Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Memori Siska (Percintaan Frustasi)

Bab 7 Memori Siska (Percintaan Frustasi)

Setelah penolakan yang di lakukan Bara pada dirinya, Siska kemudian pulang meninggalkan Apartemen itu, ia bersedih mengapa Bara sedikit pun tak memberikan kesempatan padanya untuk menjelaskan apa yang terjadi. Bara yang begitu ia cintai, laki-laki yang secara fisik sangat memenuhi kriterianya itu sungguh sudah berhasil merebut hatinya sejak awal. Bara yang memiliki kesempurnaan sebagai laki-laki itu nyatanya tak mampu membuat Siska melepasnya begitu saja.

Ia berjalan lesu meninggalkan Apartemen Bara, dengan langkah gontai bagai raga tanpa nyawa ia turun ke bawah dengan hati yang pedih. Sejak awal saat ia menginjakkan kakinya kemari, Siska sudah merasa tak yakin bahwa Bara akan berbicara padanya. Pengkhianatan yang ia lakukan memang tak bisa begitu saja akan Bara lupakan. Apalagi dengan mata kepalanya sendiri Bara melihat Siska sedang bergumul dan bercumbu dengan laki-laki lain.

Jadi, sangatlah pantas jika Bara langsung mencampakkan dan meninggalkan Siska begitu saja karena telah berbagi kehangatan dengan pria lain.

"Mengapa kau begitu jahat padaku, Bar!" Siska merasa kesal dan memukul-mukulsetir mobilnya saat ia sudah berada di dalam mobilnya di parkiran. Siska masih berdiam dan belum menjalankan mobilnya karena masih menyesali diri atas penolakan Bara tadi.

Siska menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya pada benda yang berbentuk bulat itu, seketika ia mengingat kejadian saat Bara memergokinya pada saat itu. Siska ingat betul betapa murkanya Bara ketika mendapatinya dengan pria yang separuh baya usianyasedang bercinta di atas ranjang di kamarnya. Bara yang saat itu datang bermaksud ingin mengajaknya untuk dinner romantis malah mendapati dirinya sedang berpeluh menyatu bersama pria lain.

"Bangsat!"

Siska ingat betul kata-kata makian dari mulut Bara saat ia menarik paksa laki-laki itu dari atas ranjangnya. Ranjang yang juga sering mereka gunakan untuk menghabiskan malam bersama. Bara yang sudah terbakar emosi itu langsung meninju, memukul, dan menendang laki-laki yang sedang dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun itu. Seakan tanpa ampun ia menyeretnya dan membawa laki-laki itu keluar tanpa memberinya kesempatan untuk berpakaian terlebih dahulu. Hanya sebuah selimut, yang ia ambil saat Bara dengan paksa menendangnya keluar untuk menutupi tubuh bagian bawahnya itu.

"Kau sebegitu rendah kah, hah? Sampai masih mencari pria hidung belang!"

"Apa aku kurang memuaskanmu? Apa aku kurang perkasa? Dasar jalang!!"

Bara saat itu benar-benar marah dan emosi, bahkan kata-kata wanita ‘jalang’ masih sampai sekarang Siska ingat, sungguh menusuk hatinya.

Tak ada yang bisa Siska lakukan selain menangis saat itu, dengan badan polos tanpa pakaian, Bara langsung memaksa Siska untuk bercinta dengannya secara kasar dan keras.

Bara langsung mendorong tubuh Siska ke arah dinding, melepaskan semua pakaiannya lalu memaksa Siska untuk berbalik menghadap dinding. Bara meremas dengan kasar dada Siska pada saat itu, ia mencium, mengendus dan menggigit bahu Siska yang sudah bergetar karena tangisannya itu, meninggalkan jejak amarah yang sangat Siska ingat sampai hari ini.

"Aku akan menghukummu, Siska! Aku akan menghancurkan tubuhmu malam ini, aku akan tunjukkan seberapa perkasanya aku di banding laki-laki tua bajingan itu!"

Bara lalu menjambak rambut Siska dengan kuat. Ia menarik bokong Siska dengan eratnya agar menghadap ke miliknya. Dengan sangat kasar dan tanpa aba-aba Bara langsung mengentakkan Siska dari belakang dengan satu sentakkan kerasnya. Membuat Siska yang kala itu sedang menangis, menjadi menjerit karena rasa pedih dan perih yang di buat Bara pada bagian bawah tubuhnya. Bara yang sudah sangat emosi itu menggempur tubuh Siska dengan sangat kuat dan frustasi. Kekecewaan, kekesalan, dan amarahnya bercampur menjadi satu lewat penyatuan yang teramat sangat kasar dan sakit itu.

