Bab 4 Sah
Bab 4 Sah!
Sepi. Tidak ada banyak saksi. Itulah pernikahan mereka berdua. Tidak ada siraman maupun pengajian, karena sejatinya pernikahan mereka terhalang oleh restu orang tua. Tapi dasar anak muda yang keras kepala, Chen juga Susan tetap nekat untuk hidup bersama. Tak peduli bahwa restu-lah yang utama, karena cinta berada di atas itu semua.
Mereka duduk bersebelahan, Susan duduk berhadapan dengan sang pemimpin pernikahannya sedang Chen duduk berhadapan dengan wali nikahnya dari pihak KUA. Ada dua orang saksi, masing-masing duduk di sebelah kanan dan kiri. Dengan berbalut dress brokat dustypink yang dibelikan calonnya itu, Susan duduk tenang menunggu Chen mengucap apa yang harus dia ucapkan, sebelum menjadikannya seorang istri.
Hatinya bergetar dan menghangat di setiap waktu, pergantian statusnya itu. Saat matanya melihat Chen menggenggam tangan wali nikahnya, hatinya kembali bergetar layaknya gunung Merapi yang akan meletuskan lahar. Dan saat laki-laki itu menyebut namanya serta nama ayahnya dalam sekali tarikan napas, meletus sudah gunung tadi. Meletuskan beribu kupu-kupu yang menggelitiki hatinya.
Saat orang-orang yang ada di ruangan itu ikut mengucapkan kata 'sah' seperti apa yang diucapkan oleh penghulu, maka resmilah sekarang statusnya berganti dari seorang pacar menjadi seorang istri dari laki-laki bernama Chen. Pernikahan mereka tidak memakan waktu lama. Susan langsung mencium tangan suaminya, perempuan itu melakukannya dengan bibir yang mengembang.
Ingatannya kembali berputar ke belakang, mengingat saat dirinya dikenalkan sebagai seorang pacar pada mertuanya. Miris rasanya saat Susan menganggapnya sebagai mertua, sedang perempuan yang mengurusi suaminya dari kecil, mungkin saja tidak menganggapnya sama sekali. Perasaan kelabu itu datang lagi..., ternyata ketika kamu disambut saat diperkenalkan sebagai pacar, bukan berarti kamu juga akan disambut saat dikenalkan kembali sebagai calon istri.
Sepasang suami istri itu saling melempar senyum. Khas pengantin baru, yang berbeda mungkin mereka tidak dipajang saja. Layaknya pengantin pada umumnya.
"Terima kasih, Bapak-bapak. Karena sudah membantu kami berdua," ucap Chen beramah-tamah pada orang-orang yang telah membantu pernikahan mereka.
"Sama-sama, Nak Chen. Semoga pernikahan kalian sakinah, mawadah, juga warahmah. Bisa hidup bersama sampai maut memisahkan. Semoga bisa menjadi suami juga imam yang baik untuk Nak Susan, karena bagaimanapun sebuah kapal akan bergerak sesuai kendali nakhodanya," petuah salah satu orang yang ada di ruangan tersebut. Yang Chen angguki. "Begitupun Nak Susan, semoga bisa menjadi istri yang baik untuk suami. Bisa mengimbangi, juga bisa menjadi perahu yang kuat yang tak mudah terbalik walaupun banyak ombak yang berdebur kearahnya."
Susan mengangguk. "Aamiin. Terima kasih atas doa-doanya."
Pengantin baru itu langsung pergi dari sana, bersama dua buku nikah yang dibawanya. Untuk merayakan pernikahan sederhana mereka, Chen sudah menyiapkan sesuatu untuk istrinya.
Mobilnya melaju ke arah Jalan Jenderal Sudirman. Chen akan membawa sang istri menginap di hotel yang memiliki jarak 2 km dari stasiun kereta Tanah Tinggi dan Padang Golf Modern, serta 4 kilometer dari Museum Benteng Heritage. Kalian tahu di mana itu? Silahkan tebak saja.
Ini malam yang spesial. Dan dia juga harus menyiapkannya spesial juga. Bibirnya terus menyunggingkan senyumnya, begitupun dengan sang istri.
"Ko, sekarang aku sudah menjadi istrimu. Apa rencana kita kedepannya?"
Chen mengerling, di balik kemudi. "Kita bahas itu nanti ya..., lebih baik sekarang kita pikirkan apa yang akan kita lakukan nanti malam?" goda Chen dengan menaikkan alis.
Kontan saja Susan langsung bersemu merah dan memukul manja lengan suaminya itu. "Koko, apa sih?" sahutnya dengan salah tingkah.
"Haha, yakin tidak mengerti?" godanya lagi, sebelum mendekatkan bibirnya ke telinga istrinya itu. "Tidak apa-apa jika tidak mengerti sekarang. Biar aku memberitahumu nanti," bisiknya sambil mengecup pelan telinga Susan.
Susan tertawa kecil saat mendengarnya dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
***
Mereka sudah sampai di hotel tujuan mereka. Chen langsung menggandeng lengan istrinya dan masuk ke dalam lobby.
Setelah bicara ini dan itu dengan petugas frontdesk, mereka diarahkan seseorang untuk melakukan treatment di spa yang ada di hotel tersebut. Sesuai dengan apa yang direncanakannya. Chen ingin membuat istrinya mengenang hari ini. Hari pertama mereka menjadi sepasang suami istri.
Seorang perempuan berseragam dengan rambut dicepol, menyambut mereka dan meminta keduanya berganti pakaian dengan pakaian yang sudah disiapkan.
"Silahkan masuk ke dalam saunanya," pinta sang staf.
Chen langsung menggandeng tangan istrinya untuk masuk bersama-sama dan membiarkan sang staf melakukan pekerjaannya.
"Kamu menyiapkan semua ini, Ko?"
"Ya. Untuk kamu istriku. Aku ingin menghilangkan sedikit rasa stressmu dan membuat kamu rileks," balas Chen santai. "Nikmati saja," bisiknya lagi dengan mencuri sedikit kecupan manis.
Lagi-lagi itu membuatnya tersipu malu. Sikapnya yang manis dan pengertian, membuat Susan semakin jatuh ke dalam pesona Chen.
Di dalam sauna itu, mereka saling melempar canda sambil menunggu staf sauna memberikan aba-aba untuk keluar. Sesekali Chen akan mencuri ciuman yang membuat mereka semakin kepanasan di dalam sana.
Aba-aba pun mulai terdengar, membuat mereka langsung keluar dari tempat tersebut. Staf melulur badan keduanya, untuk mengangkat sel kulit mati, debu dan kotoran lainnya.
Mereka menikmati itu semua dengan saling berpandangan. Tangan mereka mengait satu sama lain saat staf memberikan pijatan lembut di seluruh tubuh mereka, untuk melancarkan peredaran darah dan meningkatkan sirkulasi darah, bibir keduanya menyungging senyum. Pijatan itu membuat tubuh dan urat saraf yang tegang menjadi rileks.
Banyak yang ingin Susan ucapkan, tapi semua treatment ini membuatnya lupa akan banyak hal. Perempuan yang sudah berstatus istri itu lebih menikmati apa yang para staf spa lakukan pada tubuhnya.
Apa-apa yang Susan terima, juga Chen terima. Seperti saat ini, saat tubuh mereka dibalur sesuatu untuk tahap terakhir dari treatment ini. Tahap untuk mendinginkan juga menutup kembali pori-pori kulit keduanya.
Tangan mereka sudah tidak terpaut lagi, karena masker tubuh yang staf tempelkan pada kulit mereka.
Lilin aromaterapi, pencahayaan dan musik yang diputar di dalam spa ini benar-benar membuat Susan melupakan apa yang terjadi padanya sebelum hari ini. Hatinya kembali tentang, pikirannya terasa terrefresh, juga badannya terasa ringan. Ingatkan dirinya untuk berterima kasih pada sang suami nanti.
Setelah masker meresap ke seluruh kulit mereka, Chen juga Susan diarahkan ke sebuah kamar mandi untuk membersihkan diri mereka masing-masing. Servis yang memuaskan mereka dapatkan hari ini dan Chen merasa tidak sia-sia mengeluarkan uangnya di hotel tersebut.
Tidak, belum ada adegan yang lebih panas dari sekedar bertukar saliva. Chen menundanya untuk nanti, setelah membuat istrinya ini merasa senang dan puas dengan apa yang diberikannya.
Sebelum benar-benar naik ke kamar yang sudah di hias sedemikian rupa oleh pihak hotel, mereka melipir ke restoran dengan suasana yang nyaman dan cocok untuk mereka berdua yang baru mengikat cinta.
Perlakuan Chen benar-benar membuat Susan melambung tinggi, setinggi-tingginya. Membuat perempuan itu tidak bisa berkata-kata lagi dan hanya mengumbar senyum setiap saat padanya, pada sang suami.
"Yang, ini semua aku persembahkan untuk kamu. Istriku. Semoga kamu senang dan bahagia hari ini bersamaku."
"Ko, ini di luar ekspektasi yang aku bayangkan. Terima kasih, ya," Susan meraih tangan suaminya itu. "Kapan kamu menyiapkannya? Kenapa aku tidak tahu?"
"Jika aku memberitahumu, ini bukan lagi sebuah kejutan nantinya, haha."
"Ya, benar. Terima kasih, Ko. Aku sungguh mencintaimu."
"Aku juga."
Mereka menyelesaikan makannya dan langsung memilih naik ke kamar mereka. Chen sudah memikirkan apa yang akan mereka lakukan di kamar sana. Bukankah sudah dia bilang? Ini hari yang special dan dia mengharapkan suatu adegan yang special juga.
Kepalanya sudah menari-nari dengan pikirannya sendiri. Hari ini dia bebas mengeksplorasi perempuannya, gadisnya, apapun itu sebutannya Chen tidak peduli. Yang terpenting, tujuannya akan segera terwujud.
Laki-laki itu berjalan membuntuti istrinya, membiarkan dia membuka sendiri pintu kamar yang di bookingnya. Mengharap ekspresi berlebih dari istrinya itu.
Susan langsung menempelkan keycard ke sensor pintu dan seperti apa yang diharapkan suaminya. Ekspresi terharu dan terkejut kembali Susan perlihatkan.
Matanya menangkap kelopak bunga mawar yang disebarkan di atas karpet juga lilin-lilin kecil yang menyala, menjadi sumber penerangan satu-satunya dari kamar tersebut. Di atas kasur, dipajang swanstowels yang saling berhadapan dengan kepala yang menempel.
Susan tertawa kecil dan berpikir, bagaimana bisa suaminya itu bersikap romantis seperti ini. "Koko...," manjanya sambil memeluk Chen. "Thanks you so much."