Chapter 4
Qian Fan dan Yu Wen terkejut ketika kultivator yang berjumlah 5 orang itu mengepung mereka. Wajah mereka menjadi pias karena takut, namun mereka akan berusaha untuk menyerang. Tidak ada jalan lain, saat ini mereka tidak bisa lari lagi.
"Siapa kalian?!" tanya Qian Fan sambil memasang kuda-kuda siap untuk menyerang.
"Kami adalah pembunuh bayaran. Bersiaplah untuk mati, Pangeran!" Salah seorang dari mereka mulai maju dan menyerang Qian Fan.
Seorang lagi menyerang Yu Wen dan tiga yang lainnya masih berdiri menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
Kelima orang itu membawa senjata andalan mereka seperti pedang, tombak, golok, dan rantai besi.
Qian Fan mengeluarkan pedang dari cincin penyimpanannya, begitu juga Yu Wen.
Dengan sekuat tenaga mereka bertarung melawan kelima kultivator itu. Kemampuan kedua pangeran itu tidak bisa dianggap enteng meskipun usia mereka masih sangat muda. Andaikan cuma dua orang saja yang mereka lawan, mungkin kemenangan akan menjadi milik mereka.
Pedang Qian Fan yang dia aliri energi mampu melukai seorang kultivator hingga membuat pergelangan tangannya putus. Tindakan itu membuat mereka semakin marah dan mengeroyok Qian Fan dengan brutal. Qian Fan akhirnya mati di tangan mereka.
Yu Wen yang terluka parah mencoba melarikan diri ketika melihat kakaknya mati dengan cara mengenaskan. Namun sayang, para penjahat itu mengetahuinya. Salah seorang dari mereka mengeluarkan energi dari telapak tangannya dan melemparkannya hingga mengenai punggung Yu Wen.
Serangan telak itu membuat Yu Wen jatuh tersungkur dan meregang nyawa.
Para penjahat itu tersenyum puas lalu menyeret tubuh Qian Fan dan Yu Wen yang sudah tak bernyawa itu ke dalam istana.
Suasana di dalam istana tidak kalah mengerikan. Mayat-mayat bergelimpangan di sana. Keadaan ruangannya pun kacau dengan api yang berkobar di mana-mana.
Kaisar Gu masih bertarung bersama beberapa orang kulitivator ketika mayat Qian Fan dan Yu Wen dilempar ke hadapannya.
Melihat kedua putranya telah tewas, konsentrasi Kaisar Gu menjadi buyar. Kekuatannya yang sebelumnya sangat besar seakan-akan menghilang seketika. Serangan demi serangan tidak dapat lagi dia hindari karena hatinya yang rapuh.
"Katakan, siapa dalang di balik semua ini?!" pekik Kaisar Gu di sela-sela pertarungannya.
Meskipun kekuatannya menurun, namun Kaisar Gu masih bisa membuat para kultivator itu kalang kabut dan dua diantaranya terbunuh olehnya.
"Aku! Akulah yang merencanakan semuanya!" Suara yang sangat dikenalnya muncul.
Betapa terkejutnya Kaisar Gu ketika melihat siapa yang datang.
"Penasehat Ning! Kau ...." Suara Kaisar Gu terhenti karena sebuah serangan jarak jauh kembali menghantam tubuhnya yang sedang tidak siap karena keterkejutannya.
Tubuh Kaisar Gu ambruk ke lantai akibat luka dalam yang dideritanya. Darah bercampur racun kehitaman menyembur keluar dari mulutnya. Rupanya sebelum penyerangan terjadi dia pun telah diberi racun sehingga tidak mampu mengeluarkan kekuatannya dengan maksimal.
"Nikmatilah detik-detik kematianmu, Gu Ming Hao! Seluruh klanmu dan keturunanmu sudah aku habisi. Kekuasaanmu telah berakhir! Hanya tinggal Fang Hua saja yang belum kuhabisi! Hahaha!" Tawa Penasehat Ning menggema di seluruh ruangan.
"Fang Hua! Bukankah dia ...." Lagi-lagi ucapan Kaisar Gu terpotong karena Penasehat Ning segera menyelanya.
"Dia putrimu! Putri kandungmu! Perselingkuhan Selir Shi hanyalah rekayasa. Kamu benar-benar bodoh! Begitu mudahnya kamu diperdayai! Sekarang sambutlah kematianmu!" Penasehat Ning mengayunkan pedangnya dan menancapkannya di dada Kaisar Gu.
"Aarrrgghhh! Fang Hua, maafkan ayah. Balaskan den-dam-ku ... Aaa ... haa ...." Saat napasnya sudah berada di ujung tenggorokan, Kaisar Gu membaca sebuah mantra yang dia kirim kepada Fang Hua.
Mantra yang mentransfer ingatan Kaisar Gu tentang isi Kitab Sembilan Naga yang dipelajarinya karena sebenarnya dia tahu jika Fang Hua secara diam-diam telah mencuri baca dan mempelajari sebagian isinya.
Kitab Sembilan Naga terbagi menjadi sembilan dan Kaisar Gu memiliki salah satunya. Di dalam kitab itu berisi banyak sekali jurus-jurus dan teknik bertarung beserta cara untuk mencapai ranah tertinggi di dalam dunia kultivasi. Tidak heran jika kitab itu menjadi rebutan. Kaisar Gu sudah menumpahkan darah perjanjian di dalam kitab itu sehingga kitab itu akan menghilang seiring dengan kematiannya.
"Apa rencana kita selanjutnya, Yang Mulia?" tanya seorang kultivator yang paling dekat dengan Penasehat Ning.
"Bunuh Putri Fang Hua yang sedang diasingkan di Hutan Bintang Selatan!" ucap Penasehat Ning dengan wajah bengisnya.
"Siap laksanakan, Yang Mulia!"
Orang itu segera memberi kode pada teman-temannya dengan tatapan dan anggukan. Mereka segera berangkat ke Hutan Bintang Selatan setelah memberi hormat pada Penasehat Ning. Dengan iming-iming posisi penting di dalam pemerintahan yang akan dijalankan oleh Penasehat Ning sebagai kaisar baru, para kulitivator bergerak dengan penuh semangat.
Penasehat Ning mencabut pedangnya dari tubuh Kaisar Gu yang sudah tidak berdaya lalu pergi dari sana dengan senyum kemenangan.
***
Di Hutan Bintang Selatan,
Fang Hua yang sedang beristirahat setelah makan siang tiba-tiba tersentak. Suara terakhir Kaisar Gu menjelang kematiannya terdengar sangat jelas di telinganya. Begitu juga dengan isi Kitab Sembilan Naga bintang 1 yang dikirim melalui mantra tiba-tiba masuk ke dalam ingatannya.
"Ayah!" pekik Fang Hua.
"Kamu sudah tahu jika aku dan ibu tidak bersalah? Apa yang telah terjadi padamu?"
Mata Fang Hua menjadi nanar membayangkan kejadian buruk yang menimpa keluarganya. Tapi dia belum tahu pasti apa yang sedang terjadi saat ini. Fang Hua memikirkan ayahnya, ibunya, kedua kakaknya, serta ketiga ibu tirinya.
Hatinya menjadi gelisah karena Fang Hua tidak mampu membendung rasa ingin tahunya. Dengan langkah gontai, dia berjalan meninggalkan gubuknya dan berdiri di tepi sungai yang menjadi tempat favoritnya beberapa hari ini. Selain untuk mencari ikan, hati Fang Hua merasa sedikit tenang ketika mendengar suara aliran air dan bermeditasi di sana.
Baru beberapa saat dia berada di sana, tiba-tiba terdengar suara langkah beberapa orang yang berjalan menuju tempatnya berada saat ini.
"Rupanya kamu di sini, Gadis Kecil," ucap salah seorang dari kultivator suruhan Penasehat Ning.
"Siapa kalian?" Fang Hua menatap mereka satu persatu dan sama sekali tidak mengenalnya.
"Tidak penting siapa kami, yang terpenting adalah persiapkan dirimu untuk menjemput kematianmu!"
Sriinggg!
Suara pedang terhunus membuat ulu hati terasa ngilu.
Fang Hua pun mengeluarkan pedangnya dan bersiap menghadapi tujuh orang tak dikenal yang menyatroninya itu.
"Besar juga nyali kamu, Bocah! Aku pikir wanita hanya bisa menangis ketakutan dan berlari untuk sembunyi." Orang itu menarik salah satu sudut bibirnya dan tersenyum miring.
"Untuk siapa kalian bekerja dan kenapa kalian ingin membunuhku?!" pekik Fang Hua tanpa rasa takut.
Orang itu maju perlahan mendekati Fang Hua.
"Baiklah aku katakan padamu agar kamu tidak mati penasaran. Kami sudah membantai habis seluruh Klan Gu tanpa sisa. Hanya tinggal kamu saja yang belum, maka dari itu bersiaplah!"
Wajah Fang Hua menjadi kaku dengan hawa dingin menyelimuti tubuhnya mendengar ucapan orang itu. Jadi suara ayahnya yang terdengar tadi adalah nyata.
Belum hilang keterkejutannya, orang itu sudah mengayunkan pedangnya ke arah Fang Hua. Pedang Fang Hua menyambut pedang orang itu sebelum berhasil menyentuh tubuhnya. Pertarungan pedang pun tidak terelakkan.
Tubuh kecil Fang Hua begitu lincah menerapkan Jurus Pedang Tiga Mata Angin dengan sempurna. Kultivator itu tidak menyangka jika putri yang terlihat lemah lembut itu mampu melawannya. Bahkan permainan pedangnya lebih hebat darinya.
Melihat temannya sedikit kewalahan menghadapi Fang Hua, ke-enam pendekar lainnya serempak maju untuk membantunya.
Pedang Fang Hua terlempar ke udara ketika dia mendapatkan sebuah serangan yang menghantam tubuhnya dari arah belakang.
Tubuh Fang Hua terhempas namun masih bisa berdiri meskipun tidak seimbang. Pukulan tenaga dalam yang diterimanya membuat matanya menjadi kabur karena kesadarannya menurun. Tanpa dia sadari posisinya saat ini sedang berada di tepi jurang yang berbatasan langsung dengan aliran sungai.
Samar-samar, Fang Hua masih melihat seseorang berjalan mendekati. Saat dia berjalan mundur, tubuhnya kehilangan keseimbangan karena tidak menemukan pijakan lagi di belakangnya, dan terdengar suara 'byur' yang menggema menandakan tubuhnya yang terluka parah itu tercebur ke sungai.
Dengan keadaannya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan bahwa tidak ada harapan lagi bagi Fang Hua untuk hidup.
***