mengerjakan karena tidak banyak terganggu.
"Jika sudah selesai segera kembalikan kepada saya," ucap Bert yang baru saja lebih dari luar kantor. Lama juga Bert diluar kantor, apa saja yang dilakukannya Marini tidak tau sama sekali.
Untungnya beberapa berkas mudah untuk diperiksa, sehingga pekerjaannya lebih mudah. Sedikit lagi semuanha selesai, Marini semakin santai mengerjakan. Mengerjakan sambil sesekali bersenandung, karena ya sepi menurutnya.
"Selesai!" seru Marini sambil menegakkan punggungnya, ia rasa sakit semua badannya.
"Uh pegal sekali," keluh Marini menaruh kepalanya diatas meja.
Saking banyaknya tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sekarang Marini akan memberikan itu kepada Bert. Dengan sedikit kesusahan membawanya, Marini mencoba mengetuk pintu.
"Permisi Pak, ini sudah semuanya saya periksa dan semuanya tidak ada yang salah."
Bert memandang sedikit sinis pada Marini kemudian menatap berkas-berkas. Bert memandang Marini lagi, yang dipandang sedikit salah tingkah. Berfikir apa yang salah pada dirinya.
"Ya suaah kamu boleh pulang," tutur Bert masih terus memandang Marini.
Marini hanya bisa mengangguk dan pamit undur diri.
"Apakah ada yang salah dari penampilanku? Sepertinya tidak sama sekali," batin Marini.