Bab 12 Pertengkaran Siska dan Bram
Bab 12 Pertengkaran Siska dan Bram
Sementara itu di hari yang sama, Siska dan Bram malah belum terbangun dari tidurnya padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang seperti ini. Ia masih tampak pulas terbalut selimut bersama Bram setelah bercinta semalaman. Entah berapa ronde Bram menggempur tubuh Siska hingga mereka benar-benar kelelahan seperti ini. Sama-sama tidur dalam keadaan polos sampai pagi.
Suara deringan alarm di ponsel Siska sejak tadi tetap saja tak membangunkan dirinya, hanya Bram yang tampak menggeliat sedikit karena bising suara alarm tersebut. Bram mengerjapkan matanya menetralkan cahaya yang masuk ke kornea matanya. Hari yang sudah sangat terang tentunya walau gorden masih tertutup. Tangannya meraba-raba ponsel Siska yang terletak di sela bantal wanita itu, lalu mematikannya.
Bram kemudian menarik dirinya untuk duduk, menoleh ke arah Siska yang sedikit pun belum ada tanda-tanda akan bangun. Laki-laki yang dalam keadaan tanpa mengenakan pakaian itu pun kemudian bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk segera membasuh wajahnya, lalu ke sudut ruangan dan meminum air putih, membasahi tenggorokannya.
Ia berjalan lagi ke arah ranjang dan mengambil ponsel Siska di atas sana. Tertarik untuk melihat apa yang ada di dalam benda pipih milik Siska itu. Bram lalu kembali ke sudut ruangan dan duduk santai di sana, ia memantik rokok dan menyesapnya. Bram langsung membuka ponsel itu, ia lalu menelusuri segala yang ada di sana, terutama pesan whatsapp.
Rahang Bram mengencang, ia mulai tersulut emosi. Matanya masih menatapi ponsel Siska dan membaca setiap pesan yang ada di sana. Rupanya Siska masih mengirimkan pesan kepada Bara.
‘Sialan, dia masih berhubungan rupanya dengan instruktur itu!’ Batinnya.
Bram bergeming, ia masih pada posisinya saat Siska mulai menggeliat dan bangun. Siska lalu menoleh ke arah ranjang kosong, dan seketika matanya menuntun ke sudut ruangan di mana tempat Bram sedang duduk telanjang dan memegang ponselnya. Siska membelalak, ia langsung membangunkan badannya yang terasa pegal itu dan beranjak ke arah Bram. Dengan cepat Siska ingin merebut ponsel tersebut dari tangan Bram.
"Mas Bram, kembalikan ponselku!”
Bram langsung berdiri dan tetap menahan ponsel Siska di tangannya.
"Heh! Rupanya kau masih mengirimkan pesan pada laki-laki bajingan itu, hah?” Bram meninggikan suaranya. Ia mulai marah dan kesal kepada Siska.
Siska pun langsung kembali ingin merebut benda pipih di tangan Bram itu. Namun secepat kilat Bram menangkis tangan Siska. "Kau benar-benar jalang Siska, apa kau tak ingat dengan kejadian tempo hari saat dia mempermalukan aku? Kau tak ingat, hah!?” Bram menjambak rambut Siska hingga wanita itu mendongak ke atas meringis kesakitan.
"Aku hanya meminta maaf padanya, Mas!” Siska masih menjawab dalam kesakitannya. "Untuk apa? Kau masih ingin kembali padanya? Hah?!”
"Aw! Sakit –"
Bram kemudian melepaskan jambakannya dan mendorong badan Siska hingga wanita yang juga dalam keadaan telanjang itu terduduk di lantai.
"Aku ingatkan lagi, Siska! Tinggalkan laki-laki itu ...”
"Kembalikan ponselku –" Siska kembali meraih ke arah tangan Bram. Plak!
Tamparan keras melayang ke pipi mulus milik Siska sampai membuat ia menoleh ke samping.
"Cukup sampai di sini Siska! Jangan memancing kemarahanku!” Bram lalu melempar ponsel Siska ke lantai dalam keadaan marah. Ia lalu segera berpakaian dan pergi dari apartemen meninggalkan Siska yang dalam keadaan menangis itu.
"Mas Bram! Mas ...” Panggil Siska pada laki-laki itu.
Namun Bram yang sudah sangat marah itu tak peduli dengan teriakan Siska, ia tetap saja keluar dari Apartemen itu dan membanting pintunya dengan keras.
Brak!
Siska sampai terkesiap sendiri.
Siska masih menangis, dan memungut ponselnya kembali dari lantai. Untung saja benda pipih itu tak pecah atau pun rusak. Ia kemudian menghidupkan kembali layarnya dan memeriksa pesan yang menyulut kemarahan Bram tadi.
Benar saja, pesannya untuk Bara lah yang membuat Bram menjadi naik pitam seketika tadi. Ia melihat pesan tersebut sudah dibaca namun tak di balas oleh Bara. Siska pun kemudian mengetikkan lagi sesuatu ke ponselnya itu dan mengirim kembali pesan kepada Bara. Ia masih sangat berharap Bahwa Bara mau menerima permintaan maafnya.
***
Bara berada dalam barisan peserta yoga saat ini, masih seperti kemarin ia adalah laki-laki sendiri di ruangan itu. Bara tetap fokus dan mengikuti setiap pergerakan yang Cantika ajarkan, tak peduli walau semua member yang lain melirik dan memandang ke arahnya.
Semua fokus bergerak melenturkan tubuh mengikuti gerakan yoga dari Cantika hingga tiba-tiba deringan ponsel Bara memecah keheningan suasana kelas saat itu. Terlebih lagi nada dering dari ponsel tersebut adalah Dance Monkey lagu yang sedang hits dan terkesan lucu.
Semua menoleh, termasuk Cantika yang langsung melotot ke arah Bara. Bara yang mengerti dari arti pelototan Cantika itu pun langsung berjalan ke arah tas kecilnya dan mematikan ponsel tersebut.
Hening kembali.
Semua melanjutkan lagi gerakan yoga yang diajarkan Cantika di depan barisan.
Dan lagi-lagi, tak sampai 5 menit ponsel itu pun kembali berdering. Mengganggu konsentrasi lagi. Terutama Cantika yang langsung berdehem pada Bara dan mengedikkan dagunya ke arah ponsel Bara tersebut. Bara kembali mematikan ponsel itu dengan wajah tidak enakkan.
Setelah sekitar 15 menit kemudian, kelas pun selesai.
Cantika langsung menarik tangan kekar Bara dan mengajaknya ke luar ruangan. Diikuti dengan tatapan dari orang-orang karena ekspresi Cantika yang kesal bukan main pada Bara.
"Apa kau tak bisa mematikan ponsel itu saat kelas sedang berlangsung?”
Cantika langsung menodong Bara dengan nada kesalnya. Mereka berdua kini berada di ujung koridor lantai tersebut.
"Ya ... Aku juga tidak tahu kalau bakal ada yang menelepon. Maaf, ya!”
"Apa kau tahu, dengan kehadiranmu saja sudah sangat mengganggu konsentrasi member yang lain. Apalagi di tambah dengan suara ponsel konyol mu itu!” Cantika berbicara Serius. Tak ada senyuman ataupun tawa di wajah cantiknya itu.
"Awas saja kau kalau masih membunyikan suara ponsel. Kalau tidak ...”
Secepat kilat Bara langsung mendorong tubuh Cantika ke dinding. Mengurung tubuh mungil wanita itu dengan kedua lengannya yang kekar. Membuat Cantika terkesiap dan terkejut dengan tindakan Bara kali ini.
"Kalau tidak, apa?”
Bara bersuara, mendekatkan dirinya ke wajah Cantika. Bahkan dada mereka pun nyaris menempel. Dengan jarak yang begitu dekat ini, baik Bara maupun Cantika sama-sama bisa mencium aroma parfum dari tubuh masing-masing. Cantika dengan parfum vanila nya, sementara Bara dengan wangi maskulin yang khas.
Dada Cantika turun naik. Ia menjadi gugup dan deg-degan saat ini. Jarak antara dirinya dengan Bara sangat lah dekat. Hanya beberapa sentimeter.
"Kalau tidak, apa ... Nona Cantika?” Lagi. Bara mengulangi perkataannya. Harum mint nafasnya menguar seketika di wajah Cantika. Menggelitik pipinya.
Bara menatap Cantika dalam. Sengaja menghapus jarak di antara mereka. Cantika semakin tergagap.
Dadanya terasa sesak akibat tekanan dari dada bidang Bara
"Apa yang mau kau lakukan, Bara!” Cantika berusaha mendorong. Namun besarnya badan Bara dan minimnya tenaga Cantika tak membuat laki-laki itu bergeser sedikit pun.
"Mundur Bara –"