Sampai saat ini Siska masih ingat, betapa kuatnya Bara mengentakkan dirinya sampai membuat tubuh bagian depannya tergesek dengan dinding dan rasa terbakar nan perih di dalam inti tubuhnya

"Bara ... Sakit!"

Raungan dan jeritan dari Siska sedikit pun tak pernah Bara gubris. Ia bagaikan laki-laki tanpa ampun yang sedang menghukum Siska dengan persetubuhan frustasi itu. Siska mengerang hebat, tak kala gelenyar menggelitik dari tubuhnya sudah mulai menuju ke pelepasan, namun Bara tak ingin menghukum Siska sampai di situ saja. Ia segera mencabut miliknya dan membalik tubuh Siska lalu mendorongnya lagi ke atas ranjang empuk itu, Bara tak peduli bahkan saat tubuh Siska sudah melemah pun ia masih menyeret kaki Siska untuk membawa naik ke pundaknya.

Lagi-lagi Bara menyerang Siska dengan kuat dan kasar, membuat wanita itu memejamkan matanya seraya tangannya mencengkeram erat sepreidengan kencang. Air mata Siska yang jatuh dari sudut matanya membuat Bara tak peduli dan tetap menghukumnya.

"Katakan, apa kau belum puas?"

Bara berteriak, namun tak menghentikan dirinya untuk memaju mundurkan bokongnya menyentak Siska. Bara merasa berkedut, namun ia tak akan membuat ini berakhir dengan cepat.

Bara lalu mencabut miliknya lagi, dan memberi jeda beberapa menit agar kejantanannya tak segera menyemburkan liquid kemarahannya. Bara lalu mencengkeram erat rahang Siska, mencium dan menghisap dada serta lehernya dengan sangat pedih sampai meninggalkan jejak kebiruan di sana.

Lagi, ia menarik kaki Siska hingga berpijak di lantai, sementara tubuh bagian atasnya menelungkup diatas kasur. Dengan sekali sentakan yang sangat keras, ia kembali menjejali Siska dengan keperkasaannya yang sudah kembali mengeras itu. Siska berteriak, memohon ampun pada Bara, meneriakkan bahwa takkan ada lagi perselingkuhan seperti ini terjadi. Bara semakin mengeratkan pegangannya pada pinggang Siska dengan keras saat dirasanya ia sudah akan mencapai klimaksnya. Nestapanya ia salurkan melalui liquid kemarahan yang akan menjadi hukuman tak terlupakan bagi Siska sampai kapan pun. Hukuman yang merupakan percintaan terakhirnya dengan Siska sampai Bara benar-benar takkan membuka hatinya lagi untuk Siska.

Dan hari ini, tepat 3 minggu setelah kejadian itu, Siska masih mendatangi dan menghubungi Bara untuk kembali meminta agar Bara tak mengakhiri apa yang sudah terjadi diantara mereka. Siska masih sangat menaruh harapan yang besar pada Bara agar mereka dapat kembali bersama memperbaiki apa yang sudah rusak akibat ulah Siska.

Cukup lama ia memutar kenangan buruk itu, Siska kemudian menghidupkan mobilnya dan melaju meninggalkan area Apartemen Bara. Ia menangis, bersedih sembari menyetir mobil membelah jalanan kota Jogja yang tak pernah sepi itu. Meratapi betapa bodohnya ia telah menduakan Bara yang sangat sempurna itu demi seorang laki-laki yang usianya sangat jauh diatasnya.

Drrt ... Drrt ...

Ponsel Siska bergetar, menyadarkan dirinya dari lamunan tentang ratapan penyesalannya. Siska kemudian melihat ke layar ponselnya –‘Mas Bram’, nama yang tertera disana.

"Halo –" Jawab Siska dengan suara paraunya akibat tangisannya.

"Dimana, sayang? Kau jadi kemari, kan?" Ujar laki-laki itu.

"Ya, aku masih di jalan, Mas!"

"Oke, cepat sampai, ya! Aku punya sesuatu untukmu!"

"Iya, sebentar lagi"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel