Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

TAHUN AJARAN BARU

‘Mari berbicara tentang harapan. Milikku, harus terus berpendar meski tanpa tujuan.’

Dear my two lovebirds...

The sky seems black and blue here. But I’m sure, the sky over there is colorful.

The sky know how’s my feeling. It gives me black and blue like my sadness feeling right now.

But once again, I really know that happiness are coloring your reunite there. Both of you.

Hey, two lovebirds...

Be happy. Enjoy your time.

Don’t worry about me. Cause I know, you two need a long times to reunite.

I love you both. See you when I see you.

Your sincerely daughter

Arunika menghempaskan napas pelan. Mencoba menelan airmata yang kembali menyapanya setelah sekian lama seolah tak acuh.

Dia tidak pernah ingin terlihat lemah bahkan di hadapan dirinya sendiri. Tapi hanya duduk sambil membacakan lantunan ayat yasin di depan dua pusara itu, kekuatan Arunika benar-benar runtuh tak bersisa.

Lima tahun silam, sang ibu meninggal karena serangan jantung. Dan baru dua bulan yang lalu sang ayah menyusul karena alzhemair. Benar. Arunika sebatang kara sekarang.

Pernah menyalahkan takdir, sempat membenci Tuhan yang menuliskan skenario untuk hidupnya. Bukankah itu manusiawi? Sebab pada akhirnya Arunika kembali bersimpuh dan meminta maaf karena sikapnya pada Pencipta serta memohon kekuatan untuk terus bisa menjalankan hidup tanpa keluhan.

Arunika tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya. Bukankah Allah mengambil orang-orang baik lebih dulu untuk hidup lebih kekal bersama-Nya di sana? Dan Arunika percaya, kedua orang tuanya sudah saling bertemu di tempat terindah yang Allah janjikan.

Arunika tak boleh lemah. Dia berjanji tepat di telinga sang ayah waktu itu, untuk menjadi anak yang baik sampai segala apa yang dicita-citakannya terwujud. Jika dia mengingkari janji itu, sama saja dia membawa kecewa ke tempat peristirahatan terindah kedua orang tuanya di alam sana.

Arunika tidak ingin itu terjadi. Dia gadis kuat seperti apa yang ibunya pernah katakan. Dan dia gadis cantik seperti apa yang selalu ayahnya ucapkan. Bagaimanapun, dia harapan kedua orang tuanya. Gadis cantik yang akan selalu menjadi kebanggaan ayah dan ibunya.

Ayah sama ibu di sini, kan? Selalu ngeliatin dan ngawasin Runi, kan? Gak papa, Runi cuma kangen sama ayah ibu.

Diusap pipinya yang basah karena airmata. Arunika berdiri setelah menebar bunga mawar tak bertangkai di kedua pusara yang bersebelahan itu.

Ting. Arunika meraih handphonenya setelah mendengar nada pesan masuk.

MyluvliTicon :Aru! Lo di mana sih? Anjay ini jadwal, dosen killer semua kita dapetnya! Buruan ngampus!

Sudut bibir gadis itu terangkat setelah melihat pesan dari sahabatnya.

Runi pergi kuliah dulu, ya, bu, Yah.

***

Tahun ajaran baru. Arunika sudah siap dengan beberapa lembar bukti kontraknya untuk beberapa mata kuliah semester enam ini yang sudah dia masukkan ke dalam map.

Setelah mengetuk beberapa kali ruangan program studi jurusannya, Arunika masuk dengan tubuh yang sedikit menunduk. Beberapa dosen yang ada di sana membuat Arunika tersenyum untuk sekadar menyapa.

Sedang seseorang yang akan ditemui Arunika itu, sedang asik dengan laptopnya tanpa menyambut kedatangan Arunika. Gadis itu yakin, bahwa pria yang sedang fokus dengan laptopnya itu sudah merasakan kehadiran Arunika di sana.

“Morning, Sir,” sapa Arunika dengan senyuman lebar.

“Emang ini masih morning, ya?” balasan dingin itu membuat senyuman Arunika memudar.

Sabar, Run. Sabar. Orang sabar entar di sayang dosen deh, beneran.

“Masih jam sebelas nol nol kok, Sir. Masih am belum ganti pm,” balas Runi setelah menenangkan diri.

Pria itu akhirnya menutup laptop. Lalu melihat penuh ke arah Arunika yang berdiri di depannya. “Mau apa?” tanyanya langsung.

“Ini, Sir. Minta tanda tangan Sir buat KRS saya.” Arunika menyodorkan map yang sejak tadi dipeluknya.

Pria itu membuka dan meneliti isinya. Arunika menahan napas, mempersiapkan diri dengan ucapan yang akan disampaikan oleh dosen dinginnya ini.

