Bab 9 Bertemu Anak Cantika
Bab 9 Bertemu Anak Cantika
Hari berganti dengan cepatnya, tanpa terasa Bara pagi ini sudah berada di perjalanan menuju ke studio Gymnya lagi. Frank yang masih berada di balik selimut saat ia pergi tadi sengaja tak ia bangunkan, karena pasti Frank akan bangun sekitar jam 10 pagi nanti.
Bara melajukan mobilnya seorang diri. Lagu-lagu musik jaz menggema di dalam mobilnya menemaninya selama perjalanan di pagi yang cerah ini. Bara berniat untuk memakan sepiring gudeg khas Jogja untuk sarapannya pagi ini.
Seperti biasa, Bara akan menjadi pusat perhatian dimana pun ia berada. Dengan wajah tampan dan tubuh yang kekar, ia akan selalu menarik perhatian orang-orang di sekitarnya dengan mudah. Apalagi ia saat ini hanya datang seorang diri tanpa Frank atau siapa pun yang menemaninya.
"Bu, yang biasa 1 ya!" ucap Bara kepada ibu-ibu setengah baya yang sedang tampak sibuk meladeni para pembeli.
"Eh, nak Bara. Sendirian saja ya?"
Bara mengangguk, "Iya, Bu! Aku kan memang belum ada teman hidup, lagi mencari. Hehehe – "
Bara memang suka bercanda, ia bahkan telah mengenal ibu penjual gudeg itu selama hampir 1 tahun belakangan ini. Tentu saja ia tahu sekali bahwa maksud pertanyaan ibu tadi adalah Frank, temannya yang merupakan langganan dari gudeg ibu ini juga.
"Hahaha ... Nak Bara bisa saja, masa’wajah ganteng seperti itu tidak ada yang mau!"
"Iya, aku juga bingung ini.Atau ... Mungkin ibu ada anak gadis?" Bara masih membercandai ibu itu sambil menerima piring gudeg pesanannya.
"Sama ibu saja, bagaimana?Hehehe – "
"Ah ibu, nanti suaminya marah!Hahaha ..."
Bara dan ibu itu tertawa, para pembeli yang lain lantas ikut tersenyum mendengar obrolan 2 orang itu yang bercanda begitu akrab. Beberapa pengunjung wanita di sana tampak tersipu saat Bara melemparkan senyuman manisnya kepada mereka. Ia masih menyantap gudegnya dengan santainya walau ia sudah menjadi pusat perhatian orang-orang sejak tadi.
"Nak Frank sudah lama ya tidak kelihatan" Ibu itu masih bercakap kembali dengan Bara karena ia sudah mulai lengah usai memberi semua pesanan pembelinya.
"Iya, tadi dia masih tidur. Maklum Bu, anak lanang."
"Nak Bara juga anak lanang kan, tapi rajin bangun pagi. Hampir bersamaan dengan ibu yang keluar dari rumah untuk berualan!"
"Oh ya? Kalau begitu aku cocok juga untuk berjualan seperti ini, ya!?"
"Kalau penjualnya seganteng nak Bara, yang beli pasti cuma sibuk memandang wajah nak Bara saja, tidak jadi beli ..."
"Hahaha – Ah ibu bisa saja!"
Tanpa terasa gudeg di piring Bara pun habis, ia lalu meminum air mineral botolan yang tersedia di atas meja untuk mengakhiri ritual sarapannya.
"Ini, terima kasih ya, Bu!" Bara memberikan piring kosongnya dan selembar uang 50 ribuan kepada sang ibu. "Kembaliannya buat ibu saja, buat jajan lipstik. Hehehe – "
"Ah nak Bara! Terima kasih, ya!"
Bara mengangguk, lalu pamit dan kembali ke mobilnya yang berada di pinggir jalan. Ia lantas menghidupkan mesinnya dan langsung melanjutkan perjalanannya ke studio Cipta Raga.
Bara kemudian sampai di area studio nya hanya dalam waktu 15 menit. Ia lalu memarkirkan mobil Nissan Juke miliknya itu dan menyapa sekilas Erza yang sedang bermain ponsel lalu memasuki gedung berlantai 4 itu.
Bara kemudian menuju ruang ganti, mengganti pakaiannya dengan kaos shirtless tanpa lengan yang seperti biasa ia pakai setiap hari bila sedang di studio. Ia lalu melakukan workout ringan sembari menunggu para member didikannya datang. Entah angin apa yang menegurnya hingga tanpa sadar Bara menoleh ke arah luar ruangan Gym tersebut dan melihat Cantika bersama seorang anak laki-laki, mungkin sekitar berumur 7 tahunan. Mereka tampaknya baru datang dan sedang menuju tangga ke lantai 3. Wajah Bara langsung berbinar semringahmelihat sang pujaan hatinya sudah datang hari ini.
Tapi, Bara sedikit bingung, siapa anak yang Cantika bawa bersamanya hari ini. Sekilas ia ingat ucapan Frank kemarin, otaknya mulai berpikir dan menerka apa benar bahwa Cantika memang sudah menikah?
Bara bergegas keluar dari ruangannya, ia tak pedulisiapa pun anak itu, ia berinisiatif ingin mendekatinya. Mungkin saja ia bisa beruntung melalui anak itu sebagai jembatan untuk ia agar lebih dekat dengan Cantika.Bata yang sudah menggebu itu kemudian naik ke atas, menyusul Cantika karena memang jam ia melatih masih 2 jam lagi.
Bingo!
Waktu yang tepat.
Ruangan yoga itu masih sepi. Ia melihat Cantika dan anak tadi sedang berdua saja di ruangan yoga.
"Eheemm ... " Bara masuk dengan gaya coolnya berharap Cantika akan terpesona dengannya pagi ini. "Hai, Cantika!"
Cantika dan anaknya sontak menoleh ke arah sumber suara, mendapati Bara dengan gaya percaya dirinyamenghampiri mereka berdua.
"Halo, ganteng!" Bara menyapa dan mengusap rambut Enggar.
"Halo, om – " Enggar yang pintarbalas menyapa ramah. Sedangkan Cantika hanya tersenyum tipis, ia bingung mau bicara apa karena ia lupa siapa nama laki-laki ini.
Cantika masih diam, berdiri disamping anaknya memegang tangan Enggar di genggamannya. Menunggu apa yang akan di lakukan Bara di sini.
Bara yang sok kenal dan sok akrab itu pun langsung berjongkok, mensejajari dengan tinggi Enggar.
"Siapa nama kamu anak cakep?"
Enggar menoleh kepada Cantika, seolah meminta persetujuan untuk menjawab pertanyaan dari Bara. Cantika pun hanya tersenyum sembari mengedipkan matanya pertanda bahwa Enggar boleh berbicara padanya.
"Enggar, om!"
"Wah ... Nama kamu bagus sekali, kalau om namanya Bara!" Dengan percaya dirinya yang tingkat tinggi Bara memberi tahu namanya padahal Enggar tak bertanya.
"Umur Enggar berapa?"
"7 tahun, om"
Cantika masih tersenyum dan diam saja melihat interaksi mereka berdua. Ia baru ingat lagi bahwa nama laki-laki kekar di hadapannya ini adalah Bara – setelah Bara menyebutkannya tadi.
"Mau tidak, ikut om ke lantai bawah. Di sana banyak hal-hal seru buat anak laki-laki pintar seperti Enggar!"
"Apa?"
"Apa saja yang Enggar suka! Olahraga, main, apa pun. Nanti om yang akan mengajari, bagaimana?" Bara memegang tangan Enggar sambil mendongak ke atas melirik Cantika.
"Mau!" Enggar tertarik.
Enggar menoleh lagi ke arah mama nya, meminta izin agar ia bisa ikut dengan Bara. Namun Cantika menggeleng.
"Boleh ya, ma?" Ucap Enggar seolah ia memohon dengan tatapan memelasnya.
"Tapi Enggar kan belumtahu di bawah ada apa – "
"Iya makanya Enggar mau lihat!"
Cantika menghela nafasnya pelan, ia sungguh tidak tega menolak setiap keinginan Enggar, apalagi jika anak semata wayangnya itu sudah menampilkan wajah memelas nan menggemaskan seperti itu.
"Tapi sebentar saja, ya"
Enggar langsung menerbitkan senyuman senangnya dan langsung melepas pegangan tangan dari Cantika. "Ayo, om ...’ ajak Enggar antusias..
Bara juga tersenyum senang, ia berdiri dan langsung meraih tangan Enggar untuk ia pegangi.
"Bya, ma!" Enggar lalu berjalan bersampingan dengan Bara yang berbadan besar itu.
Cantika menghela nafasnya lagi, melihat 2 orang itu yang mulai berjalan keluar ruangannya. Ia bukannya tidak suka. Tapi Bara adalah orang yang baru ia kenal, bahkan baru bertemu sekali. Namun Enggar, anak itu langsung merasa percaya dan mau mengikuti Bara walaupun baru mengenalnya.
Cantika kemudian menghilangkan pikiran negatifnya. Ia beralih melanjutkan aktivitasnya, berganti pakaian dan menunggu para member lainnya datang.