Bab 11 Sarapan Bersama
Bab 11 Sarapan Bersama
Sekitar pukul setengah sembilan, Troy sudah sampai ke toko bunga Flora lagi. Ia nampak ceria dan puas. Sepertinya pekerjaan mengirim bunganya sudah ia kerjakan dengan baik.
Kakinya melangkah ringan begitu selesai melepas helm dan turun dari motor. Ia masuk ke dalam toko dan menyapa Flora. Nampak di atas meja sudah tersedia dua kotak makanan dengan waran putih yang khas. Seketika wajah Troy semakin berbinar melihat apa yang sudah tersedia di sana.
“Wah! Ini sarapan untukku?” tanyanya sambil menarik kursi kosong yang biasa ia duduki mendekat ke meja. Flora pun tersenyum kecil. Menunggu Troy sejak tadi, ia bahkan sudah selesai dengan pekerjaannya yang lain. Ia juga sempat melayani pembeli dan memesan sarapan untuk pemuda itu. “Kelihatannya enak.”
Flora tersenyum. Troy ini ada-ada saja. Bagaimana bisa melihat makanan itu enak sementara kotak makanannya saja belum dibuka.
“Iya. Ini sarapan untukmu. Aku pesan makanan dari warung makan dekat sini. Kamu buka dulu kotak makannya baru menilai makanan itu enak atau tidak,” ujar Flora. “Kalau menurutku enak. Tapi aku tidak tahu selera kamu,” jawab Flora. “Harganya tidak mahal. Tapi aku harap kamu tidak keberatan dengan harganya dan menyukai makanannya.”
“Tidak masalah berapapun harganya. Yang penting sehat, dan bersih. Sudah cukup untukku. Dan terima kasih sudah mau repot menyiapkan sarapan untukku,” ucap Troy dengan tulus.
“Aku yang berterima kasih. Kamu sudah banyak membantuku. Aku tidak bisa melakukan banyak hal.”
“Ini sudah cukup, Flora. Sudahlah. Berhenti bersikap sungkan padaku. Kita bukan orang lain,” balas Troy. “Ayo kita sarapan! Boleh aku buka makanan ini sekarang, kan?” tanyanya.
“Boleh. Silahkan,” balas Flora. “Aku juga buatkan teh hangat. Nanti setelah ini kamu boleh pulang. Kamu harus berangkat kerja, kan?”
“Iya. Setelah sarapan aku akan langsung pergi bekerja. Oh, dan satu lagi. Mungkin lain kali jika kamu ada waktu, mampirlah ke kafe yang kemarin kita bertemu. Kamu bisa makan atau minum secara gratis di sana. Mas Lingga bilang dia akan memberikan kamu kartu voucher makan gratis selama beberapa kali.”
Troy dengan santai membuka kotak makannya. Flora pun melakukan hal serupa. Mereka berdoa bersama kemudian memulai sarapan sambil berbincang-bincang.
“Mas Lingga? Yang memesan buket bunga waktu itu? Apakah dia atasanmu? Lalu tentang voucher makan gratis itu maksudnya apa?” tanya Flora.
“Iya. Mas Lingga yang itu. Dia bilang akan memberikan kamu voucher makan gratis karena pacarnya menyukai buket bunga yang kamu buat. Itu semacam ungkapan terima kasih atas pekerjaanmu,” jelas Troy.
“Mas Lingga itu memang orang yang loyal, ya? Bagaimana bisa ia membagikan voucher makan gratis kepada sembarang orang?” tanya Flora. “Apakah dia sangat kaya? Atau dia memang orang yang suka memberi seperti itu?”
“Mas Lingga, aku tidak tahu harus menilainya seperti apa. Tapi yang jelas dia ini orang baik. Dia tegas dan memang adil. Dia memberi kita penghargaan sesuai dengan hasil kerja yang sudah kita lakukan,” jelas Troy. “Seperti kamu misalnya. Dia memberikan kamu voucher makan karena kamu berhasil memuaskan keinginannya. Dan berkat kamu, makan malamnya dengan pacarnya berjalan dengan baik. Itu sudah cukup menjadi alasan baginya memberikanmu penghargaan.”
“Hem, begitu. Aku sangat berterima kasih dengan kebaikannya,” balas Flora kemudian meneruskan kegiatan makannya. “Oh! Bagamana? Kamu menyukai makanannya?” tanya Flora.
Pagi itu memang menu yang Flora beli tidak spesial. Hanya nasi kuning dengan lauk sederhana yang dijual oleh seorang nenek tua yang warungnya hanya buka saat pagi. Nenek itu berjualan ditemani cucu perempuannya yang seusia dengannya. Flora sudah lama ingin membeli dagangan orang itu namun belum ada kesempatan dan uang lebih. Pernah sekali ia beli saat warung itu hampir tutup dan tinggal makanan yang tersisa. Waktu itu, Flora ingat betul mereka mengatakan bahwa lauknya tidak lengkap dan mereka akan membawa sisanya pulang. Namun Flora memohon supaya ia dapat membeli sebungkus saja dengan lauk seadanya. Flora terpaksa sebab saat itu ia benar-benar lapar dan warung makan lain letaknya jauh.
Dulu saat membeli ketika hampir tutup pun rasanya enak. kali ini karena Troy, Flora pun dapat membeli ketika masih hangat dan merasakan makanan itu dalam kondisi yang lebih baik. gadis itu senang sebab ia sudah dapat melakukan apa yang sudah ia niatkan sejak lama.
“Orang selalu memanen benih yang ia tabur. Mungkin kamu selama ini sudah menabur benih kebaikan. Oleh karena itu, kebaikan itu pula yang mengahampiri kamu. Contohnya hadiah voucher makan dari Mas Lingga itu,” ucap Troy. “Aku senang bisa berteman dengan kamu. Dan terima kasih sudah meluangkan waktu menjadi teman berbicaraku sebelum tidur.”
Troy menatap Flora dengan tulus. Ia tersenyum lantas mengemasi bekas makanan yang sudah selesai ia makan. Troy membuang bekas makanan itu ke tempat sampah kemudian kembali duduk dan meminum teh hangat yang sudah Flora siapkan.
“Aku sudah selesai makan. Terima kasih untuk nasi kuning terenak yang pernah aku makan,” ucap Troy. “Aku akan berangkat bekerja sebentar lagi. Apa ada lagi yang perlu aku kirim. Mungkin bisa aku antar sambil aku berangkat bekerja.”
“Bisakah kamu melakukannya? Sebab aku rasa ada satu yang perlu di kirim segera. Kamu pergi ke arah mana?” tanya Flora.
“Ke kafe. Daerah situ. Bagaimana? Apakah alamatnya searah dengan kafe?”
Kafe? Rupanya benar Troy bekerja di sana. Syukurlah bagi Flora karena Troy bisa mengantar satu pesanan tambahan yang hari ini mendadak ia kerjakan. Flora beruntung karena bantuan Troy, hari ini ia bisa menyelesaikan satu pesanan dadakan dengan harga yang lumayan mahal. Itu menjadi pemasukan yang cukup berarti baginya. Sebab ia tak perlu menolak pesanan karena kesibukan lainnya seperti yang kemarin terjadi.
“Iya. Alamatnya sudah tertera di buket bunganya. Minta bayarannya juga. Kamu simpan saja uangnya dan berikan padaku nanti saat kita bertemu lagi,” pesan Flora.
“Yakin? Kamu mungkin perlu uang itu untuk keperluan lain,” tanya Troy. Ia khawatir jika Flora memerlukan uang penjualannya hari ini untuk kebutuhan lain yang lebih penting.
“Tidak apa-apa. Bawa saja dulu. Lain kali tentu kita bertemu lagi, kan?”
“Iya. Tentu saja. Besok pun kita akan bertemu lagi. Jangan khawatir,” balas Troy.
“Aku tidak khawatir,” sahut Flora kemudian tersenyum. “Kamu tidak mampir ke tempat paman dan bibi? Mungkin kamu ingin memberi salam dan menyapa mereka.”
“Mampir? Aku rasa ide bagus. Masih pagi dan mungkin mereka sedang tidak terlalu sibuk. Aku akan mampir saja,” balas Troy dengan senyum lebar.
Ia pun beranjak. Mengembalikan kursi ke tempat semula. Flora pun ikut berdiri. Ia menunda sebentar untuk menghabiskan sarapannya yang baru ia makan setengah.
“Kamu mau pergi sekarang?” tanya Flora.
“Iya. Ini bunga yang akan diantar?” Troy balik bertanya sambil menunjuk sebuah buket bunga yang ada di rak penyimpanan.
“Bukan. Yang rangkaian mawar, Troy,” balas Flora meralat.
“Oh, maaf. Aku kira yang tadi aku tunjuk.” Troy mengambil buket bunga yang Flora maksud lantas memeriksa alamat yang tertempel di sana. “Aku berangkat sekarang, ya?”
“Iya. Hati-hati di jalan. Dan selamat bekerja,” kata Flora.
Troy tersenyum dan menganguk. “Kamu juga. Selamat bekerja. Besok aku datang lagi.”
“Tentu.”
[]