Bab 5
Joy masih terhanyut dalam pikiran kelamnya saat seseorang mendorongnya dengan keras. Joy terlalu lemah untuk bertahan dan sudah tidak ada waktu lagi untuk bereaksi.
Dia memejamkan matanya mengantisipasi rasa sakit yang akan menimpanya. Dia bisa membayangkan kepalanya pasti akan terbentur lantai dengan keras. Joy pasti akan merasa sakit pada kepalanya. Tidak hanya kepalanya, namun seluruh tubuhnya pasti akan terasa sakit akibat hantaman ke atas tanah kasar yang dipenuhi dengan bebatuan kecil.
Apakah dengan dia terjatuh dia akan mati? Apakah kepalanya akan pecah dan darah mengalir dengan deras dari kepalanya?
Joy pernah melihatnya di sebuah film saat dia masih remaja dulu. Dia sering melihat serial drama yang menurutnya terlalu berlebihan. Misalnya saja seseorang akan langsung mengeluarkan darah saat orang tersebut jatuh, padahal orang tersebut terjatuh tidak terlalu keras.
Atau disaat dia melihat adegan dimana seseorang tertabrak mobil. Adegan tersebut tidak menunjukkan langsung apakah mobil tersebut menabrakn orang tersebut atau tidak, tapi adegan berikutnya menunjukkan orang tersebut sudah tergeletak diatas jalan raya dengan bersimbah darah pada kepalanya.
Waktu itu Joy berpikir, adegan-adegan seperti adalah hal yang tidak masuk akal dan terkesan konyol. Tapi kini dia berharap adegan yang pernah dilihatnya di sebuah serial drama terjadi padanya.
Dia berharap, saat dia terjatuh nanti, kepalanya akan pecah dan mengeluarkan banyak darah. Bukankah itu lebih baik? Dengan begini dia bisa menyusul ibunya yang sudah tiada setahun lalu.
‘Ibu, aku akan menyusulmu. Tidak peduli apakah kau ada di surga atau di neraka, aku akan menyusulmu.’ Itulah yang dipikirkannya. Dia sama sekali tidak tahu seberapa ngerinya jika seandainya dia pergi ke neraka.
Jika seandainya dia tahu, mungkin dia tidak akan pernah berpikir akan menyusul ibunya ke neraka.
Namun, Joy tidak tahu dan dia sudah menerima nasibnya dan menunggu dirinya menerima rasa sakit yang luar biasa. Setelah menunggu beberapa saat merasakan tubuhnya teroleng ke belakang akibat dorongan yang kuat, akhirnya kepalanya terbentur sesuatu.
Anehnya, dia tidak merasakan sakit pada kepalanya. Dia bahkan tidak merasa tubuhnya berbaring secara horizontal di atas tanah, melainkan tubuhnya menjadi miring membentuk sembilan puluh derajat ke belakang.
Dia juga merasakan sesuatu yang lembut namun tegap di belakang kepalanya dan punggungnya. Dia bahkan merasakan dua buah cengkeraman yang tegas namun lembut pada kedua bahunya, seakan dua cengkeraman itu yang menopang tubuhnya agar tidak terjatuh ke belakang.
Tidak lama kemudian, Joy bisa mencium bau parfum khas seorang pria dan saat dia mendengar suara berat diatas kepalanya, dia langsung terlonjak kaget menjauhkan diri dari pria itu.
Sayangnya, karena terlalu terburu buru dan belum makan apa-apa sejak... entah sejak kapan sehingga dia menjadi terhuyung-huyung dan terjatuh kebelakang. Kali ini kedua pantatnya yang menabrak lantai dengan keras membuatnya meringis kesakitan.
“Hmph! Dasar pengemis menjijikkan!”
Joy semakin menundukkan kepalanya dengan sedih mendengar suara mencemooh dari pemilik toko roti. Dia tidak menyalahkan orang tersebut karena saat ini penampilannya memang seperti pengemis yang menjijikkan.
Bajunya sudah tidak layak pakai dan dipenuhi dengan noda kotor di segala tempat sementara rambutnya tampak lusuh dan lepek dan tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap karena dia sudah tidak mandi selama berminggu-minggu… bahkan mungkin berbulan-bulan? Entahlah, Joy bahkan sudah tidak ingat tanggal berapa hari ini. Dia hanya tahu sekarang adalah tahun dua ribu lima belas.
"Kau baik baik saja?"
Anehnya, pemuda yang tadi sempat menopangnya agar dia tidak terjatuh kebelakang, malah bertanya padanya dengan nada perhatian dan simpati. Ini pertama kalinya ada seseorang yang menunjukkan simpati terhadapnya dan tidak menghinanya ataupun memandangnya dengan tatapan jijik.
Meskipun begitu, Joy tidak membalas uluran tangan pria itu. Dia berdiri sendiri sambil mengusap pantatnya yang kesakitan. Meskipun dunia seperti berputar dimatanya, dia memaksakan diri untuk tidak terjatuh pingsan.
"Tuan, apa yang anda lakukan sangatlah tidak sopan. Tidak seharusnya anda mendorong seorang gadis dengan kasar."
Joy membelalak terkejut mendengar pria yang ditabraknya membelanya dihadapan pemilik toko. Seketika itu juga, dia tidak lagi merasa pusing untuk suatu alasan yang tidak dimengertinya.
Joy mengamati penampilan pria yang baru saja ditabraknya.
Pria ini memakai kaos berkerah dengan celana jeans. Jika dilihat sekilas pria ini hanya memakai pakaian casual untuk bersantai. Tapi dia yakin, tidak akan ada orang yang memandang rendah pria ini.
"Oh, tentu saja aku tidak ingin melakukannya. Tapi pengemis ini selalu mengganggu jalan keluar masuk tokoku. Sudah banyak pelanggan yang mengeluh." ucap pemilik toko membela diri.
Joy menggigit bagian dalam pipinya mendengar jawaban pemilik toko ini dengan nada arogan. Sedari tadi, dia sama sekali tidak menganggu jalan keluar masuk tokonya! Kenapa orang itu berbohong?
"Nona, apakah roti disini enak?" tanya pria baik itu padanya membuat Joy tercengang.
"Kenapa bertanya padanya?" pemilik toko mulai mengomel dan menjelaskan betapa enaknya roti buatannya. Dia merasa seharusnya pemuda yang berada di kelas sosial seperti orang ini tidak bertanya pada pengemis yang tidak tahu apa-apa akan lezatnya roti buatannya.
Lagipula pengemis seperti Joy pasti tidak akan sanggup membeli roti didalam tokonya.
Anehnya pemuda yang masih memandang Joy dengan tatapan lembut itu sama sekali tidak menggubris pemilik toko dan hanya menunggu jawaban darinya.
Joy tidak menjawab, dia sadar suaranya tidak dalam kondisi yang baik. Jadi dia menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya.
"Baiklah. Ayo masuk ke dalam." ajak pria itu membuat baik Joy maupun pemilik toko terkejut.
"Tidak. Dia tidak boleh masuk. Baunya yang busuk akan merusak suasana tokoku."
Pria itu mengambil sebuah kartu dari dompetnya dan memberikannya pada pemilik toko roti. Tidak lama kemudian, pemilik toko tersebut memasang senyuman terlebar yang pernah ia berikan pada konsumennya. Malahan, pemilik toko tersebut mempersilahkan Joy untuk masuk ke dalam dengan senyuman ramah membuat Joy merasa heran.
Meskipun Joy dalam keadaan lemas dan tak bertenaga, namun dia bisa melihat raut muka pemilik toko roti dengan jelas. Terlebih lagi sikap pria tua itu yang berubah seratus delapan puluh derajat membuatnya bertanya-tanya.
Siapa pemuda ini sebenarnya? Mengapa hanya dengan melihat kartu namanya saja, pemilik toko tersebut sampai memberi hormat bahkan 'menjilat' pria ini.