Bab 2 Bukti Cinta yang Panas
Bab 2 Bukti Cinta yang Panas
“Aku serius ..., Aku selalu serius dengan apa pun yang berhubungan denganmu,” jawab Zio.
Dia masih berusaha tahan. Namun, nalurinya ingin cepat-cepat mencicipi perempuan ini.
“Bagaimana denganmu? Apa kamu mau menikah denganku?” tanya Zio dengan intonasi sedikit tergesa. Dia ingin mengakhiri basa-basi ini.
Viona tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. “Aku mau jadi istri kamu, jadi teman sehidup semati kamu dan menjadi ibu dari semua anak-anak kamu,” ucap Viona tersedu.
Perempuan ini akhirnya menerima ajakan Zio untuk menikah, meskipun masih tahun depan. Walaupun ada sedikit kecewa. Namun, Viona buru-buru menepisnya. Barangkali, Zio memang butuh waktu
Mendengar itu semua tanpa bicara lagi, Zio langsung menarik Viona masuk ke dalam pelukkannya. “Terima kasih, Sayang,” ucap Zio masih terus memeluk Viona.
“Sayang! Lepasin, tidak enak dilihat orang,” kata Viona lalu mendorong tubuh Zio agar menjauh.
“Maaf, Sayang. Aku terlalu bahagia soalnya,” ucap Zio setelah pelukan mereka terurai.
“Hmmm, kebiasaan,” kata Viona sambil mencubit pelan lengan Zio. Dia endus-endus, merasakan aroma parfum pria yang menempel di bajunya.
“Sayang, kamu pakai parfum sebotol ya? Kok, wangi sekali, sampai menempel di bajuku!”
Zio tersenyum saja. Sayang, Viona tak menangkap, betapa senyum itu sangat penuh makna.
Zio mengelus puncak kepala Viona. “Aku masih punya satu kejutan lagi untukmu,” kata Zio membuat Viona penasaran.
“Ikut aku,” jawab Zio lalu mengajak Viona berdiri, meninggalkan Bamboo cafe.
“Sayang! Tidak dibayar dulu?” ucap Viona mengingatkan.
“Suddah tadi, Sayang,” jawab Zio dengan tidak sabaran menarik tangan Viona, menuju mobilnya.
Viona jadi kebingungan. Ini bukan tabiat kekasihnya. Mengapa sangat buru-buru sekali?
Apa mungkin, karena hari ini spesial Zio melamarnya dengan cincin di dalam Ice Nona tadi? Guman Viona dalam hati. Jadi, Zio sedikit tak sabaran menunjukkan kejutan yang lain.
Apakah itu? Apa Zio ingin mengajaknya menonton bioskop?
“Sayang banget chaikwe-nya belum tersentuh,” ucap Viona teringat makanan kesukaannya saat sudah berada di dalam mobil Zio.
Perempuan ini bertopang dagu, teringat dengan chaikwe di Bamboo Cafe. Bahkan, aromanya masih terbayang, karena tadi disajikan masih hangat-hangat.
“Astaga, Sayang, nanti kita bisa beli lagi chaikwe-nya. Sekarang kita lakukan yang lebih penting dulu,” ucap Zio, lalu menarik pelan hidung Viona karena gemas.
“Sekarang kita mau ke mana?” tanya Viona penasaran.
“Ke rumahku,” jawab Zio mulai melajukan mobilnya membelah jalan kota Pontianak.
“Mau apa ke sana, Sayang?” tanya Viona. “Kok ... kita malah ke rumahmu?”
Bukan apa-apa, perempuan ini memang tidak pernah mau jika ke rumah Zio. Itu jika mereka hanya berdua saja. Takut, yang ketiganya setan.
“Kan aku udah bilang tadi, masih ada satu kejutan lagi untukmu. Dan kejutan itu ada di rumah,” jelas Zio tanpa menoleh ke arah Viona, karena ia sedang fokus dengan jalanan yang ada di depannya.
Viona memandang Zio dengan tatapan curiga. Namun, lelaki ini tetap tenang menyetir.
Tidak terasa perjalanan mereka kini sudah sampai di kompleks perumahan Green Aurellia di mana rumah Zio berada.
Zio mematikan mesin mobilnya, begitu sudah memasuki parkiran rumahnya. Dengan tergesa dia keluar, lalu membukakan pintu mobil untuk Viona.
Wuss! Viona merasakan deru napas tak sabaran Zio menabrak mukanya. Feelingnya tidak enak. Dia setengah tak ingin beranjak dari mobil.
“Kita sudah sampai. Kita masuk masuk ke dalam sekarang ya?” kata Zio mengajak Viona dengan lembut.
Melihat Viona yang masih mematung, Zio mengulurkan tangannya. Lehernya mengangguk, meyakinkan Viona.
“Sayang, ini sudah malam, lho. Aku kok tidak enak ya?”
