Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Bert yang Berbeda

Bab 3 Bert yang Berbeda

Pagi ini cuaca cukup dingin, mungkin banyak orang yang bermalas-malasan. Tapi berbeda dengan Bert, sejak tadi ia sudah berlari disekitar apartemen. Tidak banyak orang disana, yah mungkin bisa dihitung dengan jari.

Itulah kebiasaan Bert, ia akan bangun sangat pagi dan berolahraga. Sayangnya ia sedikit terlambat bangun tadi pagi. Ia akan sebisa mungkin berolahraga, walau tidak jauh dan berat. Setidaknya dalam sehari ia akan berolahraga lari seperti ini.

Peluhnya sudah keluar, ia sudah sekitar tiga putaran pagi ini. Sambil berlari ia terkadang masih memikirkan Marini, ia masih sangat tidak menyangka. Marini adalah tunangan dari rivalnya, Erwin Indatu.

Bahkan saat mendengar namanya saja, Bert sudah merasa muak dan ingin sekali memusnahkannya dari alam bumi ini.

"Astaga! Kenapa selalu ada dikepala? Rasanya semakin benci saja kepada Erwin."

Bert duduk sejenak di kursi yang tersedia di sana. Ia meremat kaleng yang ada disisinya hingga tak berbentuk. Entah kenapa ia sangat kesal saat mengetahuinya.

"Nggak habis pikir, bagaiman si Erwin bisa mendapatkan Marini. Ternyata selera Marini sangat rendah," ujar Bert merendahkan Erwin tanpa ada orangnya. Didepan orangnya saja Bert berani memaki, apalagi jika tidak ada.

Sampai sekarang Bert masih terkejut, pasalnya Marini dan Erwin tidak pernah nampak dekat ataupun akrab. Mengapa tiba-tiba mereka sudah bertunangan, mungkin saja Bert kurang memperhatikan.

Bert mengangkat tangan sebelah kirinya yang tersematkan jam, yang pastinya jam mahal. Saat merasa waktunya cukup untuk berolahraga dan beristirahat menurunkan keringat. Bert memutuskan untuk kembali kedalam apartemennya, untuk bersiap berangkat ke kantornya.

Bert melepaskan bajunya yang dibasahi oleh keringat, ia mengelap sisa-sisa keringat dengan handuk yang sudah ia siapkan sebelumnya.

"Sedikit terlambat tidak masalah," gunam Bert menuju dapur untuk membuat sarapan. Karena kesalahannya yang bangun sedikit kesiangan, ia belum sempat membuat sarapan untuk diri sendiri.

Tak banyak bahan yang ada di dapur Bert, hanya ada bahan yang Bert kemarin beli dan sisa-sisa kemarin. Ia memilih menu yang sangat mudah dan cepat, spagetti. Dengan lincah ia memasaknya, setelah matang ia memakannya.

Terasa sudah cukup untuk mengisi perutnya, Bert bergegas untuk menuju ke kantor. Pakaiannya selalu rapih dan kini ia memakai memakai jas biru dongker dengan kemeja hitam. Serba gelap bukan? Sama seperti hatinya.

Bert menjalankan mobilnya dengn kecepatan sedang, membawanya dengan santai. Jalanan juga tidak terlalu padat, yah seperti pagi biasanya.

"Lima belas menit tidak terlalu lama," ujar Bert melihat jam yang melekat ditangan kirinya.

Melahirkan mobil di tempat biasa, Bert berjalan masuk kedalam gedung itu. Beberapa karyawan sudah menyapanya, hanya saja Bert menjawab dengan anggukan atau dehaman.

Bert menaiki lift untuk menuju ruangannya, ada beberapa karyawan disana. Namun mereka merasa sungkan untuk berbicara, jadi semua diam sampai Bert keluar. Mereka semua menghembuskan nafas, Bert terkenal dingin dan tegas jika di kantor.

Saat berjalan ia pasti akan melewati meja kerja Marini, Bert sedikit memalingkan muka sebelum melewati Marini.

"Selamat pagi Pak," sapa Marini sambil berdiri.

Biasanya Bert akan menyapa balik dan tersenyum. Sayangnya kini Bert hanya mengangguk dan berjalan menuju ruangannya. Tanpa ada senyum apalagi sapaan kembali.

Marini terdiam di tempat, masih sama seperti tadi berdiri di belakang mejanya. Bingung? Pasti, Marini tidak tau harus berbuat apa sekarang. Marini menyadari sikap Bert berubah setelah ia mengucapkan bahwa, Erwin adalah tunangannya.

Marini mencoba untuk mengabaikan hal itu, ia kembali bekerja seperti biasa. Dalam hati Marini masih saja menyalahkan Erwin. Jika saja Erwin tidak melakukan itu, Bert tidak mungkin seperti sekarang ini.

"Semuanya gara-gara Erwin!" ujar Marini yang didengar oleh dirinya sendiri.

Di ruangannya, Bert menyibukkan dirinya dengan semua berkas-berkas yang sudah ada di meja. Dari lembar ke lembar ia baca dan pahami, mengecek apakah semuanya sudah benar.

Tanpa memikirkan waktu Bert terus mengerjakan semuanya. Tiba-tiba pintunya diketuk oleh seseorang, tanpa mengalihkan pandangan ia menyuruh orang itu masuk.

"Maaf Pak mengganggu, ada beberapa berkas yang harus ditanda tangani."

Ternyata Marinilah yang mengetuk tadi, setelah mendengar suara Maring. Bert langsung menatap Marini, tapi tatapan datar yang ia berikan. Marini mendekatinya sambil memeluk beberapa map.

Marini menyimpan berkas itu tepat di depan Bert dan dirinya berdiri disamping Bert. Marini menunggu Bert hingga menyelesaikannya, sesekali ia memberitahu kolom yang harus ditanda tangani Berta tanpa diminta.

"Terima kasih Pak, apa perlu sesuatu?" tanya Marini dengan lembut seperti biasanya.

"Tidak."

Bert sangat dingin dan aneh, biasanya jika Marini menawari seperti tadi. Bert akan meminta Marini untuk membuatkannya sekedar kopi atau yang lain. Ini berbeda, bahkan Marini sangat merasa berbeda.

"Kalo begitu saya permisi Pak," pamit Marini yang berjalan keluar untuk kembali ke mejanya.

"Hem," kata Bert untuk menanggapi ucapan Marini.

Bert menghembuskan nafasnya, menegakkan punggung. Memejamkan matanya sebentar lalu membukanya kembali. Bert kembali berkutat kembali dengan laptopnya, sampai jam makan siang ia lewatkan

Entah karena terlalu banyak atau memang Bert tidak berniat untuk makan siang. Akhirnya Bert menyadari sudah beberapa lama ia berkutik dengan laptop itu. Rasa laparnya menyeruak, tapi masih banyak yang ia harus periksa sampai ia mengurungkan niat untuk makan.

Bert melanjutkan pekerjaannya.

"Permisi Pak, apa Bapak tidak ingin makan siang?" tanya Marini yang masuk tiba-tiba.

"Tidak, saya akan menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu."

Marini hanya bisa tersenyum dan pamit undur diri. Bert nampak aneh dimata Marini, biasanya Bert akan mengajak Marini walau ia menolak ikut.

Lagi-lagi Marini menyalahkan Erwin di dalam hatinya. Kalau saja Erwin tidak melakukannya, mungkin Bert tidak akan seperti ini.

"Baik Pak," ujar Marini yang kembali keluar dan pergi ke mejanya.

"Laparnya sudah hilang," ucap Bert menatap pintu yang kembali tertutup.

Tak terasa sudah lebih dari tiga jam Bert berkutat pada laptopnya. Badannya sangat terasa pegal-pegal, waktu jam kantor juga sudah dekat. Bert berniat melanjutkan pekerjaannya di apartemen, membereskan semua barang yang ia akan bawa pulang.

Bert keluar dengan jas yang ia tenteng, sebelum itu Bert mencuci mukanya agar lebih terlihat segar. Dengan begitu ia tidak terlihat seperti orang yang kelelahan.

Meja Marini adalah tujuannya sekarang, ia akan berbicara kepada Marini tentang hal kemarin.

"Mar, saya ingin berbicara sebentar."

Marini yang awalnya duduk langsung berdiri saat melihat Bert berada di depan mejanya. Marini menyambut Bert dengan senyumnya.

"Saya sudah tau kau adalah tunangan dari Erwin, tapi saya harap kau profesional dalam hal pekerjaan," ujar Bert berhenti sesaat.

"Dalam hal pekerjaan jangan pernah kau sangkut pautkan dalam hubungan kau dan dia," lanjut Bert menatap Marini yang menatapnya juga.

"Baik Pak saya mengerti," jawab Marini sambil menganggukkan kepalanya.

"Jangan pernah membawa masalah hubungan kalian pula di dalam pekerjaan ini."

Marini lagi-lagi hanya bisa menganggukkan kepalanya, ia sangat paham dalam hal itu.

"Dan satu lagi, jangan pernah kau membicarakan tentang apapun kepada Erwin. Apalagi rahasia perusahaan saya, kau bekerja bersama saya. Itu tanda kau tau tentang segala perusahan, dan saya harap kamu akan selalu profesional seperti biasanya. Kau mengerti?" tanya Bert yang menjinjing tas kerjanya dan juga jas berwarna biru dongkernya.

"Saya sangat mengerti Pak, terima kasih atas kesempatannya."

Tatapan Bert tidak lepas dari wajah Marini, ia menatapnya dengan tatapan datar. Dengan begitu ia bisa mempercayai Marini.

Setelah mengucapkannya Bert berlalu pergi meninggalkan Marini yang masih berdiri. Meninggalkan Marini tanpa sepatah kata pun, Marini memaklumi.

Bahkan Marini sangat menyadari bahwa Bert sangat terganggu dengan Erwin. Bert juga sangat tidak suka dengan Erwin, Marini bisa melihat dari tatapan matanya.

"Ternyata Erwin sangat membuat Pak Bert tidak nyaman, sedangkan Erwin? Ia sepertinya biasa aja."

Marini bergunam sendiri, ia akan berbicara kepada Erwin. Agar Erwin mengerti posisi dirinya sekarang ini. Marini tidak akan berpihak pada siapapun, tapi jika tentang pekerjaan akan tetap bekerja bersama Bert.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel