Bab 13 Kalian Sedang Pacaran, ya?
Bab 13 Kalian Sedang Pacaran, ya?
"Apa yang mau kau lakukan, Bara!" Cantika berusaha mendorong. Namun besarnya badan Bara dan minimnya tenaga Cantika tak membuat laki-laki itu bergeser sedikit pun.
"Mundur –"
Cantika menatap Bara dengan pandangan dinginnya, datar dan tak bergeming. Ia seakan mengancam bahwa dirinya pun tak takut kepada Bara saat ini.
"Jangan coba-coba bersikap kurang ajar padaku!"
Bara menggeleng, Cantika salah paham, ia tak bermaksud untuk melakukan apa-apa. Bara hanya ingin menggodanya dan ingin melihat ekspresi cantik wajah Cantika dari dekat.
"Aku ..."
"Mama ..." Teriak Enggar tiba-tiba dari ujung koridor dekat tangga.
Bara dan Cantika seketika menoleh ke arah suara nyaring milik Enggar itu. Membuat Bara tak jadi melanjutkan kata-kata yang ingin ia ucapkan pada Cantika.
"Kalian sedang pa? Sedang pacaran yaaa ...?" Enggar berteriak lagi.
Sontak saja Bara dan Cantika saling bersitatap mendengar perkataan Enggar. Wajah cantik Cantika yang sejak tadi sudah merona, kini kembali bertambah merah merona oleh perkataan anaknya sendiri.
Bara mengulum senyum, iya kembali menoleh ke arah Enggar dan mengangguk pasti. Membuat Enggar memberikan jempol mungilnya dari jauh kepada Bara.
"Kau ..." Lagi-lagi Cantika melotot kepada Bara melihat apa yang dia lakukan.
Secepat kilat Cantika langsung mendorong tubuh Bara ke belakang dan pergi dari kurungan tangan kekar laki-laki itu. Bara terkejut, ia lengah hingga membuat Cantika bisa mendorong tubuh besarnya itu. Bara masih tercengang melihat Cantika yang langsung berjalan ke arah Enggar dan mengajak anaknya itu turun.
"Bye ... om Bara ..." Enggar sempat-sempatnya melambaikan tangannya pada Bara di saat mamanya sedang kesal terhadap laki-laki itu.
Ya, Enggar yang masih kecil itu belum paham dengan situasi yang terjadi antara orang dewasa. Bara tersenyum gemas, ia cekikikan karena Enggar yang menganggapnya sebagai kekasih mamanya.
Ia kemudian kembali ke ruangan yoga dan mengambil tas serta ponsel miliknya tadi. Lalu kembali keluar dan turun menuju studio Gym nya kembali.
Hari-hari Bara memang selalu berlalu seperti ini, ia bahkan kebanyakan menghabiskan waktunya di tempat ini ketimbang kelayapan seperti Frank yang suka menggoda gadis-gadis. Laki-laki bertubuh kekar itu memang idaman para wanita, tapi Bara sedikit pun tak pernah memanfaatkan ketampanannya itu untuk mempermainkan wanita. Terbukti selama ini ia hanya menjalin hubungan dengan 1 wanita, yaitu Siska – yang kini malah mengkhianatinya.
Setelah ia kembali ke studio dan membersihkan dirinya dari kucuran keringat, Bara berencana untuk pulang ke Apartemennya setelah ini. Tapi sebelumnya ia ingin menyelesaikan beberapa kelasnya bersama member di tempat ini.
Ya, kadang Bara sampai mengajar 3 sesi dalam waktu 1 hari, tergantung dari jadwalnya.
Seharian ini Bara terlihat tak fokus, kepalanya hanya terisi oleh wajah dan ekspresi dari Cantika tadi. Raut wajah kesal dari wanita itu sebelum ia pergi bersama Enggar tadi berhasil menyita segala fokusnya. Ia merasa khawatir, apakah Cantika benar-benar marah padanya atau tidak.
‘Apa Cantika benar-benar marah padaku, ya?’ Bara terus melamun di sela-sela kelasnya.
Ia menghela nafasnya pelan. ‘Aku jadi khawatir nanti dia sudah tak ingin bertemu denganku lagi’ masih memikirkan Cantika hingga panggilan dari orang lain pun tak ia dengar.
"Bang ... Bang Bara ..."
Bara langsung terlonjak kaget dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya. "What’s wrong with you? Sejak tadi hanya melamun saja, Bang" Adit menegurnya. "Ah, Tidak apa-apa, Dit!"
"Kalau Bang Bara sedang tidak enak badan, lebih baik pulang saja! Kelas kan juga sudah mau selesai sebentar lagi" Adit memberi saran. Ia kira Bara sedang tidak enak badan karena terlihat lesu dan diam sejak tadi.
"Hari ini memang melelahkan sekali, aku juga sangat mengantuk saat ini"
Adit tertawa mendengar alasan dari Bara. Jelas-jelas ekspresi Bara bukan seperti menunjukkan orang yang sedang mengantuk
"wah, pasti semalam enak-enakkan sampai tak tidur ya, begadang. Hahaha ..."
Bara ikut tertawa mendengar candaan Adit. Yang dimaksud Adit dengan ‘begadang’ adalah tentu saja bukan begadang karena tak tidur seperti orang pada umumnya, melainkan bercinta bersama kekasih.
"Hahaha – Kau bisa saja, Dit!"
Bara kembali memberikan pengarahan kepada pada member nya, lalu setelah mereka semua selesai dengan workout mereka, ia pun ikut berganti pakaian dan segera pulang ke apartemennya.
Seperti biasa ia akan pulang sendirian mengendarai Nissan Juke miliknya. Walaupun tadi Frank sempat mendatanginya, namun jangan ditanya. Lagi-lagi, laki-laki blasteran itu pasti sudah melanglang buana entah ke mana. Bersama pacarnya yang tante-tante itu, atau PDKT bersama mahasiswi magang yang di ceritakannya tadi.
Ya, Frank dan Bara memang sangat jauh berbeda. Bagaikan bumi dan langit.
Bila Frank adalah kucing garong yang bisa makan ikan asin sekalipun, lain halnya dengan Bara. Ia seperti sejenis kucing rumahan yang hanya akan makan dari produk makanan kucing terbaik. Namun itulah hebatnya. Perbedaan tak menghalangi pertemanan di antara mereka berdua.
Tepat pukul 5 sore, Bara akhirnya pulang.
Sebelumnya ia sudah mampir ke minimarket tadi, dan membayar ‘hutangnya’ kepada mbak-mbak kasir di minimarket tersebut.
"Thank’s ya, mbak!" ucap Bara dengan sopan.
"Iya mas, tidak apa-apa! Lagi pula kasihan anaknya nanti menangis kalau jajanannya di tahan. Hehehe –"
"Ah, mbak bisa saja! By the way, aku masih single loh" Jawab Bara yang sukses membuat sang kasir terperangah mer
Ia kembali berkendara dan akhirnya sampai di Apartemennya pukul 5 sore. Bara lalu memasuki lobby menyapa satu dua orang yang berpapasan dengannya. Entah satu unit atau satu lantai atau bahkan di gedung yang lain, Bara akan senantiasa menyapa para tetangganya itu.
Mood Bara langsung berubah seketika, ketika ia baru saja berbelok dari ujung koridor lantainya dan melihat Siska yang lagi-lagi mendatanginya. Sudah kepalang tanggung, mau kabur juga tak bisa karena Siska sudah melihat dirinya. Bara lalu melanjutkan langkahnya menuju unitnya dan mengabaikan Siska.
"Bara, please! Dengarkan aku sekali saja ..."
Bara menghela nafasnya lelah, "Cukup, Siska! Aku tak ingin mendengar apa pun lagi. Pulanglah!"
Bara lalu membuka pintu Apartemennya, dan tanpa di duga Siska tiba-tiba langsung sujud sambil memegang sebelah kakinya agar Bara tak melangkah masuk dan mengusirnya lagi.
"Bar, Aku tak memiliki hubungan apa-apa lagi dengannya. Please ... I still love you!"
Siska benar-benar sudah kehilangan akal, ia bahkan mau merendahkan dirinya dan bersujud kepada Bara. Sungguh di luar nalar bagi Bara. Bagaimana bisa Siska sampai memeluk kakinya hanya karna ingin menjelaskan pengkhianatan yang sudah jelas-jelas ia lihat sendiri.
Bara meraih lengan Siska dan menyuruhnya berdiri. Lalu mencengkeram kasar lengan wanita itu.
"Tak ada yang perlu di jelaskan. Jangan berharap kau bisa kembali lagi padaku, Sis! Kita sudah selesai sejak hari di mana kau bercinta dengan tua bangka bajingan itu!"
Suara Bara dingin, datar. Seolah ingin memperingatkan bahwa ini terakhir kalinya mereka akan bertemu dan berbicara seperti ini.
"Jadi, berhenti omong kosong dengan berkata kau masih mencintaiku!"
"Aku masih sangat mencintaimu, Bar! Aku khilaf. Please, beri aku satu kesempatan lagi!" Siska masih memohon. Ia sangat berbinar, bahkan suaranya berat menahan tangis.
"It’s over, Sis ..."