“Sudah, ayo! Kamu lihat kejutanku?”
Viona merasa ragu tapi tak bisa menolak. “Tapi sebentar saja ya, setelah itu antarkan aku pulang,” kata Viona akhirnya.
“Iya, Sayang,” jawab Zio menyetujui permintaan Viona.
Wuss! Kali kedua paparan napas Zio membuat Viona gugup. Paparan napas itu seperti sebuah ... NAPSU yang hendak ditunaikan.
Mereka akhirnya turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah. Saat itulah mata Viona terpesona melihat perubahan renovasi artistik di dalam rumah Zio.
“Rumah kamu kapan direnovasinya, Sayang? Kok tahu-tahu sudah banyak berubah seperti ini?” tanya Viona yang benar-benar tidak tahu.
Sudah lama Viona tidak berkunjung ke rumah Zio, terakhir dua bulan yang lalu itupun bersama teman-temannya.
Viona memang tidak pernah mau bertemu dan berduaan dengan Zio di rumah pria ini. Dan hari ini adalah kali pertama mereka berduaan di rumah Zio.
Itu pun karena kekasihnya bilang ada satu lagi kejutan untuknya dan itu ada di rumah. Kejutan apakah itu?
‘Apa itu barang yang besar sekali, sehingga tidak bisa dibawa ke Bamboo Cafe tadi?’ tanya Viona dalam hati.
Zio tertawa mendengar pertanyaan Viona. “Ya begitu deh kalau jadi perempuan, tapi tidak perhatian dengan kekasihnya. Jadi, tidak heran kalau sampai tidak tahu perubahan rumah kekasihnya,” ucap Zio sengaja menyindir Viona.
“Ya wajarlah, Sayang, kita kan belum sah. Nanti kalau ada setan lewat terus kita kebablasan bagaimana?” seloroh Viona membela diri.
Dia sibakkan rambutnya. Tak sengaja mengenai wajah Zio, yang semakin menegang karena aroma sampo Viona begitu menggoda.
“Iya ... iya ... aku mengalah,” ucap Zio akhirnya, “Ini yang aku maksud satu kejutan lagi untukmu. Semua ini sengaja aku siapkan untukmu,” kata Zio menjelaskan, lalu mulai menuntun Viona menuju tiap-tiap bagian rumah.
Viona tersenyum ketika Zio mengatakan semua perubahan ini dilakukan untuknya. Wanita cantik ini mengikuti kekasihnya dengan mata yang tak henti memperhatikan setiap sudut rumah Zio yang menurutnya luar biasa cantik.
Dari ruang tamu, ruang tengah, dapur dan taman belakang semua tak luput Zio tunjukan kepada Viona. Hingga kini tibalah di kamar utama di mana nanti setelah mereka menikah akan menjadi kamar mereka berdua.
“Selamat datang di tempat ternyaman kita, Sayang,” ucap Zio setelah membuka lebar pintu kamarnya.
Viona tanpa berpikir dua, langsung masuk ke dalam kamar Zio yang nanti akan menjadi kamar mereka berdua.
“Aku suka dekorasi kamarnya,” ucap Viona dengan senyum lebar.
Zio menyeringai, lalu menutup pintu kamar dan segera menguncinya.
Viona menoleh. Seketika, matanya membeliak melihat Zio secara tergopoh melucuti blazernya.
Bajunya, lalu ... celana lelaki ini luruh ke lantai.
Refleks, Viona mundur ke belakang. Sementara tatapan Zio sudah tersenyum mesum padanya.
“Zio, apa-apaan kamu! Jangan gila kamu!”
Zio merentangkan tangannya, lalu telapaknya berdiri, mengkode Viona agar rileks. “Tenanglah, Viona. Aku akan bertanggung jawab. Bukankah kita akan menikah di tahun depan?”
“Jangan mendekat! Kamu tega Zio! Kita sudah komiten menjaga perasaan kita berdua!”
“Aku perlu pembuktian Viona. Aku kan sudah menjagamu sekian lama. Jika kamu memang mencintaiku, kamu pasti akan memberikan hal tersuci itu!” kata Zio. “Kamu cinta tidak sih, sayang?”
“Zio! Jangan lakukan itu, kumohon.”
“Aku yang memohon sayang. Ini demi aku sayang. Aku janji, aku akan pelan-pelan, Sayang.”
Viona terkaget. Apa-apaan Zio? Ucapannya seperti dia sudah sering melakukan ini.
Dek! Viona yang terus mundur, akhirnya kepentok ujung ranjang.
Tanpa menunggu lagi Zio langsung memeluk tubuh Viona dari depan dengan erat. Dengan segera hidung Zio mengendus pada bagian-bagian keindahan Viona.
Viona yang kaget dengan perlakuan Zio yang tiba-tiba, membuat tubuhnya hilang keseimbangan, hingga terjatuh ke springbed dengan posisi Zio yang ada di atasnya.