Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Mengapa Ibu Berubah?

Bab 3 Mengapa Ibu Berubah?

Aku tertunduk malu usai ibu melayangkan sebuah tamparan keras di pipi sebelah kiri tepat di hadapan Pak Ferry dan juga si bapak pemilik toko listrik. Aku langsung memegangi pipi kiriku yang mulai terasa perih dan panas. Aku bahkan sangat yakin sekali cap tangan ibu pasti membekas jelas di pipi kiriku.

"Ibu Clara. Saya tahu mungkin Anda sedang sangat emosi saat ini. Namun, sangatlah tidak baik apabila Anda melakukan sedikit tindak kekerasan kepada putri Anda seperti yang baru saja Anda lakukan."

Pak Ferry menegur ibu dengan sangat lantang sambil bangkit dari kursinya. Ibu berbalik menghadap ke arah Pak Ferry. Aku sekilas melirik keduanya saling beradu pandang tajam.

"Maaf jika tindakan saya barusan telah berhasil menuai protes keras dari Anda. Namun, ini adalah kesalahan pertama yang dilakukan oleh putri saya. Saya hanya ingin memberinya sedikit hukuman keras agar dia jera dan tidak akan melakukan sebuah kesalahan lagi di waktu yang lain," sanggah ibu dengan sangat tegas.

Huft. Tidak ibu, tidak juga si bapak, mereka sama saja dengan menghukumku. Aku membatin dalam hati.

"Ariel."

Ibu berseru memanggil namaku. Aku tak lagi memegangi pipi kiriku. Aku segera menegakkan kepala kemudian memandangi wajah ibu yang sedang memasang ekspresi galak ke arahku.

"Sekarang Ibu ingin kamu minta maaf kepada bapak itu," perintah ibu.

"Tidak, Ibu. Ariel tidak akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya."

Aku menentang keras perintah ibu. Perkataan yang baru saja aku lontarkan berhasil membuat ibu makin emosi.

"Kamu berani membantah perintah Ibu sekarang, Ariel?" bentak ibu.

Aku bergeming. Tak ada satu pun kata yang terlontar dari bibirku.

"Maaf jika saya ikut menyela pembicaraan Anda dengan putri Anda." Akhirnya si bapak ikut angkat bicara juga.

"Begini, Ibu. Meski saya telah memaafkan kesalahan yang telah diperbuat oleh putri Ibu, saya tetap akan minta uang ganti rugi untuk kaca etalase toko saya yang telah dirusak," tukas si bapak panjang lebar yang tetap bersikeras ingin minta uang ganti rugi kepadaku dan juga ibu.

"Baiklah. Saya akan mengganti rugi semuanya. Berapa banyak uang yang Bapak minta?" tanya ibu kepada si bapak.

"Tolong beri saya uang tiga ratus ribu untuk membeli etalase yang baru lagi!"

Si bapak menyebutkan nominal uang yang harus diganti oleh ibu. Sekilas aku melihat ibu sedang membuka dompet kemudian mengeluarkan tiga lembar uang kertas seratus ribuan.

"Ini uang ganti rugi untuk Anda dan saya anggap masalah Anda dengan putri saya sudah selesai sampai di sini saja," ucap ibu tegas sambil mengulurkan ketiga lembar uang kertas berwarna merah tersebut kepada si bapak.

Si bapak meraih uluran uang tersebut dengan ekspresi senang yang tergambar jelas di wajahnya.

"Terima kasih banyak, Ibu. Dan untuk Pak Ferry, masalah saya dengan anak ini sudah beres. Saya tidak jadi untuk menuntutnya. Maafkan saya yang telah mengganggu aktivitas Pak Ferry saat ini."

Si bapak berkata kepada Pak Ferry dengan terdapat sedikit nada penyesalan di dalam suaranya.

"Baiklah. Tidak masalah, Pak," balas Pak Ferry.

"Jika begitu saya harus permisi pergi sekarang. Selamat sore, Pak Ferry. Selamat sore, Ibu."

Usai berpamitan, si bapak pemilik toko listrik bergegas meninggalkan kantor polisi dengan langkah terburu-buru. Sesaat kemudian, giliran ibu yang berpamitan kepada Pak Ferry.

"Jika begitu kami juga harus permisi. Sekali lagi saya minta maaf karena putri saya telah merepotkan Bapak."

"Tidak masalah, Bu. Saya sama sekali tidak merasa direpotkan," jawab Pak Ferry santai.

Usai mengucapkan selamat tinggal, aku dan ibu segera beranjak meninggalkan kantor polisi. Di dalam mobil selama perjalanan pulang menuju ke rumah, aku dan ibu saling diam membisu.

Tak ada satu pun kata yang terlontar dari bibir kami. Kami hanya fokus dengan aktivitas masing-masing. Sementara ibu sibuk mengemudi, aku lebih memilih duduk bersandar di jok mobil sambil mengarahkan kedua mataku ke luar jendela, menatap langit sore yang tengah menyemburatkan warna jingga.

Setibanya di pelataran rumah, ibu segera mematikan mesin mobil. Dibuka lalu ditutuplah pintu mobil dengan kasar.

Tak lama berselang, aku menyusul keluar dari dalam mobil. Aku berjalan membuntuti ibu yang berada beberapa langkah di depanku ketika sedang melangkah masuk ke dalam rumah.

Ibu tiba-tiba berhenti berjalan kemudian berbalik ke arahku. Aku yang sontak terlonjak kaget sesegera mungkin mengerem langkah kedua kakiku untuk berhenti berjalan.

Untuk kali kedua aku mendapati ibu memasang wajah galaknya lagi ke arahku.

"Ibu ingin memberimu sebuah hukuman tambahan atas kesalahan yang telah kamu perbuat tadi. Ibu melarangmu untuk keluar kamar hingga esok pagi. Ibu hanya memperbolehkan kamu keluar kamar untuk kegiatan tertentu saja seperti makan, minum dan juga pergi ke toilet.

Apa kamu mengerti apa yang Ibu katakan ini, Ariel?"

"Mengapa Ibu tidak bertanya terlebih dulu alasan kenapa Ariel bisa melakukan sebuah kesalahan seperti tadi? Sebelum-sebelumnya Ibu tidak pernah bersikap seperti ini terhadap Ariel.

Mengapa Ibu berubah? Apa gara-gara masalah perceraian Ibu dengan ayah, makanya Ibu melampiaskan semua emosi Ibu kepada Ariel begitu saja?" tandasku tajam.

Aku melihat ibu hanya diam dan bergeming.

"Jadi semuanya ini benar, 'kan, Ibu?" Aku terus berusaha mendesak ibu.

"Lebih baik sekarang kamu cepatlah masuk ke dalam kamar!"

"Jawab dulu pertanyaan Ariel, Bu!" bantahku.

"CEPATLAH KAMU MASUK KE KAMAR SEKARANG JUGA DAN JANGAN COBA-COBA UNTUK MEMBANTAH PERKATAAN IBU!" pekik ibu dengan suara yang sangat lantang.

Aku melebarkan kedua mataku seketika. Belum pernah aku melihat ibu semurka ini. Daripada terus-terusan memancing emosi ibu, aku memutuskan untuk beranjak meninggalkan ibu sendirian di ruang keluarga.

Aku memutar kenop pintu kamar tidurku kemudian mendorongnya perlahan ke belakang. Setelah melangkah masuk ke dalam, aku segera menutup kembali pintu kamar tidur dengan rapat.

Ak segera melepas tas punggung yang sejak dari tadi aku gendong di belakang, lalu aku letakkan di atas kursi belajar.

Tak ingin berlama-lama menunggu, aku langsung menghempaskan tubuhku di atas kasur spring bed berukuran besar. Aku meraih sebuah bantal besar kemudian membenamkan wajahku di bantal besar tersebut.

Kepalaku mulai berdenyut-denyut kencang ketika aku mencoba mengingat-ingat setiap kejadian tidak mengenakkan yang telah menimpaku seharian tadi.

Semakin lama kedua mataku semakin terpejam dengan sendirinya. Dan tanpa terasa, aku mulai tertidur lelap dengan seragam putih abu-abu yang masih menempel di tubuhku.

Drrtt ... ddrrtt ... ddrrtt ....

Aku perlahan membuka kedua mata ketika sayup-sayup mendengar suara nada getar ponsel. Aku yang terlonjak kaget, secepat kilat beranjak duduk di atas kasur springbed.

"Aduh, gawat. Aku tertidur lama sekali. Ini sudah jam berapa, ya?" Aku bergumam seorang diri.

Aku bangkit berdiri dan dengan langkah sempoyongan, aku bergerak mendekat ke arah kursi belajar untuk mengambil ponselku yang terus mengeluarkan suara getar di dalam tas punggung.

Di ponselku ternyata sedang ada panggilan masuk dari Willy. Tanpa pikir panjang, aku langsung me-reject panggilan masuk tersebut.

Betapa terkejutnya aku saat melihat angka waktu yang tertera jelas di layar ponselku.

"Astaga. Ternyata sudah pukul sebelas malam. Aku harus bergegas ganti baju dan juga membersihkan diri."

Setelah selesai mengacak-acak isi lemari untuk menemukan satu setel pakaian tidur, aku bergegas untuk beranjak keluar kamar. Namun, langkah kedua kakiku berhenti seketika.

Ponselku mengeluarkan suara nada getar kembali. Aku mengintip sekilas dan mendapati nama Willy tertera sangat jelas di layar ponsel tersebut.

Lagi. Aku me-reject panggilan masuk tersebut. Aku segera melempar ponselku pelan di atas kasur springbed.

Aku benar-benar sedang ingin menyendiri dan tak ingin bicara dengan siapa pun, termasuk itu dengan Willy. Pikiranku masih sangat kacau dan juga berantakan.

Aku bergerak kembali mendekati pintu kamar tidur. Setelah kenop pintu terputar dan ditarik pelan ke belakang, aku memberanikan diri untuk melangkah keluar meninggalkan kamar tidur malam itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel