Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 6

Di dalam Hutan Bintang Selatan ada beberapa binatang roh yang tinggal di sana. Binatang-binatang itu hanya muncul sesekali saja karena takut diburu oleh para kultivator dan menjadi budak mereka. Sebagian di antara mereka dibantai dengan sadis dan diambil darah energinya saja.

Naga putih itu berjalan mendekati gubuk Fang Hua dan menggerakkan kepalanya untuk mencari celah yang bisa membuatnya bisa melihat ke dalam gubuk. Kepalanya yang besar membuatnya kesulitan untuk mendekati gubuk itu. Suara napasnya pun terdengar sangat jelas dan membuat Fang Hua terbangun.

'Suara apa itu?' Fang Hua bangun dari tidurnya dan bersikap waspada.

Menurut ingatannya, cincin yang dipakainya saat ini adalah alat penyimpanan berbagai macam senjata dan barang pribadi yang memiliki kapasitas tak terbatas.

Fang Hua memejamkan matanya dan berkonsentrasi untuk melihat isi cincin penyimpanannya. Kali ini dia tertarik pada sebuah tombak yang memiliki ukiran berwarna emas. Dalam sekejap tombak itu sudah berada di tangannya.

'Kelihatannya menyenangkan!' Meskipun belum sepenuhnya menerima kehidupan barunya, namun Fang Hua mulai menikmati hal-hal di luar nalar yang membuatnya tertantang.

Darah Moan yang mengalir di tubuh Alexa membuatnya memiliki jiwa petarung. Saat di dunia modern, dia tidak bisa bebas berekspresi dengan kekuatan yang dia miliki karena terbentur masalah hukum dan undang-undang. Lain halnya dengan dunianya saat ini yang bebas untuk menggunakan kekuatannya dan membunuh siapa saja yang menghalanginya.

Fang Hua berjalan mengendap-endap mendekati pintu dan melihat ke luar melalui celah. Suasana malam yang gelap membuatnya kesulitan untuk melihat makhluk apa yang ada di depan gubuknya itu.

'Andai aku punya kekuatan yang bisa membuat mataku bisa melihat di dalam gelap.'

Gubuk Fang Hua bergetar ketika makhluk itu bergerak. Tidak ingin gubuknya rusak, akhirnya Fang Hua memilih untuk keluar dari sana dan memancing makhluk itu untuk menjauh.

Fang Hua terkejut ketika membuka pintu dan buru-buru menutupnya kembali.

"Astaga! Naga!" jantung Fang Hua berdegup sangat kencang melihat binatang bersinar putih itu.

"Keluarlah, Anak Muda!" Suara berat seperti seorang kakek tua terdengar menggelegar hingga membuat dinding gubuk itu bergetar.

Wajah Fang Hua menjadi kaku, saat ini dirinya sedang diselimuti rasa ketakutan. Di kepalanya terlintas berbagai macam bayangan buruk yang bisa saja terjadi. Tempatnya berada saat ini adalah dunia yang penuh dengan hal-hal yang tidak masuk akal dan penuh misteri.

"Jangan sembunyi! Keluarlah! Atau aku robohkan rumahmu ini!" ancam suara itu.

Mendengar ancaman itu, nyali Fang Hua menciut. Dia mengumpulkan keberaniannya dan kembali membuka pintu. Tangannya memegang tombak dengan gemetar dengan kaki yang terasa berat untuk melangkah.

"Hemh! Seorang anak kecil rupanya," ucap naga itu dengan tatapannya yang tajam.

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Fang Hua dengan gemetar.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kamu lakukan di sini, Anak Kecil?" Naga itu sedikit meninggikan nada bicaranya.

"Aku ... aku ...." Fang Hua memutar otak untuk membuat alasan yang tepat.

"Aku tersesat dan tidak tahu jalan pulang." Fang Hua berharap dengan bicara seperti itu naga itu akan merasa iba dan melepaskannya.

Sepertinya harapannya itu sia-sia, naga itu malah mengibaskan ekornya hingga membuat tubuh Fang Hua terlempar dan menabrak sebuah pohon.

Tubuh Fang Hua terjatuh ke tanah namun dia berusaha bangkit dan berdiri dengan tombaknya.

'Aku harus menggunakan jurus yang aku pelajari dari kitab warisan nenek. Aku tidak ingin mati untuk yang kedua kali. Aku juga harus membalaskan dendam untuk pemilik tubuh ini.' Fang Hua mulai berdiri dengan benar dan mengatasi rasa takutnya.

Naga itu kembali ingin menyerang Fang Hua, namun untuk kali ini Fang Hua lebih siap. Saat ekor naga itu mulai bergerak mendekat dan hampir menyabet tubuhnya, Fang Hua melompat ke atas lalu kembali turun dengan cepat dan menancapkan ujung tombaknya. Tombak itu berhasil mengenai ekor sang naga dan menancap di sana.

Naga itu menjerit kesakitan.

Fang Hua menghindar pergi menjauhi ekor naga yang terus bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Darah naga itu terus keluar mengeluarkan aroma anyir yang menyeruak. Sepertinya tombak Fang Hua mengandung racun, menilik dari efek yang ditimbulkannya.

Naga itu terus berteriak dan mengumpat Fang Hua, tetapi dia tidak bisa lagi menyerang. Tubuhnya seakan mati rasa dan menjadi lemah seketika, bahkan untuk mengangkat kepalanya saja dia tidak berdaya.

Fang Hua berjalan mendekati kepala naga itu dan memeriksa keadaannya, masih bernapas atau tidak. Naga itu telah mati. Akhirnya Fang Hua bisa bernapas lega.

Pandangan matanya menyapu seluruh tubuh naga yang bersinar putih itu. Meskipun sudah mati, tetapi naga itu masih tetap bersinar. Fang Hua mencoba mengingat ulang ingatan tentang binatang roh dan cara mengambil kekuatannya.

Sekilas melintas kembali isi Kitab Sembilan Naga bintang 1 yang diwariskan oleh Kaisar Gu melalui mantra yang dia kirim sesaat sebelum dia meninggal. Di sana tertulis cara mengambil energi binatang roh dan mengambil darahnya. Sayangnya, darah naga itu tidak bisa diambil karena sudah bercampur dengan racun tombak milik Fang Hua.

Tangan Fang Hua melakukan sebuah gerakan untuk mengalirkan energi dengan jenis yang berbeda dari kedua telapak tangannya. Di tangan kanannya mengalir energi berwarna kuning emas, sedangkan di tangan kirinya berwarna putih susu. Kedua energi itu disatukan dan membentuk sebuah bunga teratai putih berwarna perak.

Di dalam kitab itu, jurus menyatukan dua energi Cahaya Emas dan energi Awan Salju dikenal dengan jurus Teratai Es. Jurus ini awal mulanya hanya dikuasai oleh suku Es saja, namun Kaisar Gu merangkumnya ke dalam Kitab Sembilan Naga yang dipegangnya. Suku Es merupakan tempat asal Selir Shi, ibu dari Fang Hua.

Bunga teratai perak itu bergerak dari tangan Fang Hua melayang-layang di atas kepala naga roh. Fang Hua melakukan pengendalian jarak jauh hingga teratai energi itu berputar semakin cepat dan turun menyentuh kepala naga. Teratai perak itu melebur dan masuk ke dalam tubuh naga roh.

Pyaarr!

Tubuh naga itu menghilang seperti gelembung sabun yang pecah.

Fang Hua tersenyum senang ketika melihat sebuah benda bersinar tepat di mana kepala naga itu berada di sana sebelumnya.

Kristal energi berwarna hijau kini menjadi milik Fang Hua. Kristal itu bisa mempercepat seseorang untuk meningkatkan kultivasinya dalam waktu singkat. Semakin banyak kristal energi yang dimiliki seseorang, maka dia akan semakin cepat untuk mencapai ranah kultivasi yang lebih tinggi.

Setelah menyimpan kristal itu, Fang Hua masuk kembali ke gubuknya dengan langkah yang ringan. Dia sudah tidak sabar untuk segera bermeditasi dan menyeimbangkan energi tubuhnya lalu menyerap energi alam sebanyak-banyaknya. Tentunya semua itu dia lakukan dengan bantuan kristal energi yang baru saja dia dapatkan.

Saat masuk ke dalam alam bawah sadarnya, Fang Hua melihat jiwanya sendiri dan melihat wajah dan tubuhnya yang masih sama seperti ketika dia hidup di dunia modern sebagai Alexa. Akhirnya dia menemukan sesuatu yang menjadi penyebab keterikatan jiwanya di tubuh Gu Fang Hua. Satu persatu misteri mulai terpecahkan dan membuatnya ingin mengetahui lebih banyak tentang kehidupan di masa ini.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel