Bab 11 Kesalahan Besar
Bab 11 Kesalahan Besar
Makan malam itu masih berlangsung, dilanjutkan dengan sedikit berbincang-bincang tentang perusahaan masing-masing. Bert hanya terdiam tanpa bicara, terkadang menatap ke arah Julia. Saat mata mereka saling bertemu, Julia selalu tersipu malu. Di mata Bert, Julia terlihat seperti wanita baik-baik dan juga lugu. Dari mata Julia, Bert tau bahwa Julia memiliki ketertarikan padanya, jika dilihat dari atas sampai bawah. Julia cantik, tinggi, body goal dan, yah, bisa memikat banyak hati pria.
Saat melihat mata Julia, Bert merasa ada kemiripan dari Erwin pada diri Julia, tapi itu jelas, karena mereka kakak beradik. Tiba-tiba di kepala Bert muncul suatu ide yang menurutnya bisa ia manfaatkan dengan ia menerima perjodohan ini. Ia yakin bisa mendapatkan apa yang menjadi pertanyaan di dalam pikirannya. Menggali sedikit informasi tentang Erwin dari Julia, sepertinya itu akan mudah.
Julia yang lugu, akan mempermudah Bert mengetahui Erwin. Bert dan Julia sedang berbincang-bincang di salah satu meja di sana, menjauh sedikit dengan orang tua mereka. Meski belum ada yang membuka suara, tapi Julia sesekali melirik kearah Bert. Untuk wanita seperti Julia, Bert itu sangatlah tampan, gagah juga menawan, dalam sekejap ia sudah bisa jatuh hati kepada Bert.
"Te... Terima kasih sudah menerima perjodohan ini," kata Julia sedikit terbata-bata, ia sedikit salah tingkah berdekatan dengan Bert.
Bert menatap Julia sebentar, lembut pikir Bert.
"Terima kasih kembali."
Diam, mereka kembali terdiam, belum ada yang membuka pembicaraan kembali. Dalam posisi seperti ini, mereka sangat canggung untuk memulai pembicaraan.
"Sepertinya, jika tidak ada yang bicara, kita akan selalu terdiam."
Julia menatap Bert yang tiba-tiba membuka suara. Seperti biasa ia akan tersenyum, murah senyum juga manis.
"Sepertinya," kata Julia tetap tersenyum.
"Jika boleh tau, bagaimana Erwin di matamu?"
"Kak Erwin? Perfect brother."
Kata itu sangat cocok untuk Erwin dari Julia, semuanya yang diinginkan Julia ada di dalam diri Erwin. Selalu menjaga, dewasa dan menyayangi Julia, dia sangat beruntung memiliki Kakak seperti Erwin.
"Perfect?" tanya Bert memastikan.
"Yes, dia sangat menyayangiku dan selalu menjagaku."
Obrolan mereka masih berlanjut, dari Julia, Bert mencari tau tentang Erwin. Dengan mudahnya ia mendapatkan informasi tentang Erwin dari Julia. Sampai waktunya mereka pulang, Bert puas dengan info yang diterima, cukup baginya. Ia sangat senang mendapatkan info tentang Erwin.
Seperti saat pergi, Bert duduk di samping kemudi, menatap lurus ke depan. Angin malam masuk melalui kaca yang Bert turunkan, lebih baik angin malam dari pada AC begitu kata Bert. Saat sedang menatap kearah jalanan, tiba-tiba ponsel Bert berbunyi menandakan ada pesan masuk.
Membuka ponsel lalu membaca, ah ternyata dari Sasha. Bert baru ingat jika besok hari Senin, dengan begitu sekretaris yang akan membantu Marini akan dibawa oleh Sasha. Bert tersenyum membaca isi pesannya, ia puas dengan cara kerja Sasha yang memuaskan.
Sampai di rumah, Bert langsung menuju kamarnya dan beristirahat. Yah, cukup lelah hari ini walau tak banyak yang ia kerjakan. Beristirahat dengan nyaman malam ini.
Keesokkannya Bert sudah berada di kantor, ia sudah stand by di dalam ruangannya. Menggunakan jas abu dan kemeja hitam dengan dasi yang bertengger di lehernya. Jika dilihat Bert nyaris sempurna dimata para wanita, dengan rahang yang tegas dan jakun yang menggoda.
Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan sosok Marini paling depan. Diikuti Sasha dan seorang wanita lagi di belakangnya.
"Permisi Pak, Mbk Sasha ingin bertemu."
Dengan ramah Marini mengucapkannya, seperti biasa, Marini akan berdiri di dekat meja Bert saat ada yang ingin bertemu seperti ini. Namun saat Marini sudah berdiri di sana, Bert malah menyuruhnya untuk keluar.
"Silahkan kamu tunggu di luar, Mar."
Setelah mendengar ucapan Bert, Marini sempat terkejut, baru kali ini ia disuruh untuk keluar. Tapi akhirnya, Marini pamit undur diri kepada Bert.
"Baik Pak, permisi."
Marini berjalan keluar, menyisakan tiga orang di ruangan Bert. Ada rasa kesal di dalm hati Marini, baru kali ini Bert mengusirnya. Ya bisa dibilang mengusir baginya. Setelah keluar Marini tidak tahu apa yang akan dibicarakan Bert juga kedua wanita itu.
Di dalam ruangannya, Bert dihadapkan dengan dua orang wanita yang cantik. Bert masih menunjukkan wajah datar juga dingin.
"Sepertinya, hanya satu yang masuk dalam kriteria anda Bapak Bert. Maka dari itu saya membawa Tere, yang sangat pas seperti yang Bapak mau."
Bert menatap Tere dari atas sampai bawah, ya cantik dan cocok untuk menjadi sekretaris.
"Yah sepertinya bagus, kalo begitu silahkan bekerja."
Sasha dan Tere pamit undur diri untuk menuju mejanya masing-masing, Tere berjalan dengan langkah menggoda. Seperti berjalan di atas catwalk, menunjukan badannya yang ramping. Bert sudah lihat bahwa Tere sangat menggoda dirinya, Bert tersenyum miring.
Jam kerja dimulai, Marini dan Tere duduk berdekatan. Dari mejanya Marini menatap Tere, apakah ini yang akan membantunya? Batin Marini.
"Ah sangat hot dan seksi," tutur Tere dari dari mejanya.
Marini mengerutkan keningnya, ia sangat aneh kepada Tere. Apakah bosnya tidak salah memilih? Marini disandingkan dengan orang seperti Tere. Marini mencoba fokus dengan pekerjaan, tiba-tiba Bert datang dan menghampiri meja Marini. Dengan sigap Marini berdiri dan memberi hormat.
"Mar, nanti tolong antar file yang saya minta."
"Baik, Pak."
Tere yang melihat Bert datang langsung menghampiri di samping Bert. Tersenyum kearah Bert dengan manja juga ya menggoda.
"Saya akan membantu semuanya Pak, bahkan kebutuhan Bapak saya siap layani," kata Tere mengusap lengan Bert.
Marini yang melihat Tere sangat mencari perhatian dari Bert itu kesal, saat tidak ada Bert, ia malas-malasan. Saat ada Bert seakan ia yang mengerjakannya. Bert tidak terlalu menanggapi Tere, hanya menatap sekilas dan kembali kepada Maring yang terlihat kesel.
Dalam diam Bert tersenyum, yash ... rencananya berhasil.
"Saya tunggu," ujar Bert lalu meninggalkan meja Marini juga Tere.
Menatap sebentar kearah Tere dan kembali kepada komputernya. Mencari data yang Bert minta, dari atas hingga bawah ia lihat satu persatu. Anehnya data itu tidak ditemukan, jantung Marini langsung berdetak kencang.
"Gawat!" kata Marini yang mulai panik.
"Kemana file itu? File yang sangat penting."
Marini mercoba untuk lebih teliti lagi, mencari dengan perlahan-lahan. Ia harap file itu tidak hilang ataupun terhapus.
"Akh! Aku tidak menemukan," ujar Marini yang tanganmu sudah mengeluarkan keringat.
Teledor! Fikirnya.
"Bagaimana aku harus bilang kepada Pak Bert, jika filenya itu hilang."
Marini terdiam sebentar, mengingat kapan ia membersihkan file-file ini. Tapi seingatnya ia tidak menghapus apa pun.
"Mau tidak mau, aku harus memberitahunya."
Dengan adanya sedikit keraguan, Marini berjalan keruangan Bert. Ia berdoa semoga Bert tidak terlalu marah padanya.
Tok... Tok... Tok...
Marini mengetuk pintu tiga kali, setelah mendengar suara Bert dan menyuruhnya masuk. Marini membuka pintu dengan tangan bergetar, keringat dingin sudah mengalir di tubuhnya.
"Ouh ya, mana file yang kubutuhkan?" tanya Bert yang menyenderkan tubuhnya di atas kursi.
Marini terdiam, tangannya saling memeras, keringat juga semakin muncul. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Bert mengerutkan kening.
"Mana, Mar?"
"File... File itu hilang Pak. Maaf," ujar Marini menundukkan kepalanya.
Bert langsung menegakkan tubuhnya, bagaimana bisa.
"Apa? Hilang? Kamu tahu Mar, itu adalah file penting yang dibutuhkan sekarang. Bisa-bisanya kau menghilangkannya?" sungut Bert dengan nada membentak.
"Apa kamu tidak bisa menjaga file itu? Hanya file Marini? File!" tekan Bert kepada Marini.
"Bodoh!"
Bert terdiam, ia sangat marah kepada Marini sekarang. File yang ia sangat butuhkan malah hilang dengan begitu saja, data yang ia butuhkan lenyap seketika. Marini masih terdiam tanpa suara.
"Kenapa kau teledor?" tanya Bert dengan nada dingin.
Dingin! Marini lebih baik dibentak dari pada mendapatkan pertanyaan dengan nada dingin. Jika Bert sudah berbicara dengn dingin, itu tandanya Bert sangat marah padanya. Bert terus menyalahkan dan memaki Marini, keteledoran Marini tidak bisa ia toleransi.
Ini adalah kesalahan fatal yang Maring perbuat, aura Bert sangat menakutkan dimata Marini. Amarah Bert tak bisa terkontrol. Setelah selesai Bert menyuruh Marini kembali.
"Silakan pergi," kata Bert menatap lurus, dingin, cuek dan acuh.
Marini mengucapkan maaf kembali dan keluar dari sana.
"Kau memang bodoh Mar, kita lihat bagaimana nasibmu ke depannya," Marini bermonolog sendiri.
Nasib Marini di tangan Bert.