Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Bermula dari Sebuah Chat

Bab 7 Bermula dari Sebuah Chat

Akhirnya kegiatan belajar di sekolah siang itu usai sudah. Setelah memasukkan semua buku-buku pelajaran ke dalam tas punggung, aku bergegas berhambur keluar kelas.

Aku berjalan perlahan menuju pintu gerbang sekolah yang masih disesaki oleh para siswa siswi lain yang hendak pulang ke rumah masing-masing. Aku berdiam diri menunggu sesaat di sebuah tempat yang teduh.

Setelah suasana benar-benar sepi, barulah aku melangkah maju mendekati pintu gerbang sekolah. Sesampainya di luar, aku berdiam diri lagi sejenak. Aku memandangi jalanan sekitar.

Beberapa angkot kuning masih tampak berseliweran di depan sekolahan untuk mencari penumpang pelajar dari sekolahku.

"AARRGGHHH!!!"

Aku berjingkat kaget sambil memekik histeris ketika merasakan tangan seseorang menepuk bahu kiriku pelan.

"Kaget, ya?"

"Huft! Saya kira siapa? Ternyata Pak Eleanor," timpalku lega usai mendongak ke belakang dan mendapati sosok Pak Eleanor sedang berdiri di belakangku saat itu.

"Kenapa kamu belum pulang? Sedang menunggu jemputan?" tanya Pak Eleanor.

"Tidak. Saya sedang menunggu jalanan sepi saja."

Aku menggeleng pelan sambil menggelontorkan sebuah jawaban yang mungkin terdengar sangat aneh dan tidak masuk akal.

"Ah, begitu. Lalu, bagaimana dengan luka di kepalamu?" tanya Pak Eleanor kemudian.

Ketika aku menggerakkan tangan hendak menyentuh luka benjolan di kepalaku, tiba-tiba Pak Eleanor memekik lantang mencegahku.

"Jangan kamu sentuh!"

Aku mengernyitkan dahi, keheranan.

"Tolong izinkan Bapak untuk memeriksanya sendiri!" ucap Pak Eleanor yang sontak berhasil membuat hati kecilku berbunga-bunga pada saat itu juga.

Aku tidak akan melepas begitu saja kesempatan langka tersebut. Aku segera menggerakkan kepalaku mendekat ke arah Pak Eleanor. Aku mengizinkan serta membiarkan tangan Pak Eleanor untuk membelai kepala dan juga luka benjolan tersebut.

Jantungku mulai berdetak dengan sangat cepat dan iramanya pun berubah menjadi tak karuan.

"Syukurlah! Luka benjolan di kepalamu sudah mulai mengempis." Pak Eleanor buka suara kemudian sambil menjauhkan tangannya dari kepalaku. Pak Eleanor merekahkan seulas senyum ketika aku sedang memandanginya.

"Aduh! Bapak jangan tersenyum kepadaku seperti itu. Aku bisa-bisa semakin melting melihatnya." Aku meronta-ronta kecil di dalam hati.

"Tiga kali sudah kamu menatap Bapak seperti itu," timpal Pak Eleanor membuyarkan kefokusanku.

"Ah, maaf. Saya terlalu terkesima melihat sikap Bapak yang begitu sangat perhatian kepada saya," ucapku malu-malu.

"Bapak perhatian ke kamu karena Bapak sedang bertanggung jawab untuk menebus kesalahan yang telah Bapak perbuat ke kamu. By the way, apakah Bapak boleh meminta nomor ponsel kamu?"

Apa yang diucapkan Pak Eleanor tersebut berhasil membuatku kaget sekaligus girang.

"Untuk apa Bapak meminta nomor ponsel saya?" tanyaku sok berbasa-basi.

"Ya ... untuk jaga-jaga saja, sih. Siapa tahu Bapak ingin menanyakan kabar serta kondisi kamu, Bapak bisa langsung mengirimimu pesan. Bapak tidak mungkin, 'kan, harus mendatangi kamu di kelas hanya untuk menanyakan kabar darimu?"

"Iya juga, sih, Pak. Nanti bisa-bisa seantero sekolah salah mengira Bapak dan saya ada hubungan apa-apa," jawabku bersemangat.

Aku pun segera melanjutkan perkataanku lagi. "Baiklah, Pak. Silakan dicatat nomor ponsel saya!" perintahku kepada Pak Eleanor.

Sementara aku menyebutkan beberapa digit nomor ponsel milikku, Pak Eleanor langsung mengetikkannya di layar ponsel.

"Done. Sudah Bapak save, ya!"

Di dalam benak hati kecilku, aku merasa senang dan gembira. Aku juga tak ingin melewatkan kesempatan langka untuk mendapatkan balik nomor ponsel Pak Eleanor.

"Jika begitu, tolong saya diberi tahu juga nomor ponsel Bapak!"

Sebelum berseloroh, Pak Eleanor tersenyum kecil kepadaku.

"Nanti Bapak DM kalau Bapak sudah sampai rumah. Ojek online Bapak sudah datang soalnya dan Bapak harus lekas pulang sekarang."

Apa yang dikatakan Pak Eleanor benar adanya. Aku melihat seorang driver ojol berjaket warna hijau, bergerak mendekati Pak Eleanor dengan menggunakan sepeda motor matic-nya.

Pak Eleanor segera meraih helm hijau yang diulurkan driver ojol tersebut. Sambil mengancingkan kait pengaman helm, Pak Eleanor mengatakan sesuatu kepadaku.

"Jalanan sudah sepi. Sebaiknya kamu juga lekas pulang ke rumah."

Aku hanya mengangguk pelan, mengiyakan perkataannya. Pak Eleanor pun segera membonceng di belakang driver ojol tersebut. Pak Eleanor juga tak lupa mengucapkan kalimat sampai jumpa kepadaku.

Sambil memandangi Pak Eleanor yang semakin menghilang dari pandangan kedua mata, aku bergumam pelan seorang diri.

"Bagaimana bisa di dunia ini ada seseorang yang begitu baik dan juga perhatian seperti Pak Eleanor? Alangkah beruntungnya aku bisa berkenalan dan mendapatkan nomor ponselnya."

Tak lama berselang, aku bergegas beranjak meninggalkan sekolahan dan pulang menuju rumah dengan berjalan kaki. Setibanya di rumah, aku langsung membuka pintu ruang tamu dengan kunci cadangan yang selalu kubawa sehari-hari.

Setelah menutup kembali pintu ruang tamu, aku secepat kilat beranjak menuju ruang keluarga. Aku menghempaskan tubuhku duduk di atas sebuah sofa. Tas punggung yang sejak tadi berada di gendongan punggungku langsung kuturunkan begitu saja.

Kutarik salah satu resleting tas kemudian kukeluarkan ponselku yang berada di dalamnya. Aku memainkan jari jemariku di layar ponsel tersebut. Aku merasa gugup ketika hendak membuka aplikasi chatting-ku.

Aku menaruh harap nomor ponsel Pak Eleanor telah muncul di deretan teratas daftar chatting-ku. Aku menyipitkan kedua mata. Aku mendapati beberapa digit sebuah nomor ponsel asing yang sama sekali tak kukenal, bertengger paling atas di antara daftar chatting-ku yang lain.

Hatiku semakin berdebar ketika aku mulai membuka pesan chat tersebut kemudian membaca isinya.

"Hai, Ariel. Ini nomor Bapak. Jangan lupa di-save, ya! Eleanor."

Aku tersenyum seorang diri seperti orang gila sambil memainkan jari jemariku dengan lincah, membalas pesan chat dari Pak Eleanor tersebut.

"Ok siap, Pak."

Dua tanda centang secepat kilat telah berganti warna biru. Aku dengan sabar menanti pesan chat yang sedang diketuk oleh Pak Eleanor.

"Siip. By the way, apa kamu sudah pulang ke rumah atau masih berada di luar pintu gerbang sekolahan?"

Aku membaca pelan pesan chat dari Pak Eleanor yang baru saja masuk di ponselku sambil tertawa geli sendiri.

"Bapak tidak perlu khawatir. Saya sudah berada di dalam rumah saat ini."

Begitulah kalimat yang aku ketikkan di layar ponsel untuk membalas pesan chat Pak Eleanor. Pesan chat terkirim dan tak perlu menunggu waktu lama, Pak Eleanor sedang mengetik untuk membalas pesan chat-ku tersebut.

"Syukurlah. Bapak lega mendengarnya. Sejujurnya Bapak ingin mengatakan sesuatu ke kamu, tapi Bapak ragu untuk melakukannya. Bapak takut kamu akan berpikiran macam-macam nanti."

Aku membaca serius pesan chat tersebut sambil meninggikan sebelah alisku.

"Katakan saja apa itu, Pak! Jangan buat saya penasaran seperti ini!"

Begitulah kalimat yang aku ketikkan di layar ponsel. Aku kemudian menekan tombol kirim dan pesan chat balasan tersebut berhasil terkirim ke Pak Eleanor.

"Hahaha. Kamu sungguh ingin tahu?" Seperti itulah bunyi pesan chat dari Pak Eleanor.

"Tolong jangan tarik ulur seperti ini, dong, Pak! Jangan membuat saya semakin tambah penasaran!" Aku mengetikkan kalimat seperti itu sambil membubuhkan emoticon geram.

"Baiklah, baiklah. Bapak akan segera bicara sekarang. Sejujurnya Bapak merasa sedikit cemas, khawatir bahkan tidak tiga untuk meninggalkan kamu sendirian di sekolahan tadi. Namun, mau bagaimana lagi, Bapak harus pergi meninggalkan kamu karena Bapak sudah terlanjur memesan ojek online. Tidak enak, 'kan, jika Bapak tiba-tiba harus membatalkannya."

Tak tahu kenapa hatiku mulai berdesir tak karuan usai membaca pesan chat dari Pak Eleanor tersebut. Aku bingung mau bagaimana menanggapinya. Akhirnya, setelah berkutat dengan pemikiranku beberapa saat, aku memutuskan untuk berhenti sementara mengirim dan juga membalas chat Pak Eleanor.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel