Bab 6 Insiden Apartemen
Bab 6 Insiden Apartemen
Bara sama sekali tak terpengaruh, ia bahkan memalingkan wajahnya ke tempat lain. Sedangkan Frank, tentu saja sangat menikmati adegan itu. Selesai memakai G-string berwarna hitam tersebut, Tante Eva juga memakai gaun ketatnya tadi dan melapisinya dengan coat abu-abu sebagai luarannya. Ia kemudian berdandan sebentar, sekedar memoleskan foundation ke wajahnya dan lipstik ke bibirnya.
"Tante pulanglah. Ini sudah larut!" Bara akhirnya bersuara. Ia sungguh muak melihatnya berada di sini.
"Tentu, Bara! Aku memang ingin segera pulang!" jawab Tante Eva dengan santai.
"Bye, sayang!" Tante Eva mengecup bibir Frank lagi. Frank hanya mengangguk dan membiarkan wanita itu pulang meninggalkan apartemen ini.
Bara hanya memandang datar ketika Tante Eva melewatinya dan tersenyum genit padanya. Ia bukan tak menyukai Tante Eva, hanya saja wanita itu terlalu agresif untuk ukuran seumuran dirinya. Walau sebenarnya Bara sudah mengenal Tante Eva lebih lama dari pada Frank, tetapi Frank kini malah lebih dekat secara intim dengan Tante Eva.
"Kau mau sampai kapan jadi pemuas nafsu Tante Eva, hmm?" Bara ketus, lalu mendudukkan dirinya di sofa melewati Frank.
"Sampai aku puaslah!" Jawab Frank santai dan ikut mendudukkan dirinya di sofa sebelah Bara.
"Cih! Kau rupanya benar-benar sudah tergoda pada Tante Eva, ya? Kau bukan hanya sekedar mencari uang lagi, Frank ..."
"Bagaimana aku tak tergoda, Bar, dia royal, tubuhnya oke, belum lagi gairahnya hot sekali. Memang betul kata orang,yang tua yang lebih berpengalaman!" Frank menyeringai, mengingat betapa hebatnya percintaan mereka tadi. Tante Eva memang tak sekedar cantik secara fisik saja, ia juga sangat pandai memuaskan Frank di atas ranjang.
Bara menghela nafasnya kasar, tak menyangka bahwa temannya ini sudah sungguh sangat terjatuh dalam lingkup dunia kotor itu. Walaupun dulu dirinya-lah yang mengajarkan Frank tentang ‘pekerjaan’ itu, tetapi malah Frank-lah yang menjadi lebih expert di banding dirinya.
"Bertobatlah, Frank! Kau nanti pasti menyesal sudah menyia-nyiakan masa muda mu ini.Wajah tampanmu itu bisa kau gunakan untukmendapatkan wanita yang bahkan lebih muda dan lebih cantik dari Tante Eva!" Bara menasihati Frank sambil berjalan ke area tool bar dan mengambil sebotol wine serta 2 gelas kecil untuk mereka minum.
"Ya ampun, Bar ... Kau lupa siapa yang mengajariku dulu,Heh – sekarang malah kau yang berlagak sok menasehati!" rungut Frank sembari menerima gelas kecil yang sudah berisi wine dari Bara.
"Ck, justru itu aku mau menyadarkanmu. Agar bisa kembali benar seperti aku. Aku sekarang hanya akan fokus pada Cantika saja!"
Seketika tawa Frank meledak, mendengar Bara yang sok bijak bicara padanya. Terlebih lagi karena nama Cantika yang disebutnya.
"Hahaha – kau sungguh percaya diri, ya? Cantika saja belum tentu menyukaimu. Eh, kau sudah sok fokus segala. Ya ampun, Bara ... Espektasimu ketinggian" Frank mencibir Bara, dan masih menertawai Bara dengan tanpa bebannya.
"I’m serious! Cantika sungguh memenuhi segala kriteriaku. Aku harus mendapatkannya bagaimana pun caranya.
Bara kemudian menenggak minumannya dalam sekali tenggak, ia menyesap rasa kecut dan sedikit pahit dari alkohol tersebut saat melewati tenggorokannya. Lalu merogoh ponsel yang ada di saku celananya karena benda pipih itu bergetar di sana. Bara melihat layar ponsel tersebut, Tiara – sepupunya yang meneleponnya.
"Halo, Ra?" Bara segera mengangkat telepon tersebut dan beranjak menjauh dari Frank menuju balkon Apartemen.
"Kak, Bulan mabuk lagi" Tiara langsung todopoint.
Bara menghela nafasnya samar begitu mengetahui maksud dari Tiara yang meneleponnya. "Kalian ke bar lagi?"
"Iya, tujuan awal hanya untuk menghibur diri karena kami terlalu bosan berada di kamar, tapi Bulan malah keasyikan minum sampaitakmau pulang. Dia bahkan hampir bertengkar dengan sesama pengunjung disana. Untunglah bodyguard yang kenal denganku itu membantu" Tiara kesal.
"Kalian itu kan sudah tahu bahwa diri lemah dengan alkohol, kenapa juga kalian masih ke sana? Banyak kan tempat lain selain di sana!" Bara terdengar kesal.
"Mana dia? Sini, aku mau bicara!"
"Dia tidur kak, suda seperti biasanya" Jawab Tiara
"Ck! Anak itu," decak Bara. Ia sungguh-sungguh tak habis pikir dengan tingkah buruk Bulan. Selalu seperti ini, usianyayang kini baru memasuki 22 tahun, membuat Bara sangat khawatir dengan sesuatu yang buruk dan takut akan menimpa Bulan. Apalagi Bulan sedang tak tinggal dengan ibunya saat ini.
"Nanti kalau dia sudah terbangun, kau katakan saja padanya bahwa aku menyuruhmu menghukumnya, Ra! Terserah kau mau apakan dia. Kunci di kamar mandi bila perlu. Katakan saja ini perintah kak Bara!"
"Iya-iya, Kak!"
"Ya sudah ya, thanks! Kalian jaga diri" Bara kemudian mengakhiri sambungan telepon mereka.
‘Dasar Bulan, sudah berani mabuk rupanya dia!’ Gumam Bara sambil berjalan masuk kembali ke dalam rumah.
"Hei, kenapa wajahmu kau lipat seperti itu, ada masalah?!" Tegur Frank begitu ia melihat Bara kembali masuk dengan raut wajah kesal.
"Biasa, adikku!Sudah mulai banyak ulah dia!"
"Sudahlah, biarkan saja, yang penting dia bisa menjaga diri" Frank beranjak dan berjalan ke dapur bertepatan dengan suara di pintu utama mereka di ketuk.
Tok ... Tok ...
"Bar, ada orang!"
Bara pun kemudian beranjak dari tempat duduknya dan menuju ruang tamu untuk segera membuka pintu apartemennya.
Ceklek!
Wajah Bara langsung berubah ekspresi. Datar, dingin, dan kelihatan tidak suka dengan orang yang datang bertamu saat ini
"Bar!" Sapa wanita yang berada di luar pintu.
"Why you here?" Jawab Bara datar.
"Aku mau berbicara denganmu sebentar, Bar"
Bara langsung masuk lagi ke dalam meninggalkan Siska – mantan kekasihnya dulu, tanpa merespons perkataan wanita itu.
Siska yang tak di respons kemudian langsung ikut masuk, mengejar Bara dan bersikeras ingin berbicara dengannya.
"Bar, sebentar saja! Aku mau bicara ..." kejar Siska
"Tak ada lagi yang perlu kita bicarakan, it’s over, Sis!"
Bara sungguh tak peduli, ia benar-benar sudah tak ingin membuang waktunya untuk meladeni Siska. Meski Siska terus memohon dan mengejar dirinya, tapi pengkhianatan yang di lakukannya tak pernah Bara lupa.
"Please, sekali ini saja. Biarkan aku menjelaskan yang sebenarnya, Bar! Please – " Siska memegang lengan Bara dan tatapan memohon. Walau sedikit pun tak digubris laki-laki itu, ia tetap berbicara meminta waktu kepada Bara.
"No!" Bara melepas tangan Siska dari lengannya secara kasar, "Go awayfromme!Aku tak ingin melihatmu lagi, Siska!" Perintah Bara yang langsung menggiring Siska untuk berjalan keluar pintu, mengusirnya dengan sangat tak berperasaan.
"Bar, dengarkan aku dulu – "
Bam!
Bara langsung menutup pintu itu dengan kasarnya. Tak peduli bahkan Siska memelas dan memohon kepadanya. Seolah tak ada lagi yang bisa di bicarakan, seolah Siska adalah toxic yang harus dia buang segera.
Bara yang keras hati benar-benar tak memberikan kesempatan lagi pada Siska walau hanya untuk sekedar berbicara. Pengkhianatan hingga berujung perselingkuhan itu sampai detik ini masih Bara ingat.