“Yang ngajarin Sociolinguistics siapa?” tanya pria itu tanpa melihat Arunika.

“Prof. Adref, Sir,” jawab Arunika apa adanya.

“Yakin kamu?” alis pria itu berkerut, melihat ke arah Arunika dengan wajah tak percaya.

“Beneran kok, Sir,” balas Arunika, meyakinkan.

“Kok beliau bisa ngasih A ke kamu?”

Damn! Arunika mengumpat tanpa suara.

Nanya-nanya begitu karena kagak percaya gue dapet A dari dosen killer. Dikira jongkok banget ini otak gue?

Arunika menghembuskan napas pelan untuk menenangkan pikiran. Berkali-kali gadis itu beristighfar untuk menghadapi pembimbing akademiknya ini.

Delaney Arde Reuven. Dosen muda yang banyak digilai mahasiswa-mahasiswa perempuan yang semakin halu dan berharap untuk menjadi istri dosen muda itu. Dan sepertinya, Arunika adalah mahasiswa perempuan satu-satunya yang tidak pernah mengharapkan hal-hal semacam itu dengan pria dingin di depannya ini.

Meski tampan, Delaney termasuk dosen killer yang membuat beberapa mahasiswa harus mengulang mata kuliah Introduction to Linguistics atau Morphology ke semester selanjutnya. Pria tak punya hati! Itulah yang Arunika lihat dari dosen tampan itu.

Udah minus banyak gantengnya gegara killer kagak ketulungan lo mah, Sir Delan Sir Delan.

Arunika menutup mulutnya sekilas karena hampir terkekeh mendengar gerutuan batinnya sendiri.

“Terus yang ngajar Research Methodology siapa?” Arunika menormalkan wajahnya.

“Mister Yulhen, Sir.”

Tawa kecil dari pria itu membuat Arunika berkerut ngeri. Pasti akan ada kata-kata buruk setelah ini. “Tulisan kamu beneran kacau ya berarti, sampai Mister Yul aja ngasih nilai C.”

Benar, bukan? Arunika mendengus kesal tanpa sembunyi. Sedang dosen muda itu masih asik terkekeh melihat hasil penilaian Arunika semester lalu.

“Ada plus nya itu, Sir.” Arunika mencoba membela diri.

“Apa bedanya?” Pria itu sudah menatap dingin ke arah Arunika yang hanya kembali menunduk. “Beneran mantul aja gitu mata kuliah Writting kamu selama empat semester, ya?”

Arunika memilih diam. Mendengarkan segala ocehan dari pria muda yang notabene dosennya itu.

“IP kamu menurun drastis, biarpun masih lewat di angka 3.00. Tapi lebih baik dari pada harus mengulang mata kuliah. Selama ini, kamu tidak pernah mengulang atau ngambil semester pendek, kan?”

Pria itu menatap Arunika. “Enggak pernah, Sir. Alhamdulillah semua mata kuliahnya lulus. Dan saya selalu ngontrak penuh 24 SKS.”

Anggukan kecil sebagai pertanda bahwa pria itu mengerti. “Saya ngajar Classroom Action Research di kelas kamu semester ini.” Udah tau, kagak perlu diumumin lagi. “Sebagai final test, saya bakal nyuruh kalian buat proposal lagi di mata kuliah itu. Biar saya bisa liat, sebatas mana kemampuan menulis kamu yang cuma dikasih C ini.”

Arunika membuka lebar mulutnya karena terlalu terkejut. “Tapi, Sir, semester ini saya juga ngontrak Research Proposal Seminar. Bakal ada proposal juga di mata kuliah itu, Sir.” Arunika tampak terkejut dengan ucapan dosennya barusan.

“Ya terus kenapa? Yang ngajar RPS kan bukan saya. Jadi ya itu urusan kamu sama dosen yang mengajar,” jawaban tak acuh itu harusnya sudah bisa Arunika prediksi. Arunika hanya bisa kembali diam sambil menggigit bibir bawahnya menahan kekesalan.

“Ada lagi?” tanya dosen muda itu setelah menyodorkan map biru itu kembali pada Arunika yang hanya menggeleng pelan. “Oke. Silahkan keluar.” Gadis itu mengangguk sesopan mungkin. “Sampai bertemu di kelas ya, Runi.”

Arunika tersenyum mencoba beramah tamah pada dosen pembimbing akademik yang sudah seperti malaikat maut baginya itu. Sudah tidak bisa dihindari, pria itu memang gila. Lima semester berlalu bersama pria itu sebagai pembimbing akademiknya, membuat Arunika cukup kewalahan menenangkan diri untuk menahan emosinya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel